Ketika Paus Sixtus dipenjara oleh penguasa Roma, Laurensius juga menemaninya. Namun, ketika penguasa Roma ingin merebut harta kekayaan Gereja yang dikelolanya, Laurensius segera membagi-bagikannya kepada fakir miskin.
Penguasa Roma pun marah; Laurensius dibakar hidup-hidup dan wafat sebagai martir. Kemartiran Laurentius menjadi benih subur bagi pertumbuhan iman umat pada waktu itu.
Kesaksian hidup Laurensius dan banyak martir lainnya dalam Gereja kita membenarkan pesan Yesus dalam Injil hari ini.
"Jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja, tetapi jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah."
Agar dapat menghasilkan buah melimpah dibutuhkan pengorbanan. Tertulianus menulis, "Darah para martir adalah benih bagi pertumbuhan Gereja."
Artinya, mati karena iman bukanlah kesia-siaan belaka, tetapi sebaliknya menjadi benih subur bagi tumbuh-kembangnya Gereja.
Yesus mengingatkan kita bahwa ada biji gandum yang tetap sebiji dan tidak menghasilkan buah dan ada biji gandum yang menghasilkan banyak buah. Namun, untuk bisa berbuah berlimpah dibutuhkan pengorbanan dan bahkan mati.
SIapakah yang siap menjadi biji gandum, yang jatuh ke tanah dan hancur, tetapi bertumbuh dan menghasilkan buah yang berlimpah?
“Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24).
Imaji tentang biji gandum tentunya berlaku untuk Santo Laurensius, seorang diakon Gereja awal yang dibunuh sebagai martir Kristus pada masa pengejaran Kaisar Valerian pada tahun 258 M.
Memang ayat ini berlaku untuk para martir, namun tidak kurang berlakunya bagi kita semua.
Catatan-catatan tradisi abad ke-4 menceritakan tentang tanggapan berani dari Santo Laurensius terhadap permintaan antek-antek Valerian untuk memberikan harta-kekayaan Gereja.
Keesokan harinya, Laurensius muncul dengan banyak sekali orang miskin dan cacat dari kota Roma – semua yang dilayani oleh diakon Laurensius.
Di hadapan para pejabat kekaisaran, Laurensius menyatakan: “Inilah harta-kekayaan Gereja”. Untuk “keberanian” (kekurangajaran?) ini, Laurensius dibakar hidup-hidup.
Jika darah para martir merupakan benih bagi Gereja, di mana tempat kita sekarang? Tidak terlalu banyak dari kita akan dipanggil oleh-Nya untuk menumpahkan darah sebagai martir Kristus.