BPJS Ende

Kisah Perjalanan Setahun Cuci Darah, Program JKN Selamatkan Nyawa Warga Pelosok NTT

Pengakuan pria berusia 37 tahun ini juga menjadi bukti betapa besarnya manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bukan hanya program

|
Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/ALBERT AQUINALDO
KANTOR-Kantor BPJS di Kabupaten Ende, Provinsi NTT. 

 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES,COM, Albert Aquinaldo


TRIBUNFLORES.COM, ENDE – “Kalau tidak ada JKN, tidak tahu lagi apakah saya masih bisa hidup atau mungkin sudah tidak ada,” kenang Saferinus A. Weka, warga Desa Tanali, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sepenggal kalimat lirih pengakuan ayah satu anak yang sejak awal tahun 2024 menjalani cuci darah atau hemodialisa setelah didiagnosa menderita gagal ginjal menjadi bukti kontribusi nyata program JKN untuk anak bangsa di pelosok negeri.

Pengakuan pria berusia 37 tahun ini juga menjadi bukti besarnya manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN bukan hanya sekadar program pemerintah.

JKN memberikan jaminan hidup bagi warga kurang mampu, lebih dari sebuah program pemerintah yang bertujuan memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia hingga ke pelosok dan memastikan semua anak bangsa mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang layak dan terjangkau tanpa terkendala biaya.

 

 

 

 

Baca juga: BPJS Kesehatan Permudah Akses Layanan JKN bagi Warga Desa Golo Pongkor NTT

 

 

 

 

 

 

 

 

Setiap hari Rabu dan Sabtu, Saferinus bersama sang istri menempuh perjalanan kurang lebih 104 km lebih dengan memakan waktu perjalanan darat kurang lebih 2 jam 55 menit dari kampungnya di Desa Tanali, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende untuk sampai di RSUD Tc Hillers Maumere di Kabupaten Sikka, demi menjalani cuci darah.

Saferinus bertarung dengan dirinya sendiri, melawan rasa sakit, keinginan untuk tetap ada bersama sang istri dan anak serta guncangan kendaraan saat melewati ruas jalan Trans Utara Pulau Flores yang kondisinya tidak baik-baik saja. Bebatuan, kubangan, jalan berlubang, aspal pecah kerap ia lewati setiap dua minggu sekali demi cuci darah. 

Pola hidupnya jauh sebelum ia menderita gagal ginjal hingga menjalani cuci darah menjadi pelajaran yang sangat berharga baik bagi Saferinus maupun orang lain.

Awalnya, ia menderita sakit lambung. Kebiasaan warga pelosok, obat paling manjur saat menderita sakit adalah ramuan tradisional. Selama kurang lebih enam bulan, Saferinus mengkonsumsi ramuan tradisional. 

 

 

Baca juga: Dr. Marsel Payong Sebut Dosen Muda Unika Ruteng Harus Visioner dan Profesional

 

 

Alih-alih sembuh, sakit yang diderita Saferinus malah bertambah para hingga dilarikan ke puskesmas terdekat.

“Sejak tahun 2023 itu saya sakit lambung dan saat itu saya konsumsi ramuan tradisional selama enam bulan sampai sakitnya jadi lebih parah dan masuk ke Puskesmas Welamosa, waktu itu malam hari. Sempat dirawat di Puskesmas Welamosa tapi kemudian dirujuk ke rumah sakit di Kota Ende subuh. Setelah diperiksa dokter di RSUD Ende, saya didiagnosa derita beberapa penyakit, hepatitis, lambung dan ada gangguan ginjal,” tutur Saferinus mengenang awal Ia didiagnosa mengalami sakit komplikasi, Kamis (17/7/2025). 

Sejak saat itu, selama kurang lebih tiga minggu, kondisi fisiknya terus menurun hingga mengganggu sistem saraf yang membuatnya kehilangan kesadaran seperti orang yang mengalami gangguan kejiwaan.

“Tidak sadar, macam orang gila, cerita sembarang, omong sembarang, dari situ dokter vonis saya tidak bisa lagi dirawat di rumah sakit Ende, dokter sarankan saya harus dirujuk ke Kupang untuk cuci darah karena katanya cairan sudah menumpuk bahkan sudah naik ke saraf otak terus ginjal sudah tidak berfungsi,” kenangnya. 

 

 

 

Baca juga: Cahaya Harapan Yoyandri dan 9 Keluarga Lainnya, Sabu Raijua Kini Lebih Terang

 

 

Setelah berembuk dengan keluarga dan mencari tahu informasi rumah sakit di Pulau Flores yang melayani hemodialisa, akhirnya Saferinus dirujuk ke RSUD Tc Hillers Maumere. 

Hingga awal tahun 2024, Saferinus dirujuk dari RSUD Ende ke RSUD Tc Hillers Maumere di Kabupaten Sikka yang berjarak ratusan kilometer dari Kota Ende. 

Setibanya di RSUD Tc Hillers Maumere, Saferinus mendapat tindakan medis di IGD rumah sakit yang menjadi rumah sakit rujukan se-daratan Flores yang kini turun kelas menjadi rumah sakit tipe D. 

Ia pasrah mendengar diagnosa dokter dan penjelasan keluarga.

 

 

Baca juga: SMAN 1 Waigete Sikka Misa Pembukaan Tahun Ajaran Baru

 

 

“Waktu itu saat mau rujuk, saya sempat sadar dan mereka sampaikan ke saya bahwa saya harus dirujuk ke rumah sakit Maumere untuk cuci darah, saya bilang ok yang penting saya hidup karena saya pikir istri dan anak yang masih kecil, ya bagaimanapun saya siap, yang penting saya sehat,” ujar Saferinus yang saat itu merasa campur aduk antara putus asa dan keinginan kuat untuk tetap hidup.

Soal biaya rumah sakit, Saferinus dan sang istri merasa tidak terbebani karena dia sudah menjadi peserta JKN sejak masih duduk di bangku SMA. Yang ada dipikiran Saferinus saat itu hanyalah biaya transportasi serta makan minum selama berobat di rumah sakit di Kota Maumere. Jauh dari rumah dan kampung halamannya.

Namun, berkat kegigihan sang istri yang berharap sang suami kembali hidup sehat, Sofia Ndimbu rela menggantikan peran Saferinus sebagai tulang punggung keluarga demi melancarkan semua kebutuhan transportasi dan makan minum selama menjalani cuci darah di RSUD Tc Hillers.

"Yang penting dia (red: suami) sehat, saya rela kerja apa saja yang penting suami tetap ada bersama saya dan anak. Beruntungnya kami sudah jadi peserta JKN jadi soal biaya rumah sakit kami sudah terbantu sekali," kenang Sofia Ndimbu.

Setelah mendapat perawatan di IGD dan ruang perawatan RSUD Tc Hillers Maumere, Saferinus mulai menjalani cuci darah dan di dorong ke ruang bedah untuk menjalani operasi. 

Empat kali empat cuci darah sesi pertama, ia tak sadarkan diri. Ia tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Barulah pada cuci darah sesi kedua, barulah ia sadar. Ia sedang menjalani cuci darah.

Penderitaan Saferinus belum berhenti sampai disitu. Empat bulan setelah cuci darah tepatnya di bulan Mei 2024, dokter menyatakan dirinya mengalami gangguan saraf di bagian kaki dan berpotensi lumpuh. Akibatnya, sejak Mei sampai Agustus 2024, Saferinus hanya bisa terbaring lemas di atas tempat tidur.

Ditambah lagi, selama menjalani cuci darah di RSUD Tc Hillers Maumere, Saferinus bersama sang istri harus numpang hidup di rumah kerabat dekatnya di Kota Maumere. 

Selain berobat, Saferinus juga tidak lupa terus berdoa bahkan mengundang pastur(imam Katolik) untuk mendoakan dirinya agar tetap kuat secara rohani.

“Selama di Maumere kami nginap di rumah keluarga, disamping sambil berobat saya undang pastor untuk doakan suami saya, datang kasih komuni di rumah,” ucap sang istri Sofia dengan nada sedih mengingat masa-masa kritis yang dijalani sang suami. 

Doa dan usaha istri memang menjadi kekuatan tersendiri bagi sang suami, Saferinus. Dorongan serta dukungan yang terus mengalir dari sang istri membuat Saferinus tetap bertahan hidup hingga saat ini meski harus terus menjalani cuci darah.

Semangat untuk terus hidup bersama sang istri, Sofia Ndimbu dan anak Maria V.B Weka juga terus membara dalam diri Saferinus.

Pada awal Agustus 2024, Saferinus dengan sisa tenaganya, mencoba melakukan latihan ringan seperti berjalan. Hingga akhir tahun 2024, Saferinus mulai menjalani aktivitas seperti biasa, layaknya seseorang yang tidak menderita sakit.

Meski sudah bisa beraktivitas, hingga saat ini Saferinus masih terus menjalani cuci darah di RSUD Tc Hillers Maumere.

Sejak bulan September 2024 hingga bulan April 2025, Saferinus harus menjalani satu kali cuci darah dalam seminggu.

Namun, sejak bulan Mei 2025 lalu, Saferinus kembali mengalami sesak nafas hingga pada akhirnya Ia meminta pencucian darah dilakukan dua kali dalam seminggu di RSUD Tc Hillers Maumere.

“Sekarang saya hanya bisa lakukan pekerjaan-pekerjaan ringan seperti urus ternak, pekerjaan yang ringan lah terus bisa bawa motor juga,” kata Saferinus.

Awal Mula Perjalanan Menjadi Peserta JKN

Sejak duduk di bangku SMA, Saferinus A, Weka sudah menjadi peserta JKN melalui bantuan pemerintah Desa Tomboweka, Kecamatan Ende Timur. 

Pada saat menikahi Sofia Ndimba yang merupakan warga Desa Tanali, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, kepesertaan JKN Saferinus berpindah faskes ke Puskesmas Welamosa di Kecamatan Wewaria.

“Dari Welamosa saya pindah lagi di faskes rumah sakit Pratama Tanali, karena tidak sistem online akhirnya saya sekarang pindah faskes di Puskesmas Beru di Kota Maumere, saya sudah lama sekali menjadi peserta JKN,” kata Saferinus.

Menjadi peserta JKN menjadi berkah tersendiri bagi Saferinus dan keluarga karena dirinya sudah merasakan manfaat JKN selama menjalani cuci darah.

“Saya sangat bersyukur, dengan adanya JKN saya bisa alami keringanan biaya dan tidak sulit saat berobat dan cuci darah di rumah sakit, saya bersyukur sekali, kalau tidak ada JKN, entah saya hidup atau bagaimana saya tidak tahu lagi karena soal biaya rumah sakit tidak mudah kalau tanpa JKN,” ungkap Saferinus.

"Kalau tidak ada JKN, saya pasti kewalahan, untung ada JKN makanya saya bisa bawa suami saya ke rumah sakit untuk cuci darah sampai sekarang, terima kasih JKN," kata Sofia Ndimbu bersyukur.

Disisi lain, Saferinus berharap pelayanan di rumah sakit terhadap pasien peserta JKN lebih diperhatikan.

“Tapi apapun itu, saya sangat bersyukur dan terima kasih karena dengan JKN ini dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi saya, keluarga dan orang lain, JKN sangat berguna, meskipun ada sedikit masalah dalam pelayanan tetapi JKN sangat berguna bagi masyarakat kecil seperti saya ini,” kata Saferinus.

Cuci darah yang dijalani Saferinus belum berhenti dan akan terus dilakukan, entah sampai kapan mesin hemodialisa berhenti beroperasi di tubuh Saferinus. Namun, harapan kembali hidup sehat terus bergelora dalam diri Saferinus.

Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Ende, Nara Grace Br Ginting menyebut, layanan penyakit berbiaya tinggi di wilayah kerja Kantor BPJS Kesehatan cabang Ende meliputi operasi sectio, operasi katarak dan hemodialisa. 

"Layanan berbiaya tinggi di daerah kita diantaranya operasi sectio, operasi katarak dan hemodialisa, walaupun kita di daerah 3T tetapi ada layanan berbiaya tinggi seperti hemodialisa ini kan artinya pola hidup masyarakat juga sudah mulai menjadi ancaman," kata Nara Grace prihatin.

Berdasarkan data, Saferinus merupakan satu dari 115 warga yang mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisa. 

Dari total 115 orang yang mengalami gagal ginjal, total pelayanan cuci darah hingga bulan Mei 2025 mencapai 2.300 kasus dengan total biaya keseluruhan dalam kurun waktu kurang lebih satu tahun mencapai Rp 2,1 miliar.

Biasanya, penderita gagal ginjal disarankan untuk melakukan hemodialisa 2-3 kali dalam seminggu. Biaya pelayanan satu kali cuci darah mencapai Rp 883.300/orang.

Selain cuci darah, total kasus penyakit berbiaya tinggi di wilayah kerja Kantor BPJS Kesehatan cabang Ende hingga bulan Mei 2025 seperti melahirkan sebanyak 1339 kasus dengan total biaya Rp 8.015.730.300 dan operasi katarak dengan total 632 kasus dengan biaya Rp 4.275.978.300. (bet)

 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved