Gedung Sekolah Rusak di Ende

Kondisi Memprihatinkan SDK Toba, Dinas Pendidikan Ende Janji Prioritaskan Penanganan

SDK Toba merupakan salah satu sekolah tua yang berdiri sejak tahun 1965. Namun, usia sekolah yang telah hampir enam dekade

Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/HO.ISTIMEWA
BELAJAR - Pelajar SDK Toba di Kecamatan Ndona Timur, Kabupaten Ende terpaksa belajar di ruang kelas dengan kondisi yang memperhatikan. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo

TRIBUNFLORES.COM, ENDE - Potret pendidikan di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih menyisakan banyak cerita pilu. 

Salah satunya terlihat di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Toba, Desa Roga, Kecamatan Ndona Timur, yang kini menjadi sorotan publik. Kondisi gedung sekolah ini sangat memprihatinkan, bahkan dianggap tidak layak untuk proses belajar-mengajar.

Kepala SDK Toba, Hendrika Rae, mengungkapkan, sekolah hanya memiliki empat ruang kelas yang bisa digunakan. Namun, empat ruangan tersebut juga tidak sepenuhnya dalam kondisi baik. 

"Dua ruangan lainnya sudah rusak parah dan tidak bisa digunakan lagi," ujarnya kepada wartawan pada Sabtu, 15 November 2024 lalu.

 

Baca juga: Bangunan Sekolah Rusak, Siswa Korban Gunung Lewotobi Belajar Daring di Rumah

 

 

Untuk mengatasi keterbatasan ruang, sekolah terpaksa menyekat satu ruangan kelas menjadi dua bagian menggunakan lemari buku. 

"Ini satu-satunya cara agar kami bisa menampung dua rombongan belajar dalam satu ruangan," kata Hendrika.

Namun, solusi ini jauh dari ideal. Ketika hujan turun, kegiatan belajar-mengajar sering terganggu karena atap seng yang bocor. 

"Kami harus menghentikan aktivitas belajar karena air masuk ke ruangan," lanjutnya.

SDK Toba merupakan salah satu sekolah tua yang berdiri sejak tahun 1965. Namun, usia sekolah yang telah hampir enam dekade ini tidak diimbangi dengan perhatian yang memadai terhadap infrastruktur.

Selain itu, permasalahan tidak hanya pada gedung sekolah. Guru-guru yang mengajar di SDK Toba juga menghadapi tantangan besar. Dari total delapan guru, hanya satu yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Sisanya adalah guru honor dan komite yang menerima gaji sangat minim.

"Gaji guru honor hanya sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu per semester. Itu pun bergantung pada pembayaran uang komite oleh orang tua siswa," ungkap Hendrika.

Meski demikian, para guru tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk siswa mereka. 

"Kami berdamai dengan keadaan ini demi anak-anak. Namun, kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih," tambahnya.

Keluhan ini akhirnya sampai ke telinga Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende, Mensi Tiwe. Ia menegaskan, SDK Toba akan menjadi prioritas dalam perencanaan anggaran mendatang.

"Terima kasih kepada masyarakat dan media yang telah menginformasikan kondisi ini. Kami akan merencanakan dan memprioritaskan penanganannya," kata Mensi Tiwe kepada wartawan pada Rabu, 20 November 2024.

Namun, Mensi juga mengingatkan pentingnya peran sekolah dalam melaporkan kondisi mereka melalui sistem yang ada. 

"Informasi terkait aset sekolah harus diinput oleh kepala sekolah dalam Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) agar kami dapat memprosesnya," jelas Mensi.

Selain itu, ia juga mendorong pihak sekolah untuk secara proaktif mengirim surat resmi ke Dinas Pendidikan jika ada kondisi darurat yang perlu ditangani segera.

SDK Toba menjadi salah satu contoh nyata tantangan pendidikan di daerah pedesaan, khususnya di Kabupaten Ende. Meski lokasinya jauh dari pusat kota, sekolah ini tetap menjadi andalan bagi masyarakat sekitar untuk memberikan pendidikan dasar bagi anak-anak mereka.

Namun, dengan kondisi infrastruktur yang terbatas, harapan akan pendidikan yang layak menjadi mimpi yang sulit digapai. 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved