Kasus TBC di TTS
426 Warga TTS Idap TBC, Kadis Kesehatan Sebut Upaya Skrining Belum Maksimal
Dengan kasus yang terus meningkat ini, dr. Karolina menyebutkan kendala yang dihadapi di lapangan.
Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Maria Vianey Gunu Gokok
TRIBUNFLORES.COM, SOE- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dr. R. A. Karolina Tahun menjelaskan jumlah warga atau kasus Tuberkulosis (TBC) meningkat dari Januari sampai dengan Juli 2025.
Ia menyebutkan salah satu kendala penanganan TBC di TTS yaitu alat diagnosa cepat TBC di TTS hanya enam dan sulit menjangkau semua wilayah daerah ini.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, kasus TBC pada tahun 2021 sebanyak 321 kasus. Naik menjadi 574 pada tahun 2022, terus meningkat menjadi 633 tahun 2023. Tambahan 14 kasus di Tahun 2024 menjadi 647. Hingga Juli 2025 kasus TBC di TTS di angka 426.
Baca juga: 209 Warga Belu Derita Penyakit TBC, Dinkes Dorong Eliminasi via Desa Siaga
"Untuk proses penanganan empat tahun terakhir, kami gencar melakukan skrining penemuan terduga dengan target yang ditetapkansecara masif, dan merata agar menemukan kasus pengobatan tuntas, sehingga dapat memuruskan rantai TBC," jelas dia Jumat (8/8/2025).
Ia menjelaskan tahapan penanganan TBC meliputi tiga tahap. Tahapan tersebut antara lain skrining penemuan secara tinggi dan merata, investigasi kontak penderita dengan orang terdekat, dan TPT.
"Proses penanganan ada beberapa tahapan yang kita lakukan untuk mempercepat pemutusan rantai penularan, yaitu skrining Penemuan terduga, dan secara dini memberikan mengobati sampai sembuh. Selanjutnya investigasi dengan orang terdekat penderita TBC khususnya yang pernah berinteraksi," jelasnya.
Sedangkan TPT, ia menjelaskan TPT yakni pemberian terapi pencegahan TBC untuk semua orang serumah yang memiliki kontak erat dengan penderita TBC aktif, untuk mencegah perkembangan infeksi laten TBC menjadi TBC aktif.
"TPT diberikan dalam bentuk obat yang diminum secara teratur tujuan untuk membunuh bakteri TBC yang mungkin sudah ada dalam tubuh namun belum aktif," jelasnya.
Dengan kasus yang terus meningkat ini, dr. Karolina menyebutkan kendala yang dihadapi di lapangan. Salah satunya dukungan orang sekitar kepada penderita yang rendah.
"Upaya skrining yang belum maksimal, karena itu perlu menjadi perhatian semua pihak, terutama dukungan keluarga pasien. Adapun TPT juga belum bisa berjalan sesuai harapan, karena keterbatasan obat TPT, sehingga belum bisa mengakomodir semua kontak orang terdekat penderita, " jelasnya.
Menurutnya untuk memutuskan rantai penularan melalui TPT juga terkendala karena penderita merasa sehat dan enggan minum obat. Selain itu stigma yang berkembang di masyarakat, serta peralatan penentuan diagnosa cepat, hanya tersedia di enam lokasi center wilayah.
"Peralatan penentuan diagnosa menggunakan alat test cepat molekuler atau TCM, di TTS hanya ada di 6 lokasi yang menjadi center wilayah, sehingga untuk kasus TBC dengan luas wilayah dan akses masih menjadi kendala untuk transportasi specimen, "ungkapnya.
Untuk ketersediaan obat TBC, dr. Karolina Menjelaskan mendapat suplai dari pusat lewat propinsi sehingga sejauh ini masih memenuhi kebutuhan di Kabupaten TTS.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.