Berita TTU

Lexisius Raup Untung Menggiurkan Menjadi Petani Garam di Timor Tengah Utara

Menurut Lexisius, dirinya rela meninggal pekerjaan sebagai tukang bangunan lantaran penghasilan yang di peroleh sangat kecil.

Editor: Gordy Donovan
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
CERITA - Petani Garam asal Desa Nian, Lexisius Molo saat bercerita tentang garam di tempat produksi garam miliknya, Senin, 27 Mei 2024. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon

TRIBUNFLORES.COM, KEFAMENANU - Seorang pria di Desa Nian, Kecamatan Miomaffo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama, Lexisius Molo meraup keuntungan fantastis sejak banting setir menjadi Petani Garam. Sebelumnya, Lexisius merupakan seorang tukang bangunan.

Pria paruh baya tersebut saat ini memutuskan berhenti dari pekerjaan sebagai tukang bangunan lantaran upah yang tergolong minim. Perubahan penghasilan yang berbeda jauh ini menyebabkan Lexisius enggan beralih dari pekerjaannya saat ini.

Ketika dijumpai POS-KUPANG.COM, Senin, 27 Mei 2024, Lexisius mengatakan, dirinya banting setir dari pekerjaan sebagai tukang bangunan menjadi petani garam pada tahun 2014 lalu. Setelah memutuskan berhenti dari pekerjaannya, Lexisius mencoba peruntungan dengan menjalankan usaha rumah tangga yakni petani garam.

Baca juga: Pasutri di TTU Tipu Warga Ratusan Juta, Janjikan Anak Korban Kerja di Kantor Imigrasi Kupang

 

Rupanya, penghasilan sebagai petani garam ini sangat mengejutkan. Pasalnya dalam sehari bisa mencapai Rp. 300.000.

Menurut Lexisius, dirinya rela meninggal pekerjaan sebagai tukang bangunan lantaran penghasilan yang di peroleh sangat kecil.

Ketika pertama kali menggeluti pekerjaan sebagai petani garam, Lexisius mengaku cukup kesulitan. Pasalnya, dia mengalami kesulitan modal usaha dan harus membangun relasi baru di dunia yang baru.

Saat itu, Lexisius memberanikan diri untuk meminjam modal usaha melalui KUR BRI. Ketika mengajukan kredit, dia mendapatkan modal usaha sebesar Rp. 20.000.000.

Modal usah sebesar Rp. 20.000.000 itu, dimanfaatkan untuk membeli bahan mentah garam dan sejumlah peralatan lainnya. Bahan baku ini kemudian diolah sendiri di rumah dan menghasilkan garam berkualitas tinggi.

Baca juga: Kapolres Ende dari Masa ke Masa, Letkol I Gede Darmadi hingga AKBP I Gede Ngurah Joni Mahardika

Meskipun baru pertama kali menggeluti pekerjaan petani garam dengan serius tanpa mengenal lelah. Pada mulanya, penghasilan yang diperoleh relatif kecil.

Minimnya relasi di dunia usah garam dan pasar menyebabkan Lexisius cukup kesulitan memasarkan produk garam miliknya. Sejak menekuni pekerjaan sebagai petani garam, kebutuhan ekonomi keluarganya perlahan bisa dapat dipenuhi dengan baik.

Di sisi lain, keuntungan dari pekerjaannya ini bisa dimanfaatkan untuk menabung dan membiayai pendidikan anak-anak.

"Sekarang saya rasa sangat lebih baik karena kebutuhan ekonomi keluarga tercukupi, anak-anak juga bisa sekolah dan ini semua dari hasil penjualan garam laut," bebernya.

Walaupun begitu, penghasilan dari pekerjaan petani garam ini tidak selamanya baik. Karena, mereka akan kesulitan memperoleh bahan baku garam pada musim hujan. Kesulitan memperoleh bahan baku garam ini berdampak pada jumlah produksi garam dan penghasilan.

Berkaca pada pengalaman tersebut, Lexisius selalu mengambil langkah antisipasi. Sebelum musim hujan, dia selalu membeli bahan baku garam dalam jumlah besar.

Hal ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan produksi selama musim hujan. Langkah ini ditempuh demi menjaga kontinuitas produksi garam. (*)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved