Berita Manggarai

Tujuh Tahun Gendang Tenda Dibangun, Diberkati Uskup Ruteng Mgr.Siprianus

Editor: Egy Moa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Uskup Ruteng, Mgr Siprianus Hormat,Pr, memimpin misa syukur peresmian rumah Gendang Tenda, Rabu 21 Oktober 2021.

Laporan Reporter TRIBUN FLORES.COM, Robert Ropo https://flores.tribunnews.com/topic/berita-manggarai

TRIBUN FLORES.COM,RUTENG-Rumah adat (mbaru gendang) Tenda di Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, akhirnya diresmikan (we'e mbaru), Rabu 20 Oktober 2021 malam.

Pembangunan rumah gendang milik masyarakat di Kelurahan Tenda dan Kelurahan Poco Mal itu membutuhkan waktu tujuh tahun.

Peresmian mbaru Gendang Tenda ini dilakukan dengan ritual adat juga perayaan misa syukur dan pemberkatan oleh Uskup Ruteng, Mgr Siprianus Hormat, Pr.

Mgr Siprianus merasa sangat senang bisa bertemu langsung dengan semua keluarga di Tenda. Sebab dalam thabisanya menjadi Uskup, warga Tenda turut mengambil bagian secara aktif.

Baca juga: Presiden Jokowi Minta Bupati Manggarai Mengingatkannya Datang ke Manggarai

"Saya tahu dalam tahbisan kami tahun lalu ase-ka'e (kakak/adik) dari Tenda mengambil bagian secara aktif,"ungkap Mgr.Siprianus.

Mgr.Siprianus juga memberikan pesan bermakna terkait rumah gendang itu yakni secara kultural, menurut budaya Manggarai, keuskupan, UNIKA adalah bagian dari Gendang Tenda.

"Ho’o gendang mbau agu ili dami lorong adak Manggarai. Tetapi di pihak lain, sebagai pemimpin Gereja lokal, kami boleh mengatakan bahwa semua mbaru gendang termasuk Gendang Tenda adalah komunitas penting dalam sejarah terbentuk dan berkembangnya gereja lokal Keuskupan Ruteng,"ungkapnya.

Menurut Mgr.Siprianus, gendang Tenda bersama gendang-gendang lain di Keuskupan Ruteng adalah tiang-tiang penting penyanggah kehidupan Gereja lokal.

Baca juga: Peduli ODGJ, Tiga Bupati di Manggarai Raya dapat Penghargaan Menkes

Karena setiap gendang termasuk gendang Tenda sebagai bagian dari komunitas gereja tentu harus membuka dirinya terhadap gendang dan komunitas lain, terhadap Gereja universal.

"Adak we’e (peresmian) mbaru gendang, seturut adat Manggarai, sake dise ame, serong dise empo, sejauh pemahaman kami adalah ritus inagurasi, peresmian rumah adat leluhur dan kita secara resmi mendiami (we'e) rumah gendang baru. Kita juga mengajak Tuhan mendiami rumah gendang kita ini. Adak we'e mbaru menjadikan mbaru gendang sebagai mbaru we'e bagi kita untuk bertemu dengan sesama dan terutama untuk bertemu dengan Tuhan,"ungkapnya.

"Dalam bacaan mengajak kita untuk sungguh mendirikan rumah gendang kita di atas dasar batu. Artinya di atas dasar iman yang kokoh akan Tuhan. Demikian Injil hari ini. Kita membuka diri kita kepada Tuhan supaya kita dan rumah gendang kita ini dipenuhi dengan Roh Kudus, sehingga kita dan rumah kita sungguh menjadi Bait Allah Roh Kudus,"tutup Uskup Siprianus.

Tua Golo Kampung Tenda, Agustinus Palu Barut, mengatakan, rumah gendang Tenda adalah ibu dari warga Tenda dan Poco Mal. Rumah untuk semua orang yang ada dalam persekutuan adat gendang Tenda.

Baca juga: Beban Getrudis Rawat Anak Gangguan Jiwa Dapat Simpati Kapolres Manggarai

"Dalam istilah adat 'gendang o'ne, lingko pe'ang',"ungkapnya.

Agustinus juga mengharapkan agar rumah gendang itu merupakan satu kesatuan yang utuh dengan seluruh warga yang ada di dalamnya. Dengan rumah gendang itu persatuan dan kesatuan warga yang di dalamnya tetap utuh, kokoh dan semakin kuat.

Sebagai pemimpin di Kampung Tenda, ia merasa bangga sebab dibangunnya rumah gendang yang begitu kuat dan kokoh dibandingkan sebelumnya.

Agustinus menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat Tenda, panitia dan semua pihak yang turut mendukung pembangunan rumah gendang itu. Kesadaran masyarakat untuk membangun kebersamaan dan persatuan untuk seluruh masyarakat adat di gendang Tenda itu.

Baca juga: Siswa MAN 2 Manggarai Jadi Duta Moderasi Beragama Tingkat Nasional

Ketua Panitia Pembangunan Rumah Gendang Tenda, Kanialsius Teobaldus Deki, mengatakan proses pembangunan rumah gendang itu berjalan tujuh tahun. Bangunan setinggi 21 meter dan luas bangunan 400 meter persegi.

Arsitek atau gaya pada bangunan rumah gendang itu sesuai kultur Bbudaya Manggarai. Bundar dan atapnya mengerecut dengan gaya sarang laba-laba atau dalam tradisi orang Manggarai disebut Lodok.

"Gaya pada bangunan ini tidak menghilangkan filosofi orang Manggarai, sehingga pembangunan tidak mudah. Kami akui ada kekurangan yakni atapnya tidak pakai ijuk hanya pakai seng, rencana kami memang pakai ijuk tapi tingkat kemiringan pada atap sangat ekstrim sehingga sulit jika saat perbaikan,"ungkapnya.

Kanisius menginginkan gendang ini menjadi model situs budaya/rumah contoh bagi banyak orang dan juga diharapkan menjadi tempat wisata budaya.

Baca juga: Kejari Manggarai Sosialisasi Penyuluhan Hukum Pengelolaan Dana BOS di Matim

Ia mengataka,proses pembangunan keterlibatan masyarakat sangat luar biasa. Sumbangsih untuk lancarnya pembangunan rumah adat itu, selain anggaran hibah dari Kabupaten Manggarai.

"Rumah gendang ini sebagai simbol adat, sehingga menjadi milik semua orang khususnya masyarakat Gendang Tenda,"tutup Kanisius.

Berita Manggarai lainnya