Demo di Kupang
Aliansi Mahasiswa Kupang Demo Tolak Pembangunan Geothermal, Kecam Intimidasi Jurnalis
Selain itu, kelompok mahasiswa itu juga mengecam intimidasi terhadap jurnalis dan masyarakat oleh aparat keamanan.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Sejumlah mahasiswa di Kota Kupang menggelar demontrasi menolak pembangunan geothermal di NTT.
Selain itu, kelompok mahasiswa itu juga mengecam intimidasi terhadap jurnalis dan masyarakat oleh aparat keamanan.
Gelaran demontrasi, Jumat 11 Oktober 2024 di depan kantor DPRD NTT dan Mapolda NTT, gabungan organisasi mahasiswa dan LSM dan masyarakat sipil itu merespons polemik pembangunan yang terjadi di Poco Leok, Kabupaten Manggarai beberapa waktu lalu.
Organisasi tersebut yakni Walhi NTT, FMN, LMND, SP Flobamoratas, Semmut, AGRA, IMMAM, PPMAN Bali Nusra, JPIT, Unika, Hanaf, Permaskku, Green Leadership Indonesia, Komika, Sahabat Alam Walhi dan WCDI.
Baca juga: Pemred Dianiaya Oknum Polisi Saat Meliput Aksi di Poco Leok, Floresa Tempuh Jalur Hukum
Koordinator Umum demontrasi Febrianto Bintara mengatakan, polemik geothermal ini membuat aparat, TNI/Polri mengintimidasi masyarakat dan juga jurnalis.
"Mengecam keras tindakan aparat kepolisian dari Polres Manggarai yang menangkap Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut, saat meliput aksi protes warga Poco Leok atas pematokan lahan proyek geotermal di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu, 2 Oktober 2024," katanya dalam pernyataan sikapnya.
Dia mengatakan, kericuhan warga, jurnalis dan aparat keamanan di Poco Leok sempat didokumentasikan warga setempat. Febrianto mengatakan, proyek geothermal tersebut digarap Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pemerintah Kabupaten Manggarai dan merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), yang masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN 2021-2030.
PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai memaksa masuk ke wilayah Poco Leok untuk membuka akses jalan proyek geotermal pada Rabu kemarin.
Masuknya tim PLN dan Pemerintah Kabupaten Manggarai ini diiringi dengan pengamanan aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat, dan Polisi Pamong Praja. Upaya tersebut dihadang oleh warga dan direspons oleh aparat dengan pemukulan dan penangkapan.
"Berdasarkan informasi langsung yang diperoleh dari warga sekitar, aparat kepolisian, TNI Angkatan Darat dan Pol-PP tidak memperbolehkan warga Poco Leok mengambil gambar," katanya.
Dia bilang, aparat mendorong, mendobrak, sehingga ada beberapa warga yang terluka karena dipukul polisi berseragam lengkap.
Berdasarkan keterangan warga ada sekitar empat orang yang ditahan saat itu dan aparat mengatakan akan melepas mereka ketika aksi bubar.
"Termasuk Pemimpin redaksi Floresa juga ditangkap saat melakukan peliputan," tambah dia.
Febrianto menjelaskan, sesuai kejadian tersebut, aliansi menilai kasus ini merupakan pelanggaran berat terhadap jaminan perlindungan kerja jurnalistik, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Tindakan kekerasan oleh aparat keamanan berupa penganiayaan dan penyiksaan yang mengakibatkan luka berat pada jurnalis saat tengah menjalankan profesinya merupakan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara.
Atas perkara tersebut, aliansi mendesak dan mengecam pemerintah dan pihak penegakan hukum, sebab menurut aliansi tindakan pemerintah menggunakan alat negara untuk melawan masyarakat akan menimbulkan perpecahan.
Febrianto menerangkan, keberhasilan suatu proyek tidak hanya diukur dari keuntungan ekonomi, tetapi juga dari dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.
"Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas dan jujur mengenai proyek yang mempengaruhi kehidupan mereka," katanya.
Aliansi penolakan geothermal, kata dia, menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, untuk mendukung perjuangan warga Poco Leok yang berupaya melindungi tanah adat dan hak-hak warga.
"Kebebasan pers harus dijamin, dan jurnalis harus dilindungi dari segala bentuk intimidasi atau kekerasan saat menjalankan tugasnya," tegasnya.
Dalam konteks proyek geothermal Poco Leok, lanjut dia, pihak berwenang harus membuka ruang bagi partisipasi aktif warga dan mengedepankan prinsip transparansi dalam setiap tahap perencanaan dan implementasi proyek.
Berikut beberapa poin tuntutan dari Aliansi Penolakan Geothermal;
1. Menuntut Bank KFW Jerman untuk menghentikan pendanaan Geothermal Poco Leok
2. Cabut SK Bupati Manggarai NO HK /417/2022 tentang izin Surfet
3. Cabut SK Bupati No 366 tahun 2024 tentang penetapan Poco Leok
4. Copot Kapolres Manggarai
5. Hentikan upaya sertifikasi tanah di Poco Leok oleh Kementerian ATR/BPN
6. Hentikan seluruh aktivitas PT PLM VIP Nusra, aparat keamanan dan pemda di Poco Leok
7. Hentikan intimidasi dan politik pecah belah oleh Pemda dan PT PLN di Poco Leok
8. Tarik Personil TNI Polri dari Poco Leok
penting bagi pemerintah untuk menyadari bahwa dialog konstruktif dan pendekatan berbasis masyarakat adalah kunci untuk menyelesaikan konflik semacam ini.
Hingga pukul 19.39 WITA, Manager Komunikasi PT PLN (Persero) UIW NTT Ita Yupukoni, belum merespons pesan yang dikirimkan POS-KUPANG.COM, mengkonfirmasi penolakan kelompok mahasiswa itu. (fan)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.