Relokasi Korban Erupsi Lewotobi

Dilema Relokasi Korban Erupsi Lewotobi, Antara Angkat Kaki Atau Bertahan, Nikolaus: Berat Sekali

Rencana relokasi membuat sebagian warga terdampak gelisah. Rasa keberatan perlahan muncul meski belum tersampaikan ke telinga para pejabat tinggi.

Penulis: Paul Kabelen | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
BERI KETERANGAN - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, diwawancara wartawan di Posko Kobasoma, Kecamatan Titehena, Flores Timur, NTT, November 2024. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA - Rencana relokasi bagi warga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, NTT, mulai mengarah ke realiasi. Proyek untuk memindahkan permukiman dalam zona rawan ke tempat aman itu menyisahkan dilema berat oleh penyintas bencana.

Relokasi kian nyata saat Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait bersama Kepala BNPB, Letnan Jenderal TNI Suharyanto melakukan survei lokasi di Desa Kobasoma, Kecamatan Titehena, Rabu, 13 November 2024 kemarin.

Survei lokasi untuk kepentingan relokasi itu nantinya dibangun 2.700 unit rumah. Proyek ini pastinya menguras APBN dengan tempo pengerjaan yang tak singkat. Permukiman sejumlah desa bakal direlokasi ke lokasi baru yang luasnya sekira 100 hektar.

2.700 rumah itu bakal mengakomodir warga yang tinggal dalam radius bahaya, yaitu di bawah 7 kilometer dari pusat letusan Gunung Lewotobi Laki-laki. Diantaranya, Desa Dulipali, Klatanlo, Hokeng Jaya, Nawokote, sebagian Boru, serta desa-desa sekitarnya.

Baca juga: Cuaca Buruk, Pesawat Rombongan Kemensos RI Gagal Mendarat di Bandara Gewayantana Larantuka NTT

 

Rencana relokasi membuat sebagian warga terdampak gelisah. Rasa keberatan perlahan muncul meski belum tersampaikan ke telinga para pejabat tinggi negara yang hadir saat itu.

TRIBUNFLORES.COM menyempatkan waktu untuk meminta tanggapan dari sejumlah masyarakat di posko-posko pengungsian terpusat, termasuk pengungsi mandiri, pada, Jumat, 15 November 2024 siang.

Sejumlah penyintas masih dilema. Bersedia direlokasi atau tetap tinggal di tempat lama sama-sama pilihan sulit. Namun tak sedikit memilih mengikuti arahan Pemerintah, meski tak tega angkat kaki dari kampung halaman yang penuh dengan kenangan.

Pergolakan batin antara bersedia direlokasi atau bertahan menjadi pemicunya. Sebagian warga bahkan menolak angkat kaki lantaran kampung mereka telah lama dihuni. Berpindah ke lokasi lain secara permanen teramat berat.

Nikolaus Guru Tapun, warga Dusun Wolorona, Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, adalah satu dari sekian warga yang keberatan jika direlokasi. Sulit bagi pria 49 tahun itu jika harus meninggalkan rumah, kebun, suasana kampung, dan segala kenangan.

"Berat sekali jika pindah ke tempat lain, harus mulai semuanya dari nol. Tidak bisa pergi dari kampung," ujarnya, Jumat, 15 November 2024 siang.

Nikolaus sesekali melihat kondisi rumahnya di Hokeng Jaya. Dia percaya suatu saat aktivitas Gunung Lewotobi Laki-laki bisa kembali redah seperti sedia kala.

Fransiskus Lamuda Kobun (61), juga merasa demikian. Rumahnya dengan Nikoluas cukup dekat. Jarak rumahnya, termasuk permukiman Desa Hokeng Jaya, lebih kurang 4-5 kilometer dari pusat erupsi.

Jika diharuskan pindah, Fransiskus berharap agar hak kepemilikan lahan dan rumah tidak dialihkan. Aset berharga tetap menjadi milik masyarakat sekalipun berada di zona merah erupsi.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved