Berita NTT

Penjelasan Pemerintah NTT Tarif Pajak Kendaraan Bermotor, Dikenakan Opsen 66 Persen

Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT memberikan penjelasan mengenai penerapan aturan baru perihal tarif pajak kendaraan bermotor.

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
KETERANGAN - Plt Kepala Bapenda NTT Dominikus Dore Payong (kedua kanan) bersama Jupiter H Siburian, Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang (baju putih) saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai pemberlakuan pajak tahun 2025. 

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG  - Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT memberikan penjelasan mengenai penerapan aturan baru perihal tarif pajak kendaraan bermotor.

Plt Kepala Bapenda NTT Dominikus Dore Payong mengatakan Pemprov NTT telah menyiapkan aturan baru mengenai itu. Regulasi itu sebagimana petunjuk pemerintah pusat. 

Dore Payong mengatakan, aturan baru yakni Perda 1 tahun 2024 tentang pajak daerah. Dalam aturan itu ikut mengatur tarif dan opsen pajak kendaraan bermotor. 

Hal itu sejalan dengan aturan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Keuangan (HKPD) dan PP 35 tahun 2005. Pemerintah daerah lalu menjabarkan dalam aturan tiap daerah. Pemprov NTT telah menyusun dan membahas aturan itu bersama DPRD.

"Dalam Perda 1 tahun 2024, tarif pajak diatur bahwa Perda sebelumnya ditetapkan 1,5 persen dari total pajak. Perda baru kita, tarif PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) semula 1,5 diturunkan menjadi 1,2 persen," kata dia, Selasa 10 Desember 2024 di kantor Gubernur NTT. 

Kemudian tarif bea balik nama kendaraan bermotor atau BBNKB pertama untuk roda empat yakni 15 persen, roda dua 14 persen. Sementara dalam aturan baru bagian yang sama diturunkan menjadi 12 persen. 

Kemudian denda keterlambatan dari sebelumnya 2 persen diturunkan menjadi 1 persen. Sedangkan option, yang berarti tambahan pungutan dari pajak kendaraan bermotor. 

Dore Payong menjelaskan, pengenaan opsen menyasar PKB dan BBNKB. Setidaknya dalam aturan baru ini opsen dipatok 66 persen. 

Asumsinya, jika seorang wajib pajak membayar Rp 1 juta, maka Pemprov mendapat bagian 70 persen dan pemerintah kabupaten/kota mendapat 30 persen. Dari 30 persen itu, 50 persen dibagi ke tempat kendaraan itu berasal dan 50 persen lainnya dibagi ke semua kabupaten/kota di NTT. 

"Jadi Rp 150 ribu masuk ke kas daerah Kota Kupang jika kendaraan itu dari Kota Kupang. Sisanya bagi merata ke 22 kabupaten/kota lainnya," kata dia. 

Sementara, dalam ketentuan di Perda 1 tahun 2024 mengenai opsen, pemerintah kabupaten/kota akan mendapatkan 66 persen untuk PKB (pajak kendaraan bermotor) dan BBNKB (bea balik nama kendaraan bermotor). Pemberlakuannya di mulai sejak tanggal 5 Januari 2025.

"Kalau Perda sebelumnya tarif PKB 1,5 persen, seorang wajib pajak membayar Rp 1 juta maka 5 Januari 2024 misalnya jatuh tempo, maka tarif yang diturunkan menjadi 1,2 persen. Kira-kira Rp 900 ribu lebih. Lalu ditambahkan dengan 66 persen jadi kurang lebih Rp 1,5 juta wajib pajak tersebut harus membayar pajak motornya. Jadi ada peningkatan pembayaran biaya pajak kendaraan bermotor oleh karena amanat undang-undang dan Perda," ujarnya. 

Pemprov NTT, kata dia, akan melakukan langkah-langkah strategis terutama dalam option itu. Sejauh ini sudah dilakukan rapat bersama semua pemerintah daerah, agar tidak lagi bagi hasil yang membuat pemerintah daerah pasif. 

Dengan opsen maka, pemerintah daerah lebih aktif dalam pemungutan pajak bersinergi dengan Bapenda di semua daerah. Hal itu juga telah dituangkan dalam nota kesepakatan bersama.

Termasuk melakukan penyediaan anggaran 2,5 persen untuk aktivitas pemungutan pajak di daerah seperti tilang gabungan. Selama ini tilang gabungan disiapkan anggaran oleh Pemprov NTT.

Tilang gabungan itu menjaring wajib pajak dengan durasi dua kali dalam satu bulan. Sementara waktu lainnya digunakan pemerintah daerah untuk melakukan pemungutan pajak. 

"Tambahan pungutan yang namanya opsen sebesar 66 persen," kata dia. 

Kondisi itu, kata dia, membuat cemas para pemungut pajak. Kekhawatiran itu timbul mengenai antusias wajib pajak untuk membayar pajak kendaraan bermotor. 

Masyarakat yang tidak mengetahui informasi ini, menurut dia, bisa saja tetap membayar sesuai dengan aturan sebelumnya. Dia memaklumi itu dan terus akan dilakukan edukasi ke publik. 

Ke depan, ketika ada Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dilantik, akan dilakukan telaah bersama, untuk melihat mengenai antusias wajib pajak membayar pajak.

Jupiter H Siburian, Penyuluh Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kupang mengatakan, dalam undang-undang 7 tahun 2021 tarif PPN paling lambat 2025 akan disesuaikan menjadi 12 persen.

Namun, pemerintah pusat meminta tarif itu tidak berdampak ke semua lini terutama untuk masyarakat menengah kebawa. 

"Jadi ada fasilitas yang barang atau jasa tidak kena PPN, biasanya pendidikan, keagamaan, jasa keuangan, kesehatan itu tidak akan kena PPN. Mau berapapun tarifnya, selama itu tidak berubah maka masyarakat akan terjamin tanpa kena PPN," kata dia. 

Sementara barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN adalah barang untuk kebutuhan pokok. Penyesuaian tarif itu, kata dia, tidak banyak berpengaruh ke masyarakat menengah kebawah. 

Tujuan dari PPN itu adalah selama ini telah dinaikkan pajak UMKM 0,5 persen berapapun omsetnya. Namun, tahun 2022, aturan itu berubah. UMKM dengan omset Rp 500 juta pertama tidak dikenakan PPN. 

Tujuan lainnya adalah, lapisan tarif PPH dari awalnya Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta dinaikkan peringkatnya. 

"Jadi PPH kita subsidi, kita berikan insentif tertentu kemudian PPN yang kita naikan," kata Jupiter. 

Dia mengatakan, meski ada kenaikan namun tetap memperhatikan bagian-bagian yang bisa dipungut pajak. Ia memastikan tidak banyak kelonggaran yang ada dalam ketentuan baru ini.

Berikut ini rinciannya:


1. Perda 2 tahun 2010 dan Perda 1 tahun 2020
*PKB Tarif: 1,5 persen
*BBNKB I untuk Roda 2: 15 persen
* BBNKB I untuk Roda 4: 14 persen
*BBNKB II: 1 persen
*Denda PKB dan BBNKB: 2 persen

2. Perda 1 tahun 2024
*PKB tarif progresif 
Kepemilikan I: 1,2 persen + opsen PKB 66 persen
Kepemilikan ke-II: 1,5 persen + opsen PKB 66 persen 
Kepemilikan ke-III: 1,8 persen + opsen PKB 66 persen 
Kepemilikan ke-IV: 2,1 persen + opsen PKB 66 persen 
Kepemilikan ke-V: 2,4 persen + opsen PKB 66 persen 


*BBNKB I + opsen 66 persen


*BBNKB II: Tidak ada
*Denda PKB dan BBNKB: 1 persen

3. Tarif PPN:
* 11 persen mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022
 * 12 % mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025
* Tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5?n paling tinggi 15 % .

4. PPN Dibebaskan: 
Tidak semua barang/jasa dikenakan PPN, ada juga yang dibebaskan PPN.

* Air bersih
*Gula konsumsi dalam bentuk gula kristal
putih yang berasal dari tebu tanpa
garam tambahan bahan perasa atau pewarna
* Daging segar
* Beras
* Telur
* Jagung
* Sagu
* Buah-buahan
* Sayur-sayuran
* Kedelai
* Rumah subsidi
* Buku pelajaran umum, kitab suci, buku
pelajaran agama
* Jasa pelayanan kesehatan
* Bibit/benih pertanian, perkebunan,
* Jasa pelayanan sosial
kehutanan, peternakan, atau perikanan
 Jasa keuangan
* Pakan ternak
* Jasa asuransi
* Senjata, amunisi, peralatan militer
* Jasa pendidikan
* Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
* Jasa angkutan umum.  

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News


 

 

 

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved