Prada Lucky Namo Meninggal
Sara Lerry Mboeik Desak Kasus Prada Lucky Dibuka ke Publik
Direktur PIAR NTT sekaligus aktivis hak asasi manusia, Sara Lerry Mboeik, menilai kasus kematian Prada Luki
Laporan Reporter POS-KUPANG. COM, Tari Rahmaniar Ismail
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Direktur PIAR NTT sekaligus aktivis hak asasi manusia, Sara Lerry Mboeik, menilai kasus kematian Prada Lucky akibat dugaan kekerasan senior di lingkungan TNI bukanlah persoalan oknum semata, melainkan masalah sistemik yang membutuhkan reformasi mendasar.
“Kalau disebut oknum, artinya tidak terjadi di banyak tempat. Tapi kenyataannya, kasus serupa berulang di berbagai daerah. Ini menunjukkan ada masalah sistemik,” ujar Sara, Kamis (13/8).
Ia mengungkapkan, sepanjang empat tahun terakhir, kasus kekerasan di lingkungan militer menjadi sorotan publik, bahkan di tahun ini dirinya sudah menangani dua kasus serupa.
Baca juga: Cerita Sukses Listen Eoh Jadi Pengusaha Mebel di Kota Kupang
Sara juga menilai, proses adaptasi di lingkungan militer kerap dilakukan dengan pola kekerasan yang bahkan sampai memakan korban jiwa.
Sara menekankan pentingnya keterbukaan proses hukum. Menurutnya, pengadilan militer seharusnya membuka sidang untuk publik, terutama dalam kasus penyiksaan.
“Kalau kasus seksual tertentu memang bisa ditutup, tapi ini penyiksaan yang menyebabkan kematian, kenapa harus tertutup? Publik punya hak untuk mengawasi agar tidak ada lobi atau bargaining yang mengurangi keadilan,” ungkapnya.
Ia juga mengkritik lambannya penentuan motif dan minimnya perlindungan bagi korban lainnya yang diduga masih ada. Sara berharap seluruh korban dilindungi dan proses otopsi dilakukan secara profesional demi mengungkap kebenaran.
Kepada keluarga Prada Luki, Sara berpesan agar tetap konsisten memperjuangkan keadilan meski dalam kondisi berduka. “Membuka kebenaran bukan berarti membenci institusi. Justru kita ingin memperbaikinya agar tidak ada korban berikutnya,” ujarnya.
Baca juga: Gratis, Pemerintah Kota Kupang Siapkan Satu Unit Mobil Pengantin untuk Warga
Sementara untuk keluarga pelaku, ia meminta agar pola kekerasan dalam proses adaptasi dihapuskan dan pelaku menerima konsekuensi hukum.
“Datanglah minta maaf kepada keluarga korban, dan terimalah hukuman. Ini bukan zaman barbar lagi,” ungkap Sara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.