Kasus Pungli di Sikka

Dispar Sikka Terima Keluhan Marak Pungli di Hutan Lindung Egon dan Pantai Koka Flores NTT

Kasus pungutan liar (Pungli) di tempat wisata marak terjadi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Tempat wisata indah tapi pungli banyak meresahkan

|
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM/HO.AGROTEK.ID
BURUNG - Jenis Burung Seriwang yang juga masih banyak ditemukan di kawasan hutan lindung Egon, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Provinsi NTT. 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Kasus pungutan liar (Pungli) di tempat wisata marak terjadi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Pengunjung pun mengeluh lantaran permintaan uang dari orang-orang yang berjaga di kawasan wisata itu terlampau besar dan tidak disertai karcis.

Mereka pun mengaduhkan hal itu ke Dinas Pariwisata Kabupaten Sikka.

Kepala Dinas Pariwisata, Even Edomeko, mengaku pihaknya menerima banyak keluhan terkait dugaan pungli di tempat wisata.

Baca juga: Terpesona dengan Pemandangan Alam Pantai Koka, Fritz: The Best Beach of Maumere

 

Even Edomeko menyatakan ada dua destinasi yang kerap dilaporkan adanya pungli, yakni Pantai Koka dan Hutan Lindung Egon.

Menurut Even, pemerintah kesulitan menindaklanjuti persoalan pungli di dua destinasi itu. Ia beralasan bahwa dua lokasi tersebut bukan milik pemerintah.

“Pantai Koka bukan milik pemerintah. Setelah kami telusuri, itu milik pengusaha besar di Jakarta,” ujar Even dikutip dari Kompas.Com Rabu 26 Maret 2025.

Menurutnya, pungli memang melanggar aturan, namun pihaknya tidak punya dasar atau aturan hukum untuk melakukan penertiban.

Even melanjutkan, kondisi yang sama terjadi di wisata Hutan Lindung Egon.

Menurutnya, kewenangan pengelolaan destinasi wisata ini ada di Kementerian Kehutanan karena masuk kawasan hutan lindung.

Even mengaku prihatin dengan persoalan tersebut, namun pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena berbenturan dengan wewenang.

“Kami hanya bisa berikan imbauan. Kami tidak punya kewenangan untuk menertibkan pungli,” pungkasnya.

Pantai Koka

Perairan yang bersih dengan gradasi laut warna hijau tosca dan batu karang hitam. Gulungan ombak yang menyapu dan membasahi bibir Pantai Koka berpasir putih itu. 

Destinasi wisata pantai ini di Desa Wolowiro, Kecamatan Paga, wilayah perbatasan Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende. Sekitar 49 kilometer arah barat Kota Maumere di pesisir selatan Kabupaten Sikka.

Tempatnya yang tersembunyi, bersih, dan alamnya yang begitu indah membuat tempat wisata ini digandrungi wisatawan mancanegara. 

PANTAI-
PANTAI- (TRIBUNFLORES.COM)

Hari-hari biasa di pantai ini, pengunjung umumnya wisman sementara akhir pekan banyak dikunjungi wisatawan lokal.

Fritz, pemandu wisata asal Manggarai Timur yang dijumpai di Pantai Koka mengatakan, sudah enam kali mengunjungi tempat wisata ini bersama kliennya, wisatawan mancanegara.

"Pantai Koka the best beach of Maumere karena lokasinya tersembunyi, jauh dari keramaian dan yang datang ke sini sangat sedikit orangnya. Maka wistawan asing sangat senang sekali datang ke Pantai Koka,"ujar Fritz yang sedang menemani sepasang suami istri asal Belanda di Pantai Koka, Sabtu (7/9/2024).

Infrastuktur dan Pengelolaan Pantai Koka

Kata Fritz, Pantai Koka sudah dikenal wisatawan mancanegara. Wisatawan datang karena rekomendasi wisatawan sebelumnya. Tempat wisata pantai yang nyaman, bersih dan sepih. 

Namun sayangnya, kondisi jalan ke Pantai Koka masih buruk begitupun penarikan retribusi yang dilakukakan dua kali. Di pos pertama, karcis masuk untuk mobil Rp 40 ribu dan pos kedua Rp 20 ribu.

Tindakan ini tentu membuat wisatawan merasa tidak nyaman. Menurut Fritz, Pantai Koka harus diatur dengan baik mulai dari infrastuktru jalan hingga penambahan kafe. Yang lebih utama adalah hospitality.

"Terbesit satu harapan untuk Pantai Koka, bahwa kalau bisa  infrastrukturnya dibagus lebih bagus lagi. Setidaknya jalan ke tempat ini bisa diperbaiki, kafenya bertambah biar wisatawan yang datang ke sini bisa banyak pilihan untuk makanan. Karena untuk sementara, kafenya cuma satu sehingga para  tamu tidak punya alternatif lain,"kata Fritz.

Selain Fritz, salah satu pengunjung Pantai Koka, Yohanes Simon Thomas memboyong anggota keluargnya menghabiskan akhir pekan di Pantai Koka. Ia warga Kota Maumere namun asalnya di Desa Wolowiro. 

"Dilihat dari topografi alamnya, Pantai Koka ini sangat menarik dan luar biasa. Sehingga banyak orang mau ke sini. Tapi yang menjadi soal adalah bagaimana pengelolaan di sini,"kata Yohanes.

Yohanes membenarkan bahwa persoaalan di Pantai Koka terkait infrastruktur dan pengelolaan rertibusi. 

"Kemarin itu sudah disepakati oleh desa bahwa, pengelolaan ini satu pintu. Biaya karcis masuk untuk mobil saja, Rp 40 ribu. Tetapi mungkin hal lain di antara masyarakat pemilik lahan, mungkin juga  kurang transparansi dari Kepala Desa, sehingga menimbulkan pembayara retribusi dua kali, "ujar Yohanes.

"Kita harapkan kepala desa dan aparat segerah memanggil orang-orang pemilik tanah untuk mengatur biar, jangan lagi ada pendobelan karcis. Saya sebagai warga di sini, mempunyai harapan besar bahwa tempat ini merupakan tempat wIsiata yang sangat bagus. Selain mendapatkan pendapatan bagi UKM di sini tentunya, perlu ada perhatian dari pemerintah daerah,"pungkasnya.

Gazebo hingga Homestay

Sederet gazebo berjejer di sisi barat Pantai Koka. Tempat untuk bersantai menikmati makanan maupun kelapa muda sambil melihat deburan ombak yang pecah di batu karang.

Selain gazebo, terdapat homestay untuk wisatawan yang menginap.Homestay ini milik Belasius Woda, dengan dinging papaan kayu dilengkapi fasilitas tidur hingga kamar mandi.

Homestay ini terdiri dari lima bangunan rumah yang dibangun di tebing pantai ini  tepatnya di belakang warung Belasius juga rumah utamanya. Harga per malam dibandrol Rp 250 ribu, free breakfeast.

Belasius juga membangun toilet umum untuk pengunjung, sekali pakai Rp 5 ribu. Penunjung juga bisa menyewa ban untuk berenang di Pantai Koka, harga sewanya Rp 25 ribu.  

Mulai Sepi

Pantai Koka, memiliki daya tarik wisata yang besar. Hampir setiap hari destinasi wisata pantai di pesisi selatan Jalur Trans Flores ini dikunjungi wisatawan mancanegara.

Akhir pekan,  Sabtu dan Minggu wisatawan lokal biasanya memadati area wisata bersama keluarga. Kata Belasius, akhir-akhir ini kunjungan wisatawan lokal saat akhir pekan menurun. Hal ini dipicu penarikan tarif masuk dua kali dibayar pengunjung di pos pertama dan pintu masuk ke pantai.

Sementara itu, kunjungan wisatawan mancanegara ke Pantai Koka ikut menurun imbas penutupan Bandara Frans Seda Maumere karena aktivitas erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur.

Belasius berharap, Pemerintah Desa Wolowiro dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka melalui Dinas Pariwisata untuk mencari jalan tengah menyelesaikan polemik distribusi di Pantai Koka. Selain itu ia juga meminta perhatian pemerintah daerah untuk memperhatikan kondisi infrastruktur menuju dan di Pantai Koka.

Hutan Lindung Egon

Lado Wai Liwar atau burung Seriwang kerap dijumpai di kawasan hutan lindung Egon di Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Bukan hanya di kawasan hutan lindung Egon di Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, burung dengan nama latin Terpsiphone paradisi kerap dijumpai di Pulau Flores.

Burung seriwang adalah jenis burung yang sering kali dikatakan mirip dengan burung murai batu ekor panjang. Bedanya, burung ini tergolong kecil dengan kaki yang pendek dan jambul yang unik. Burung dengan nama latin Terpsiphone paradisi ini memiliki ukuran hanya sekitar 19-22 cm dengan sayap yang ukurannya bisa mencapai 86-92 cm.

Uniknya, pada spesies jantan, burung ini memiliki sepasang bulu ekor tengah yang panjangnya sekitar 24-30 cm dan tumbuh di tahun kedua atau ketiga.

Arkadius Jong, praktisi pariwisata di Kabupaten Sikka menyebutkan, burung Seriwang yang dalam bahasa lokal disebut Lado Wai Liwar berukuran kecil dengan memiliki tiga ekor, dua ekor seperti burung pada umumnya sedangkan satu ekor lainnya sangat panjang.

"Kalau saya mengamati dari pengalaman saya, panjang ekornya kurang lebih setengah meter tapi burungnya kecil sekali, ada yang warna hitam tapi ekornya putih, ada putih semua, ada juga yang kuning," jelas Arkadius Jong.

Biasanya, habitat burung ini, kata Arkadius Jong, ada di seluruh wilayah Pulau Flores termasuk di sekitar sumber mata air panas Blidit dan kawasan hutan lindung Egon yang menjadi salah satu spot Festifal Jelajah Maumere.

Arkadius Jong juga menyebutkan, Lado Wai Liwar atau burung Seriwang ini termasuk salah satu spesies langkah.

"Burung itu adanya juga bukan satu gerombolan besar tetapi biasanya hanya dua yang sering dilihat yaitu jantan dan betina dan biasanya pagi sekitar jam 9-10 itu mereka beterbangan," kata Arkadius.

Sebagai praktisi wisata, Arkadius Jong menghimbau kepada masyarakat setempat untuk tetap menjaga fauna unik tersebut yang ada disekitar kawasan hutan Lindung Egon. (kgg).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved