Berita Manggarai Timur

Tidak Ada Jembatan, Warga Bertaruh Nyawa Terobos Sungai Wae Musur di Manggarai Timur

Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAK ADA JEMBATAN - Warga tampak menggendong anak mereka saat melintas sungai Wae Musur. Sungai Wae Musur tak ada jembatan penyeberangan sehingga warga nekat terobos arus sungai, Juli 2022.

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Robert Ropo

TRIBUNFLORES.COM, BORONG - Warga tiga desa di Kecamatan Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disebutkan masih terisolir.

Tiga desa itu diantaranya, Desa Bea Ngencung, Lidi, dan Desa Satar Lenda.

Akses desa itu tidak ada jembatan penghubung di sungai Wae Musur bagian hilir yang menghubungkan ruas jalan Sok-Lidi.

Karena tak ada jembatan penghubung di sungai tersebut, jika pada saat musim hujan dan terjadi banjir maupun volume air deras, arus transportasi lumpuh.

Baca juga: Kasus Penganiayaan Pemilik Kios di Maumere, Polisi Periksa Sejumlah Saksi

 

Untuk bisa melintas dengan menggunakan sepeda motor warga harus merogo kocek puluhan ribu rupiah untuk menyewah kepada warga yang membantu menggotong sepeda motor.

Sedangkan untuk kendaraan angkutan umum mobil sama sekali tidak bisa melintas.

Yance Dorkas salah satu warga Desa Bea Ngencung, ketika ditemui TRIBUNFLORES.COM, di sungai Wae Musur, Selasa 5 Juli 2022, mengaku agar sepeda motornya bisa menyeberangi sungai Wae Musur, ia menyewah warga Rp 50.000 untuk menggotongnya.

GOTONG - Warga sedang menggotong sepeda motor menyeberangi sungai Wae Musur, Juli 2022.

"Saya kasih Rp 50 ribu untuk warga yang angkat motor saya seberangi sungai ini. Biasanya bervariasi harga sewa, tapi saya kasih sebesar ini karena saya mau Terima kasih kepada mereka (warga) karena sudah mengangkat motor saya,"ungkap Yance.

Dikatakan Yance, terpaksa ia harus mengeluarkan uang untuk menyewah warga menggotong sepeda motornya. Jika tidak maka motor tidak bisa melintas sebab arus sungai cukup deras dan sangat dalam, apalagi pada dasar sungai terdapat batu-batu besar.

Baca juga: Ayo Beli Kendaraan Tanpa Uang Muka di Puncak Colour Run & Fun Bike HUT Bank NTT

Lanjut Yance tak ada jembatan penghubung di sungai tersebut, warga di tiga desa tersebut sangat perihatin, sebab arus transportasi terhambat, apalagi saat banjir besar sama sekali lumpuh total. Warga di tiga desa sangat terisolir.

"Kita sudah berulang kali minta bangun jembatan ini, tapi sampai sekarang juga pemerintah belum bangun-bangun tidak tau kapan baru bangun. Kita terus berharap agar Pemerintah tetap memperhatikan jembatan,"ungkap Yance.

Warga lainya, Boris Dionis, mengaku menyewah warga untuk mengangkat sepeda motornya melintasi derasnya arus sungai tersebut sebesar Rp 40.000 untuk pergi dan pulang.

Dikatakan Boris, meskipun berapa pun sewa ia rela, agar sepeda motor miliknya bisa diangkut.

"Tidak tentu juga tarifnya bervariasi, tapi sebagai bentuk terima kasih kepada mereka (warga) saya harus kasih mereka untuk beli rokok, karena mereka sudah menolong saya,"ujarnya.

Bukan hanya sewa sepeda motor untuk diangkut, warga juga bertaruh nyawa menyeberangi derasnya arus sungai itu.

Warga saat melintas di Sungai Wae Musur, Manggarai Timur, Juli 2022.

Warga harus saling berpegangan tangan agar tidak terjatuh atau kaki tidak terpeleset sehingga tidak terhanyut.

Siti Hamidan kepada TRIBUNFLORES.COM, mengaku takut menyeberangi arus sungai yang deras itu, namun terpaksa karena kebutuhan yang sangat penting.

"Saya dari Kampung Compang Ndejing tapi saya kesini karena kebun ada di sebelah sungai ini. Kalau saya tidak berani menyeberang mau makan apa karena makanan ada di kebun, maka terpaksa saya harus bertaruh nyawa,"ujarnya.

Siti Nurhamzah warga lainya, juga menyampaikan hal yang sama. Ia terpaksa menyeberangi derasnya arus sungai itu karena harus pergi kebun.

Nurhamzah juga berharap, agar pemerintah memperhatikan pembangunan jembatan penghubung di sungai itu.

