Breaking News

Gunung Lewotobi Meletus

116 Pengungsi Mandiri Gunung Lewotobi Konsumsi Pisang dan Singkong

Bencana letusan Gunung Lewotobi Laki-laki, Minggu, 3 November 2024, memaksa ribuan warga untuk mengungsi ke tempat aman. Mereka menetap di tiga poskoh

Penulis: Paul Kabelen | Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
Keadaan pengungsi Gunung Lewotobi yang bertahan mandiri di perkebunan Desa Waiula, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur, NTT, Selasa, 6 November 2024. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Bencana letusan Gunung Lewotobi Laki-laki, Minggu, 3 November 2024, memaksa ribuan warga untuk mengungsi ke tempat aman. Mereka menetap di tiga poskoh Pemerintah, namun ada banyak warga memilih mengungsi secara mandiri.

Mengungsi secara mandiri rupanya menuai persoalan lain. Para korban terdampak ini belum disentuh bantuan apapun, termasuk 116 warga Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.

Selain 116 Desa Nawokote, masih ada 400-an pengungsi Desa Pululera yang mengungsi ke Desa Nileknoheng. Nasib mereka juga sama, belum disentuh bantuan.

Tiga hari bertahan tanpa bantuan makanan, padahal di sana banyak balita, ibu hamil, dan lansia. Mereka bahkan tidur tanpa kasur yang layak. Poskoh bagi 116 jiwa ini berada di areal perkebunan Desa Waiula, Kecamatan Wulanggitang yang jaraknya sekira 3 kilometer dari Nawokote.

Disambangi TRIBUNFLORES.COM, Rabu, 6 November 2024 siang, sejumlah ibu-ibu duduk lesehan di atas terpal biru. Mereka mengupas singkong dan mengiris pisang untuk dijadikan santapan siang.

Maria Angelina Oa Noba (34), menyalakan api pada tungku darurat untuk merebus singkong dan pisang. Makanan alakadarnya ini mereka nikmati hingga hari ketiga mengungsi.

Selama tiga hari pengungsi mandiri bertahan tanpa tersentuh bantuan layaknya para korban becana umumnya. Maria meminta distribusi bantuan juga merata bagi pengungsi mandiri.

"Pagi dan siang itu kami hanya makan ubi (singkong) dan pisang rebus. Kadang kami campur dengan kelapa supaya tidak bosan," ujar Maria Noba.

Maria mengatakan, nasi hanya dimakan saat malam hari. Sebab stok beras tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan makan beberapa hari kedepan.

Potret pengungsi di tempat itu adalah fakta bahwa ditribusi bantuan tak menjangkau bagi mereka yang mengungsi secara mandiri. Tak heran jika warga kecewa dengan penanganan bencana oleh Pemkab Flores Timur.

Meski saat ini bantuan dari Pemerintah dan pihak ketiga terus membanjir, namun Maria dan ribuan pengungsi mandiri di Desa Waiula, Nileknoheng, bahkan Kabupaten Sikka sulit menerima bantuan yang baik.

Di samping tenda darurat, Maria dan ibu-ibu memasak makanan dengan kayu bakar. Stok air bersih sulit didapat. Mereka harus kembali ke kampung, membawa ember dan jeriken.

Pengungsi lain, Yoseph Tobi (46), mengaku stok beras sudah tak bisa menjamin konsumsi hingga malam. Mereka mengambil cara bijak agar persedian bisa bertahan sampai bantuan tiba.

"Makan nasi hanya malam saja, tapi porsinya kami kurangi. Beras ini kami bawa dari rumah, sekarang tinggal sedikit," ungkapnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved