Opini Kurikulum Merdeka

Implementasi Kurikulum Merdeka: Menuju Merdeka Belajar yang Sejati

Editor: Hilarius Ninu
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Yulius Maran, Instruktur Program Guru Penggerak - Kepala SMA Regina Pacis Jakarta

Penulis : Yulius Maran

Instruktur Program Guru Penggerak - Kepala SMA Regina Pacis Jakarta

TRIBUNFLORES.COM,MAUMERE-Tahun ajaran baru 2024/2025 semakin dekat, gaung implementasi Kurikulum Merdeka (Kurmer) semakin menggema. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) beberapa pekan yang lalu, mengumumkan pembaruan status pelaksanaan kurikulum untuk setiap satuan pendidikan pada tahun pelajaran 2024/2025 di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Sebagai bagian dari langkah menuju pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif, implementasi Kurikulum Merdeka menjadi sorotan utama. Lantas, pertanyaan yang muncul tidak hanya seputar kesiapan administratif, tetapi juga sejauh mana pola pikir merdeka telah tertanam dalam komunitas pendidikan kita. Kesiapan dalam mengimplementasikan KM bukan hanya soal administrasi. Diperlukan transformasi pola pikir yang mendasar, komitmen pada tujuan, kemandirian dalam cara, dan menjadi pribadi reflektif.

Kesiapan Pola Pikir Merdeka.

Pertama-tama, mari kita refleksikan sejenak. Seberapa jauh kita telah melangkah dalam mengadopsi filosofi Kurikulum Merdeka? Apakah perubahan paradigma yang dijanjikan telah terasa dalam ruang kelas dan lingkungan pendidikan? Sejauh mana para pemimpin sekolah telah berkomitmen untuk melakukan transformasi diri menuju perubahan pendidikan yang lebih mendalam?

Kurikulum Merdeka bukanlah sekadar ganti nama atau perubahan administratif semata. Ini adalah sebuah panggilan untuk membebaskan pikiran dan kreativitas, untuk mengembangkan kemandirian dalam proses pembelajaran, dan untuk menjadi pribadi yang reflektif dalam setiap langkahnya. Namun, implementasi Kurikulum Merdeka tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia membutuhkan kerja cerdas, komitmen, dan kesadaran yang mendalam dari semua pihak terkait.
Seiring dengan implementasi Kurikulum Merdeka, tantangan terbesar bukanlah dalam merancang kurikulum baru atau menyesuaikan administrasi sekolah. Tantangan sesungguhnya terletak pada perubahan paradigma, di mana kita harus melampaui batas-batas konvensional yang telah mengikat proses pendidikan kita selama ini. Kita perlu melepaskan diri dari pola pikir yang menempatkan guru sebagai sumber pengetahuan tunggal, peserta didik sebagai penerima pasif, dan evaluasi sebagai ukuran tunggal keberhasilan.

Kurikulum Merdeka menitikberatkan pada pembelajaran yang berpusat pada murid. Guru bukan lagi pengajar, tetapi fasilitator yang membantu murid belajar. Guru perlu memahami profil pelajar Pancasila dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

 

Baca juga: Kemenkumham Terima Opini WTP 14 Kali Berturut-turut

 

 

 

 

 

Komitmen pada Tujuan

Implementasi Kurikulum Merdeka bukan sekadar tren atau tuntutan. Diperlukan komitmen kuat dari semua pihak: kepala sekolah, guru, murid, orang tua, hingga pemerintah daerah. Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya sendiri. Sekolah dapat berinovasi dan menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan muridnya. Implementasi Kurikulum Merdeka bukanlah proses sekali jadi. Diperlukan refleksi dan evaluasi berkala untuk memastikan kurikulum merdeka berjalan efektif dan mencapai tujuan.

Kurikulum Merdeka adalah pendekatan pendidikan yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik, kemandirian belajar, dan pengakuan akan keberagaman individu. Dalam konteks ini, komitmen pada tujuan berarti menetapkan target yang relevan dan bermakna bagi perkembangan peserta didik secara holistik. Tujuan dalam Kurikulum Merdeka tidak semata-mata terkait dengan pencapaian akademis, tetapi juga melibatkan pengembangan keterampilan, nilai-nilai, dan kepribadian yang memungkinkan peserta didik untuk menjadi individu yang mandiri, kreatif, dan berkontribusi secara positif kepada masyarakat.

Dalam pandangan Illich, komitmen pada tujuan berarti menempatkan kebebasan dan kemandirian individu sebagai prioritas utama dalam pembelajaran. Individu harus memiliki kontrol atas tujuan mereka sendiri dan dapat mengejar pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan mereka sendiri, tanpa adanya tekanan dari struktur formal yang otoriter.

Bukan Sekadar Ganti Baju

Friedrich Nietzsche, filsuf Jerman menekankan pentingnya transformasi batin individu untuk mencapai kesempurnaan diri. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, analogi "bukan sekadar ganti baju" dapat diartikan sebagai proses pendidikan yang tidak hanya terbatas pada perubahan fisik atau penambahan pengetahuan semata, tetapi lebih pada transformasi mendalam dalam cara individu memahami dan menghadapi dunia. Nietzsche menolak pendidikan yang hanya berfokus pada penambahan informasi atau pengetahuan kosong tanpa adanya refleksi dan pertimbangan filosofis yang mendalam. Sebaliknya, pendidikan seharusnya menjadi proses penemuan diri dan pengembangan potensi individu.

Kurikulum Merdeka bukan sekadar ganti baju, tetapi transformasi pendidikan. Transformasi ini membutuhkan perubahan paradigma dari semua pihak. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi fasilitator yang membantu murid belajar. Guru perlu memiliki pedagogi yang tepat untuk menuntun murid belajar secara mandiri dan aktif.

Murid sebagai Agen Belajar

Dalam konsep Ivan Illich, murid sebagai agen belajar merujuk pada peran aktif yang dimiliki oleh individu dalam proses pendidikan mereka sendiri. Illich menekankan pemikiran bahwa pendidikan sejati terjadi ketika individu memiliki kontrol penuh atas proses pembelajaran mereka sendiri dan dapat mengatur pengalaman belajar mereka sesuai dengan kebutuhan, minat, dan aspirasi mereka sendiri. Pillar Murid sebagai agen belajar terletak pada beberapa hal berikut:

1.      Kemandirian dalam Pembelajaran

            Illich menekankan pentingnya membebaskan individu dari ketergantungan pada institusi formal seperti sekolah. Menurutnya, pendidikan yang benar-benar bermakna terjadi ketika individu memegang kendali atas proses pembelajaran mereka sendiri. Dalam konteks ini, murid bukanlah objek yang pasif dalam pendidikan, tetapi subjek yang aktif yang secara aktif terlibat dalam mengeksplorasi dan mengembangkan pemahaman mereka sendiri.

             

2.      Kekuatan dalam Pengambilan Keputusan:

            Murid sebagai agen belajar memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan tentang apa, bagaimana, dan di mana mereka akan belajar. Mereka memiliki kebebasan untuk menentukan kurikulum mereka sendiri, menetapkan tujuan pembelajaran mereka sendiri, dan mengeksplorasi minat mereka sendiri. Hal ini memberi mereka kontrol penuh atas proses pembelajaran mereka sendiri dan memungkinkan mereka untuk memaksimalkan potensi pribadi mereka.

        

   3.    Pengakuan atas Keanekaragaman Individual:

Illich mengakui bahwa setiap individu memiliki keunikan, minat, dan kebutuhan mereka sendiri dalam pembelajaran. Oleh karena itu, pendidikan yang efektif harus mengakui dan menghormati keanekaragaman ini. Dalam konteks ini, murid sebagai agen belajar diberi kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka sendiri tanpa adanya tekanan dari luar.

        

   4.      Kolaborasi dan Dukungan Masyarakat:

  Meskipun murid dianggap sebagai agen belajar yang mandiri, Illich juga menekankan pentingnya dukungan dan kolaborasi dalam komunitas mereka. Pembelajaran tidak selalu terjadi secara individual, tetapi juga melalui interaksi sosial, diskusi, dan kolaborasi dengan orang lain dalam komunitas. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong pertukaran ide dan pengetahuan.

 

Tantangan dan Solusi

Implementasi Kurikulum Merdeka bukan tanpa tantangan. Diperlukan dukungan dan komitmen dari semua pihak untuk mengatasi tantangan tersebut. Pemerintah perlu menyediakan pelatihan bagi guru, infrastruktur yang memadai, dan sumber daya belajar yang berkualitas. Sekolah perlu mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan muridnya. Untuk itu Guru perlu mengubah paradigma dan meningkatkan kompetensinya. Orang tua perlu mendukung proses belajar anak dan memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya.

Implementasi Kurikulum Merdeka adalah langkah maju untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bermakna bagi generasi penerus bangsa. Transformasi ini membutuhkan kerja sama dan komitmen dari semua pihak. Mari kita bersama-sama bertransformasi dan berbenah diri untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik bagi masa depan bangsa.

Sebagai catatan akhir, kita perlu memahami bahwa Kurikulum Merdeka bukanlah sekadar sebuah kebijakan pendidikan, tetapi sebuah perjalanan menuju merdeka belajar yang sejati bagi setiap individu. Dengan memahami dan menerapkan konsep-konsep yang diilhami oleh pemikiran Ki Hajar Dewantara, kita dapat membawa pendidikan di Indonesia menuju arah yang lebih inklusif, berpusat pada kebutuhan siswa, dan memberdayakan mereka untuk mencapai potensi maksimal mereka dalam meraih masa depan yang lebih cerah.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News