Masa Prapaskah 2025

Homili Paus Fransiskus Saat Misa Rabu Abu Dibacakan Kardinal Angel De Donatis di Basilika St Sabina

Homili Bapa Suci Paus Fransiskus dibacakan Kardinal Angel De Donatis di Basilika Santa Sabina dalam Misa Kudus Hari Rabu Abu, 5 Maret 2025.

Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/HO-VATIKAN NEWS
MISA RABU ABU- Kardinal De Donatis menyampaikan homili Paus Fransiskus untuk Misa Rabu Abu 

TRIBUNFLORES.COM-  Homili Bapa Suci Paus Fransiskus dibacakan Kardinal Angel De Donatis di Basilika Santa Sabina dalam Misa Kudus pemberkatan dan penaburan abu pada Hari Rabu Abu, 5 Maret 2025.

Berikut isi lengkap homili Paus Fransiskus pada Misa Hari Rabu Abu:

Malam ini, kita menerima penaburan abu suci. Hal ini mengingatkan kita pada kenangan akan siapa kita, tetapi juga harapan akan menjadi seperti apa kita kelak. Abu ini mengingatkan kita bahwa kita adalah debu, tetapi abu ini juga menuntun kita dalam perjalanan menuju pengharapan yang menjadi tujuan kita. Karena Yesus telah turun ke dalam debu tanah dan, dengan Kebangkitan-Nya, telah menarik kita bersama-Nya ke dalam hati Bapa.

Dengan demikian, perjalanan Prapaskah menuju Paskah terbentang di tengah-tengah ingatan akan kerapuhan kita dan harapan bahwa, di ujung jalan, Tuhan yang telah Bangkit menanti kita.

Baca juga: Masa Prapaskah Dimulai pada Hari Rabu Abu, Mengapa Abu Dioleskan di Dahi?

 

 

Pertama, kita harus ingat. Kita menundukkan kepala untuk menerima abu seolah-olah melihat diri kita sendiri, melihat ke dalam diri kita sendiri. Sesungguhnya, abu tersebut membantu mengingatkan kita bahwa hidup kita rapuh dan tidak berarti: kita adalah debu, dari debu kita diciptakan, dan kepada debu kita akan kembali. Selain itu, ada begitu banyak waktu ketika kita melihat diri kita sendiri atau realitas yang mengelilingi kita, kita menyadari bahwa “setiap orang berdiri seperti nafas [...] tanpa tujuan mereka dalam kekacauan, mereka menumpuk dan tidak tahu siapa yang akan mengumpulkannya” (Mzm. 39:5-6).

Kita mempelajari hal ini terutama melalui pengalaman kerapuhan kita sendiri: keletihan kita, kelemahan yang harus kita hadapi, ketakutan yang ada di dalam diri kita, kegagalan yang melanda kita, cepatnya impian kita dan kesadaran bahwa apa yang kita miliki hanyalah sementara. 

Terbuat dari abu dan tanah, kita mengalami kerapuhan melalui penyakit, kemiskinan, dan kesulitan yang tiba-tiba menimpa kita dan keluarga kita. Kita juga mengalaminya ketika, dalam realitas sosial dan politik di zaman kita, kita mendapati diri kita terpapar oleh “debu-debu halus” yang mengotori dunia kita: pertentangan ideologi, penyalahgunaan kekuasaan, munculnya kembali ideologi-ideologi lama yang didasarkan pada identitas yang menganjurkan pengucilan, eksploitasi sumber daya bumi, kekerasan dalam berbagai bentuknya, dan perang antar bangsa. “Debu beracun” ini mengotori udara di planet kita yang menghalangi koeksistensi damai, sementara ketidakpastian dan ketakutan akan masa depan terus meningkat.

Lebih jauh lagi, kondisi kerapuhan mengingatkan kita pada tragedi kematian. Dalam banyak hal, kita mencoba untuk menyingkirkan kematian dari masyarakat kita, begitu bergantung pada penampakannya, dan bahkan menghapusnya dari bahasa kita. Namun, kematian memaksakan dirinya sebagai sebuah kenyataan yang harus kita perhitungkan, sebuah tanda akan kerentanan dan singkatnya hidup kita.

 

Baca juga: Bacaan Liturgi Hari Ini Kamis 6 Maret 2025, Pesta Fakultatif Santa Fridolin, Pengaku Iman

 

Terlepas dari topeng yang kita kenakan dan taktik yang dibuat dengan cerdik untuk mengalihkan perhatian kita, abu mengingatkan kita tentang siapa kita. Hal ini bagus untuk kita. Hal ini membentuk kembali diri kita, mengurangi tingkat keparahan narsisme kita, membawa kita kembali pada kenyataan dan membuat kita lebih rendah hati dan terbuka satu sama lain: tidak ada di antara kita yang menjadi Tuhan; kita semua sedang dalam perjalanan.

Prapaskah, bagaimanapun juga, adalah sebuah undangan untuk menghidupkan kembali harapan kita. Meskipun kita menerima abu dengan kepala tertunduk untuk mengingat siapa diri kita, masa Prapaskah tidak berakhir di sana. Sebaliknya, kita diundang untuk mengangkat pandangan kita kepada Dia yang bangkit dari kedalaman maut dan membawa kita dari abu dosa dan maut menuju kemuliaan hidup yang kekal.

Abu mengingatkan kita akan pengharapan yang menjadi tujuan kita dipanggil di dalam Yesus, Anak Allah, yang telah mengambil debu bumi dan mengangkatnya ke ketinggian surga.  Dia turun ke dalam jurang debu, mati untuk kita dan mendamaikan kita dengan Bapa, seperti yang kita dengar dari Santo Paulus: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita” (2 Kor. 5:21).

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved