Lipsus Tribun Flores
Inovasi Budidaya Kakao Sang “Master” dari Desa Bloro Sikka dengan Agroforesti dan Konservasi
Gondo tak hanya menjadi mentor bagi petani kakao di Pulau Flores-Lembata. Lewat inovasi budidaya kakao, kebun miliknya menjadi lokasi sekolah lapang.
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Gondolfus Faustinus seorang petani kakao di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dikenal dengan inovasi budidaya tanaman kakao dan konsisten pada pengelolaan biji kakao fermentasi.
Gondo panggilan karib petani kakao Desa Bloro ini dijuluki “Master Kakao” oleh warga desa maupun para petani yang belajar tentang kakao bersamanya.
Pria paruh baya ini sejak 25 tahun lalu, bergelut dengan kakao (Theobroma cacao L) di desanya. Bagi gondo, kebun adalah sekolah tempat ia belajar menjadi seorang petani untuk hidupi keluarga dan berguna bagi sesama petani.
“Awal mula saya juga pernah merantau di Kalimantan. Pada tahun 2.000 saya kembali. Lokasi ini (kebun) kosong hanya kelapa dengan kemiri,” kata ayah dua orang anak ini di kebun kakaonya, Kamis (26/6/2025) lalu.
Lahan kebun warisan ayah dan ibunya seluas tiga hektar saat itu hanya ada tanaman kelapa dan kemiri. Dua tanaman perkebunan ini, kata Gondo, merupakan tanaman warisan keluarga yang pasti ditemui di setiap kebun milik warga Desa Bloro. Setelahnya kakao berkembang menjadi tanaman komoditi unggulan Desa Bloro hingga kini.
Baca juga: Tanam Kakao Ramah Lingkungan,Petani di Sikka Terima Bonus Premium Sertifikasi PT Cargil Indonesia
“Pada tahun 2.000 itu saya mulai menetap di sini sehingga saya berpikir apa yang saya harus berbuat sehingga saya memilih untuk menanam tanaman kakao tapi saya tidak punya ilmu tentang bagaimana membudidayakan kakao,"kata Gondo.
Dari pembibitan generatif
Pada lahan sekitar tiga hektar miliknya, dua hektar ia tanami kakao. Sejak 2001 Gondo memberanikan diri mulai membuat pembibitan menggunakan biji atau metode generatif sebelum ia mengenal metode vegatif. Dari pembibitan menghasilkan 1300 anakan kakao dan mulai tanam pada awal Februari 2002 lalu.
“Saya harus belajar lagi tentang kakao kepada tetangga kemudian tahun 2001 saya mulai buat bibit itu 1300 anakan. Dari 1300 anakan itu pada tahun 2002 bulan Februari tanggal 2 saya tanam dengan pengetahuan tentang kakao yang minim yang saya miliki,”ungkap Gondo mengingat kembali awal mula ia mengembangkan tanaman kakao di kebunnya.
Sejak Februari 2002 itu Gondo membulatkan tekadnya untuk konsern pada budidaya tanaman kakao. Tak sekadar menanam karena harga kakao yang menggiurkan namun ia menyadari pentingnya petani belajar tentang tanaman yang ia tanam.
"Setiap waktu itu saya harus belajar dan kunjung ke kebun-kebun yang baik. Pada tahun 2.006 saya mulai panen dapat Sembilan kilo dengan harga satu kilo Rp 15 ribu. Tahun 2007 saya dapat 50 kilogram, tahun 2008 saya mendapat cukup banyak tapi saya jual kakao biasa tapi saya dapat uang Rp 3 juta dan saya rasa itu lumayan,"ungkap Gondo.
Baca juga: Agustinus Nurak Petani asal Desa Nitakloang Sikka Doakan LPK Musubu
Dikirim untuk belajar kakao di Pulau Sulawesi
Hingga tahun 2012, Gondo mendapat kesempatan untuk belajar lebih jauh tentang budidaya kakao ke Pulau Sulawesi. Kesempatan itu ia dapatkan berkat Swisscontact, sebuah organisasi nirlaba asal Swiss yang kosern pada pengembangan pertanian berkelanjutan di Indonesia.
“Senang sekali pada saat itu. Saya tetap belajar kemudian pada tahun 2012 saya direkrut oleh Swisscontact untuk belajar di Makassar. Pada tahun 2012 April kami pergi ke Masamba ke Palopo untuk kami belajar. Tujuan belajar untuk belajar di PT Mars dan setelah itu kami pulang,”kenang Gondo saat duduk di bawah pohon pala di sela-sela ia mengecek buah kakao yang siap untuk dipanen.
Kata Gondo, di Masamba tepatnya Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, ia mulai belajar budidaya kakao yang baik dan mengenal pembibitan vegetaif, menggunakan bagian tanaman seperti daun, dahan, dan pucuk, stek dan sambung, sebagai sumber entres memperbanyak klon.
“Setelah kami pulang dari Masamba kami bawa dengan entres, itu kolon unggul kemudian pengetahuan kami sudah semakin baik, dan kami praktekan dan melatih petani-petani lain di sini. Kemdian klon-klon yang kami bawah dari sana berkembang dengan baik,”ujar Gondo.

Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, Kamis (26/6/2025) lalu.
Kembangkan pembibitan vegetatif
Sekembalinya dari Masamba 13 tahun lalu, Gondo memilih untuk mengembangkan pembibitan vegetatif hingga saat ini. Pembibitan ia lakukan melalui uji coba di kebun sendiri meski awalnya sempat ditentang sang istri karena merehabilitas kebun kakao.
Akhirnya tahun 2014 menjadi awal Gondo melakukan sambung pucuk menggunakan klon lokal yang ada di kebunnya. Klon lokal disambung dengan klon unggulan yang tahan hama dan penyakit, menurutnya cukup berhasil.
“Akhirnya pada tahun 2014 saya mulai melakukan penyambungan tapi saya sudah belajar mulai tahun 2004-2005 tapi waktu itu saya membuat dengan entres dari klon lokal, pada tahun 2012 kami pulang dari Masamba kami membawa klon-klon unggul di situ kami memulai sambung ada banyak klon, jadi kita banyak sambung pucuk dari tunas air,”kata Gondo.
Meski dilihat berhasil, ia tak takut mengambil risiko merehabilitas klon-klon unggul nasional yang tidak berkembang. Rehabilitas ia lakukan dua kali guna meningkatkan produksi biji kakao. Dengan rehablitas ini ia mengetahui dua klon yang tahan hama dan berkembang di kebunnya adalah MCC 02 dan BB.
“Rehabilitas dua kali. Jadi karena awalnya banyak klon, pada hal itu sudah pola tebang tapi karena tidak tahan terhadap hama dan penyakit maka saya sambung lagi kemudian saya tebang. Kakako dalam kebun ini dari klon MCC 02 dengan BB,”kata Gondo.

saat melakukan sambung puncuk pada tunas air pohon kakao, Jumat (27/6/2025).
Konsisten terapkan P3S untuk peningkatan produksi
Selain merehabilitas klon-klon kakao yang tidak produktif, Gondo sangat konsisten pada metode P3S (pemangkasan, pemupukan, panen sering, dan sanitasi) untuk pengendalian hama dan penyakit guna meningkatkan produksi kakao.
Metode P3S ini menjadi bagian penting dalam budidaya kakao di kebunya. Baginya seorang petani kakao harus tahu memperalakukan kebun kakao dengan baik.
“P3S-nya berjaalan bagus. Praktek berkebun kakao yang baik dan benar itu yang dilakukan. Jadi praktek budidaya kakao yang benar itu pada pemangkasan, pemupukan, panen sering, dan sanitasi,”katanya.
Gunakan pupuk organik dan pestisida nabati
Dari P3S ini, Gondo memilih menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati sebagai sanitasi. Pupuk organik dan pestisida nabati menurutnya lebih ramah lingkungan dan meningkatkan kualitas.
Gondo membuat rorak sebagai sumber pupuk organik, saluran buntu sebagai media penampung bahan organik dan sumber hara bagi kakao. Ia membuat rorak sekitar 75 cm-1 meter di sekitar pohon kakao yang diisi sisa hasil pangkasan kakao dan gulma.

Rorak ini selain sebagai tempat jebakan air dan tanah yang tererosi, galian ini sebagai salah satu tindakan konservasi tanah dan air. Sementara itu sumber bahan organik yang disimpan dalam rorak seperti kulit buah kakao, daun penaung dan serasah lainnya menjadi pupuk organik bagi tanaman kakao.
“Pemupukan itu sangat perlu kita lakukan, jadi kita harus kembalikan sisa hasil pangkasan kulit buah kakako, kemudian kita membuat rorak yang berfungsi sebagai lubaang resapan sekaligus kita memasukan di dalamnya bahan-bahan organik yaitu sisa-sisa hasil pangkasan buah kulit kakako yang ada kemudian kotoran lainnya kita masukan,”kata Gondo.
Rorak kata Gondo, sebagai sumur resapan dan bisa dimanfaatkan pada musim kemarau, rorak juga memaksimalakan nutrsi yang ada di sekitar karena semua bahan organik jadi dimasukan dalam lubang itu.
“Dia akan menyerp banyak, kalau sudah penuh kita dapat menggali rorak baru di sebelah digali bertahap,”ungkapnya.
Menjaga keseimbangan ekosistem
Sementara untuk pestisida nabati, ia menggunakan tanaman lain yang ada di kebunnya. Pestisida nabati ia terapkan agar menjaga keseimbangan ekosistem di kebunnya.
Ia menggunakan lengkuas, sereh, bawang putih dan labu jepang sebagai bahan pembuatan pestisida nabati.
Baginya penggunaan pestisida nabati untuk menjaga satwa-satwa yang tak perlu dibunuh termasuk bakteri-bakteri baik.
Penggunaan pestisida nabati memang membutuhkan waktu untuk mengendalikan hama dan penyakit, namun ia mudah terurai dan tidak berbahaya bagi lingkungan.
“Ada yang perlu diperhatikan, satwa-satwa yang tidak perlu dibunuh, contoh burung pelatuk dia juga memangsa ulat penggerek batang, kemudian laba-laba. Tapi kalau pengendalian dengan bahan kimia maka semua makhluk kecil itu akan punah termasuk dengan bakteri-bakteri yang baik akan punah, dia tidak terurai kalau tanah sudah cacing juga mati,”kata Gondo.
“Pengendalian hama dan penyakit pada kakako menggunakan pestisida nabati. Kita meramu dengan berbagai tanaman yang ada di kebun ini yakni pakai lengkuas, sereh, bawang putih, dan kemudian bawang putih, labu jepang sebagai prekat,”ungkapnya.
Agroforesti dan konservasi
Di kebun seluas tiga hektar itu, Gondo tidak saja menanam kakao namun ada tanaman lain seperti pala, kemiri, kelapa hingga vanili. Tanaman selain kakao ini disebut sebagai tanaman penanungan.
Gondo menempatkan tanaman penaung ini untuk menahan angin, menjaga dari sinar matahari hingga intensitas curah hujan. Selain itu, bagian tanaman penaung ini menjadi serasah sumber unsur hara tanaman kakao.
“Di dalam kebun ini, dikeliling tanam keras, seperti nangka adalah pematah angin, mahoni, jatih putih, dan satu lagi tempat, di situ sering longsor, di situ saya menanam kayu putih untuk membendung jangan sampai terjadi longsor,”kata Gondo.
Ia menjeslakan konsep agroforesti yang ia terapakan kondisi iklim di Flores yang cukup kering. Menurutnya, agroforesti sangat cocok di Pulau Flores.
“Mereka akan saling melindungi dan menanungi, harus agroforesti tapi kalau monokultur itu hancur. Monokultur bisa kecuali di iklim basah,”jelasnya.

petani kakao di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, Jumat (27/6/2025).
Jaga kualitas biji kakao fermentasi
Gondo tak sekadar membudiayakan tanaman kakao untuk meningkatkan produksi. Ia juga konsisten menjaga kualitas biji kakao pascapanen dengan fermentasi.
Sebagian petani kakao di desanya mengolah biji kakao biasa, namun sebaliknya ia memilih pengolahan biji kakao fermentasi meski tak banyak dilirik petani kakao di Desa Bloro.
“Karena saya seorang petani kakao, untuk mempertahankan kualitas kakao dengan fermentasi. Masih juga satu dua orang yang mencari kakao fermentasi,”kata Gondo.
Ia sangat yakin kualitas biji kakao karena pengolahan yang baik yaitu fermentasi. Melalui uji cob aitu, Gondo mengetahui pembentukan cita rasa cokelat yang khas berasal dari proses fermentasi.
“Fermentasi membuat cita rasa khas kakao. Dia sangat gurih, dan lezat, kalau tidak fermentasi itu bijinya pahit dan tidak enak. Selama aini saya membuat wadah untuk fermentasi menggunakan kotak dari kayu, dikasih lobang untuk sirkulasi udara,”katanya.

Desa Sejahtera Astra hidupkan asa petani kakao Desa Bloro Sikka
Bertahun-tahun Gondo mempertahankan fermentasi biji kakao dengan pasar yang terbatas, biji fermentasi itu dibeli Unit Pelaksana Teknis Sikka Innovation Center (UPT SIC) milik pemerintah daerah Kabupaten Sikka yang memproduksi cokelat Chosik.
Selain UPT SIC, peminat biji kakao fermentasi ada Koperasi Serba Usaha (KSU) Plea Puli Desa Bloro, KSU ini juga mengembangkan produk cokleat dari biji kakao fermentasi.
“Selama bertahun-tahun, saya menjualnya di maumere pasarnya di Pemda Sikka yaitu Chosik dan KSU Plea Puli jadi, hargany sberbeda dengan harga kakako biji asalan,”kata Gondo.
Dari segmentasi pasar yang terbatas itu, Gondo kini lebih percaya diri dengan hadirinya Program Desa Sejahtera Astra (DSA) dari PT Astra International Tbk yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui pemberdayaan ekonomi dan pengembangan potensi Desa Bloro.
“Memang dengan kegiatan Astra ini adalah untuk pasar fermentasi (biji kakao). Harapannya mereka bisa membeli kakao biji fermentasi. Karena selama ini belum ada yang datang membeli biji kakao fermentasi selai Chosik dan Plea Puli
Kata Gondo, Desa Bloro ditetapkan sebagai bagian dari DSA mulai tahun ini. Ia sangat mengapresiasi kehadiran DSA di Desa Bloro yang memberikan bantuan yang dibutuhkan petani kakao seperti kontak fermentasi, plasik UV, tempat jemuran biji kakao dan lainnya.
“Semua bantuan diberikan tapi harapan besar petani kakao adalah pasar kakao biji fermentasi,”pungkasnya.

Gondo inovator petani kakao di Desa Bloro
Gondo tak hanya menjadi mentor bagi petani kakao di Desa Bloro, ia juga dikenal oleh petani kakao di Pulau Flores-Lembata.
Lewat inovasi budidaya kakao yang ia lakukan, kebun kakao miliknya menjadi lokasi sekolah lapang berbagai kalangan, mulai dari petani, siswa, mahasiswa hingga akademisi.
“Sebagai petani ilmu itu ada di kebun dan jika kita selalu menguji coba pasti kita menemukan hal yang baru. Dan memang itu harus dibagikan kepada petani-petani lainnya,”imbuhnya.
Kelompok Tani Plea Puli Desa Bloro, merupakan kelompok tani yang bergerak di bidang budidaya tanaman perkebunan seperti kelapa, kakao, marica, dan vanili.
Ketua kelompok tani, Fransiskus Saverius Nurak, (28/6/2025) mengakui sosok Gondo memberi banyak perubahan pada pengembangan budidaya kakao di Desa Bloro.

yang melakukan sekolah lapang di kebunnya, Kamis (26/6/2025) lalu.
Gondo menjadi motor penggerak bagi petani kakao di desannya untuk melakukan praktek budidaya kakao yang baik dan benar.
Kebunnya kerap dikunjungi petani lain untuk meihat mantan petani kelapa sawit itu merawat tanaman kakao.
“Bapak Gondo ini ahli di bidang kakao di Desa Bloro untuk merawat tanaman kakao itu sampai pascapanen dan bagaiamana untuk merehabilitasi klon-klon dengan teknik sambung pucuk. Banyak petani di sini yang diajarkan oleh bapak Gondo, sehingga petani mulai merubah cara (pembibita), dia sangat berjasa,”kata Ketua Kelompok Tani Plea Puli ini.
Senada dengan Gondo, Saverius mengungkapkan kehadiran Astra di Desa Bloro meyakinkan petani kakao untuk mempertahakan pengolahan kakao biji fermentasi sebagai produk unggulan Desa Bloro.

Daniel Desa, Kepala Desa Bloro, (30/6/2025) mengatakan, mulanya hanya dua kebun kakao di Desa Bloro. Perkebunan itu milik kelompok tani dan milik Gondo, namun sering berjalan waktu masyarakat mulai menekuni budidaya kakao karena melihat tingginya permintaan pasar terhadap tanaman perkebunan satu ini.
“Masyarakat mulai sadar bahwa kakao ini menghasilkan uang sehingga mereka mulai rajin tanam kakao dari kebun ke kebun dengan pola tradisional. Dalam hal ini ada yang bergerak dalam kelompok dan ada yang sendiri seperti bapak Gondo,”kata Daniel Desa.
Kepala Desa Bloro ini mengakui bahwa Gondo adalah pribadi yang mengubah wajah Desa Bloro sebagai desa kakao. Banyak kalangan datang dan mengenal Bloro karena belajar kakao di kebunnya.
“Dia belajar sendiri. Dia pribadi yang luar biasa karena dia sendiri menjadi petani kakao yang professional, dia sangat amat mengenal kakao seperi pacar. Ia mengenal karakater kakao dari tahun ke tahun,”ungkapnya.

Kabupaten Sikka, saat ikut memanen kakao di kebun milik Gondolfus Faustinus, Kamis (26/6/2025).
Sementara itu, fasilitator Program DAS, Voni Vrancis mengatakan Gondo adalah petani kakao yang ulet dan visoner. Menurutnya, “Master Kakao” itu layak menjadi bagian dari Program DSA karena inovasi dan perannya bagi petani lainnya.
“Kami rasa dia pantas sekali di dalam Program DSA ini menjadi inovator desa yang harus diangkat karena dia tidak hanya menemukan SOP terbaik budidaya kakao sehingga kakao menjadi unggul di desa menjadi andalan pendapatan asli penduduk Desa Bloro,”kata Vony.
Vony juga menjelaskan bahwa Program Desa Sejahtera Astra (DSA) adalah program dari PT Astra International Tbk yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui pemberdayaan ekonomi dan pengembangan potensi desa.
Program ini berfokus pada pengembangan kewirausahaan, penguatan kelembagaan desa, peningkatan kapasitas masyarakat, dan akses pasar untuk produk desa.
Program Desa Sejahtera Astra dari Astra memberikan berbagai bantuan, termasuk pelatihan dan pendampingan usaha, penguatan kelembagaan, bantuan prasarana, serta fasilitasi modal dan pemasaran ekspor.
Tujuan program ini adalah untuk mendorong kemandirian dan daya saing desa. Vony berharap hadirnya Program DSA di Desa Bloro, kakao bloro bisa menjangkau pasar lebih luas hingga ke mancanegara. (KAN)
Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.