"Kasihan kami sudah bertahun-tahun lamanya, setiap kali musim hujan kami harus bertaruh nyawa untuk menyeberangi sungai ini. Mohon bapak-bapak DPRD terhormat dan bapak pemerintah buka mata bangun jembatan ini,"ungkapnya.

Warga lainya Teodorus Pamput juga mengaku sudah bertahun-tahun warga di tiga desa tersebut menderita. Setiap saat musim hujan terjadi banjir maka arus transportasi terhambat.

Baca juga: Tinggalkan Bima, Sarwan Sukses Jadi Petani Bawang di Sikka

Dikatakan Teodorus, akibat tidak adanya jembatan itu, mobil tak bisa melintas. Sehingga hasil pertanian warga seperti padi, jagung, kopi, cengkeh, kemiri dan lainya sebagainya pun dijual dengan harga murah.

Selain itu, jika ada kematian warga, maka jenazah akan digotong bersama keluarga dan warga melintasi arus air sungai yang deras. Jumat 1 Juli 2022, warga nekad gotong jenazah Alm MM.

Alm MM adalah seorang pensiunan ASN dari Desa Lidi. Alm MM menghembuskan nafas terakhir di RSUD dr Ben Mboi Ruteng, Jumat sekitar pukul 01.00 Wita dini hari.

Teodorus juga berharap kepada Pemerintah Daerah Manggarai Timur, Pemprov NTT, dan Pemerintah Pusat dengan adanya peristiwa-peristiwa yang dialami warga itu, pemerintah segera membangun Jembatan di sungai itu. Karena jalan itu selain menuju ke tiga desa itu juga merupakan akses di sejumlah wilayah desa di Kecamatan Rana Mese dan akses menuju Kecamatan Satarmese Kabupaten Manggarai.

Sementara itu, Pantauan TRIBUNFLORES.COM, Selasa 5 Juli 2022 sore, terlihat di sungai Wae Musur hilir di Nanga Lanang, tidak ada jembatan. Lebar sungai itu diperkirakan sudah mencapai 100 meter karena terus terjadi abrasi.

Arus air di sungai itu terlihat cukup deras karena pada beberapa hari terakhir terus terjadi hujan.

Kendaraan sepeda motor yang hendak menyeberangi sungai itu tanpak diangkut warga. Terlihat enam orang warga yang mengangkut setiap sepeda motor.

Sedangkan warga yang menyeberangi sungai itu saling berpegangan untuk bisa menyeberangi sungai itu terlebih khusus untuk perempuan dan anak-anak. Mereka penuh hati-hati menyebarangi arus sungai yang cukup deras dan sangat dalam itu.

Gotong Jenazah

Sementara itu, tidak ada Jembatan di Sungai Wae Laku hilir, keluarga bersama warga Desa Lidi, Kecamatan Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) nekat menggotong jenazah almarhum MM menyeberangi derasnya arus air di Sungai itu, Jumat 1 Juli 2022 siang.

Warga Lidi Teodorus Pamput, kepada TRIBUNFLORES.COM, Jumat malam, mengatakan, jenazah almarhum MM adalah seorang pensiunan ASN dari Desa Lidi kecamatan Ranamese, Kabupaten Manggarai Timur.

Almarhum MM menghembuskan nafas terakhir di RSUD dr Ben Mboi Ruteng, Jumat sekitar pukul 01.00 Wita dini hari.

Dikatakan Teodorus keluarga kemudian membawa jenazah MM dari Ruteng ke rumah duka di Lidi pada pagi hari menggunakan kendaraan mobil.

Namun karena tidak ada jembatan penyeberang di Sungai Wae Laku Hilir, mobil yang mengangkut jenazah tidak bisa menyeberang karena derasnya arus sungai dan buruknya jalan di sungai, sehingga jenazah MM terpaksa digotong oleh keluarga dibantu masyarakat untuk dapat menyeberangi sungai tersebut.

Dikatakan Teodorus, karena jenazah harus digotong melintasi sungai tersebut, maka jenazah tiba di rumah duka pada pukul 14.00 Wita siang.

Teodorus juga mengatakan, selama ini warga tiga Desa yakni Desa Lidi, Beangencung, dan Desa Satar Lenda sangat menderita akibat tidak ada Jembatan penghubung di sungai tersebut.

Transportasi masyarakat selalu terhambat akibat tidak ada Jembatan di sungai itu.

Teodorus juga berharap kepada Pemerintah Daerah Manggarai Timur, Pemprov NTT, dan Pemerintah Pusat untuk membangun Jembatan di sungai itu.

Karena jalan itu selain menuju ke tiga desa itu juga merupakan akses di sejumlah wilayah desa di Kecamatan Rana Mese dan akses menuju Kecamatan Satarmese Kabupaten Manggarai. (rob).

Berita Manggarai Timur lainnya