Tempat Wisata di Ende

Mitos dan Legenda Danau Tiwusora di Pulau Flores, Ada Katak Emas hinga Batu Berbentuk Manusia

Editor: Cristin Adal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DANAU- Danau Tiwusora di Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

TRIBUNFLORES.COM, ENDE - Danau Tiwusora adalah salah satu tempat wisata alam yang ada di Desa Tiwu Sora, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT).

Dilansir dari pos-kupang.com, Danau Tiwusora masih kental dengan cerita mistis dan dianggap sakral oleh masyarakat setempat.

Konon, pada musim tertentu yakni pada bulan Januari dan Februari, di pinggir Danau Tiwu Sora itu sering bermunculan ikan, belut hingga katak emas.

Masyarakat di sekitar mengatakan pada musim tertentu ikan, belut dan katak emas sering muncul di Danau Tiwusora. Katak emas dalam bahasa setempat disebut Leko Wea. Disebut katak emas karena katak tersebut berbeda dengan katak pada umumnya.

Katak di Danau Tiwusora berwarna emas dan mengeluarkan cahaya keemasan. Sementara belut, lanjutnya, memang punya kaitannya dengan cerita tentang danau Tiwusora.

Baca juga: Tiwu Sora, Danau yang Tersembunyi di Puncak Bukit Desa Tiwu Sora Ende

 

 

Cerita tentang terbentuknya Danau Tiwusora berawal dari kejadiaan seorang bernama Woda Sora menemukan belut dalam jerat yang dipasang Woda Sora dekat mata air kecil. Mata air kecil tersebut lantas menjadi danau Tiwu Sora.

Danau Tiwusora cukup jauh dari permukiman warga, Desa Tiwu Sora. Danau ini indah, didukung dengan kekayaan flora dan fauna.

Selain itu jalan menuju Tiwusora pengunjung akan menemukan batu-batu berbentuk manusia yang masih ada kaitannya dengan Danau Tiwusora yakni sejumlah batu-batu yang memiliki nama.

Ada Watu (Batu) Tege; batu berbentuk seperti kakek, lokasinya di Deturia sebelum masuk desa Tiwu Sora.

Baca juga: Ke Danau Kelimutu Jangan Lupa Dengarkan Suara Burung Arwah

Watu Mondo, berbentuk kumpulan orang lokasi di Lokalande Desa Tou. Watu tura, berbentuk kakek yang lagi mengendong anak kecil lokasi desa Hangalande.

Para pengunjung yang hendak ke Danau Tiwusora, biasanya ditemani oleh warga setempat agar tidak terjadi hal buruk terhadap pengunjung.

Menariknya para pengunjung yang datang akan disambut secara adat, berupa tarian adat dan ritual khusus supaya pengunjung terhindar dari bahaya.

Cerita mengenai Danau Tiwu Sora turun-menurun secara lisan. Konon, nama Danau tersebut diambil dari nama seorang bernama Woda Sora.

Awalnya Danau Tiwusora merupakan mata air kecil di lembah. Di dekat mata air tersebut Woda menanam berbagai jenis ubi-ubian. Sayangnya, setiap kali mau panen Woda selalu mendapati ubi-ubinya hilang. Woda pun penasaran.

Baca juga: 5 Fakta Menarik Rana Tonjong di Flores, Danau Teratai Terbesar Kedua di Dunia

Suatu ketika Wodasora memasang jerat dekat mata air tersebut. Keesokan harinya Woda Sora mendapati jeratnya terlepas. Namun ia menemukan ada lendir-lendir menempel di jeratnya.

Tak putus asa, Woda kembali memasang jerat. Kali ini ia menyiram abu dapur di sekitar jerat. Keesokan harinya, Woda kaget, dalam jeratnya ada seekor belut besar. Dia membawa belut tersebut dan jerat ke rumah. Kampung si Woda ini di atas bukit, di atas mata air kecil.

Woda lalu menunjukan belut itu kepada saudarinya Ndero Sora, Sovi Sora dan kakanya Ndingga Sora. Ndingga pun kaget. Menurut Ndingga jeratan Woda bukan jeratan bisa sehingga harus dilangsungkan upacara adat.

Bersama warga kampung mereka lalu melakukan upacara adat di mata air, dekat tempat di mana Woda memasang jerat. Belutnya ditaruh dalam sebuah wadah, dibuat semacam tungku lalu kepala belut itu ditaruh semacam gelang.

Setelah itu dilanjutkan dengan upacara pemotongan hewan dan gawi (gawi: tarian adat). Namun sebelum gawi mereka sumpah adat bahwa ketika terjadi sesuatu selama gawi, setiap orang tidak boleh lari, kalaupun lari, tidak boleh menoleh ke belakang.

Selama gawi berlangsung hujan turun. Ndingga enam kali bertanya kepada saudara-saudarinya, 'air sudah sampai mana'. Nampaknya ketika mulai gawi air pelan-pelan mengenangi mereka.

Sampai air menjangkau leher mereka, ada warga lari, ada yang bertahan, dan tiba-tiba kampung mereka di atas bukit roboh ke bawah mata air air dan terbentuklah Danau Tiwusora.

Warga yang lari banyak yang sempat menoleh ke belakang dan mereka langsung menjadi batu. Bahkan ada yang lari jauh tetapi karena menoleh ke belakang maka berubah menjadi batu. Ada yang lari sambil mengendong anak kecil sehingga adaa batu-batu yang mirip seorang ibu yang sedang mengendong anak.

Sumber:Pos-Kupang.Com

Berita Tribunflores.com lainnya di Google News