TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA - Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Lembata mencatat sebanyak 12.010 warga Lembata tergolong miskin ekstrim di tahun 2022.
Data ini diperoleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
Jika dibandingkan dengan tahun 2021, jumlah warga yang tergolong miskin ekstrim pada tahun 2022 menurun. Pada tahun 2021 jumlah warga yang miskin ekstrim sebanyak 14.640.
Kepala Bappelitbangda Kabupaten Lembata Mathias Beyeng mengatakan data yang diberikan Kemenko PMK ini cukup lengkap by name by address.
Selain nama dan alamat, data tersebut juga sudah mengungkap penyebab seseorang tergolong miskin ekstrim.
Baca juga: Bom Ikan Masih Marak di Lembata, Polisi Duga Pelaku Bom Ikan Kerjasama dengan Warga Lokal
Mathias berujar pemerintah pusat sudah mempunyai kebijakan kemiskinan ekstrim di Indonesia harus mencapai angka nol di tahun 2024.
Di Lembata, Bappelitbangda akan mengorganisasikan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD).
Dalam kaitannya dengan ini, pemerintah daerah akan bekerja sama dengan Universitas Widya Mandira Kupang untuk menyusun dokumen rencana penanggulangan kemiskinan.
Tujuannya mensinkronkan program untuk tujuan pengentasan kemiskinan.
Mathias mengatakan sebanyak 12.010 warga yang miskin ekstrim ini tersebar di semua kecamatan di Lembata.
Dengan data yang ada, Mathias ingin program-program pengentasan kemiskinan di Lembata tepat sasaran dan terukur.
Jadi diharapkan APBD 2024 lebih tepat sasaran dan tepat lokasi untuk pengentasan kemiskinan di Lembata.
"Rumahnya tidak baik, kita perbaiki rumahnya, jamban tidak baik kita perbaiki jambannya," kata Mathias saat ditemui di Hotel Palm, Lewoleba usai rapat koordinasi pengentasan kemiskinan, Rabu, 10 Mei 2023.
Baca juga: Kondisi Terkini Bayi Kembar Siam Pasca Operasi di RSUD Larantuka, Flores Timur
"Sesuai kesepakatan pada tahun 2024, semua sumber daya kita berdayakan untuk tuntaskan kemiskinan ekstrim ini," tambahnya.
Pemerintah punya 3 strategi penanggulangan kemiskinan. Pertama, peningkatan pendapatan; kedua, pengurangan pengeluaran; ketiga, pengurangan kantong kemiskinan.
"Harus ada sinkronisasi antara APBDes, APBD dan APBN. Tugas kami memastikan program-program penanggulangan kemiskinan dalam dokumen perencanaan dan memastikan tersedia anggaran cukup untuk program dan kegiatan berbasis penanggulangan kemiskinan. Lalu pastikan belanja belanja di dinas harus berorientasi untuk penanggulangan kemiskinan," kata Mathias.
Di samping itu, Mathias mengakui perlu ada partisipasi masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan.
"Salah satu hal yang dilakukan pemda adalah optimalisasi peran masyarakat untuk isu ini jadi minimalisasi pengeluaran rumah tangga seperti kebiasaan membeli rokok maka perlu partisipasi masyarakat juga," pungkasnya. (Sumber Pos Kupang).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News