"Pada periode monsun Australia ini, angin yang bertiup dari Benua Australia membawa massa udara yang umumnya bersifat lebih kering dan lebih dingin, terlebih saat ini di Australia sedang mengalami musim dingin," jelasnya, Rabu (17/7).
Hal ini, lanjut dia, juga didukung oleh faktor rendahnya kandungan uap air di atmosfer. Uap air ini salah satu fungsinya adalah menyerap panas. Berkurangnya uap air pada musim kemarau berdampak pada panas dari permukaan bumi yang dilepaskan pada saat malam hari langsung terlepas ke lapisan yang lebih tinggi.
“Karenanya tidak ada panas yang tersimpan dekat permukaan bumi, maka pada pagi hari udara akan terasa lebih dingin,” ujarnya.
Topografi dan posisi geografis juga mempengaruhi suhu di tempat tersebut. Daerah yang berbukit-bukit akan memiliki suhu udara atau kondisi iklim yang berbeda dengan dataran terbuka.
Tempat yang tinggi akan memiliki suhu yang lebih rendah dari tempat yang lebih rendah. Kota Ruteng yang topografi lebih tinggi dari Labuan Bajo mencatat suhu minimum dua hari terakhir mencapai 8 derajat Celsius. Sementara itu suhu minimum di Labuan Bajo masih berkisar 20-21 derajat Celcius.
Fenomena suhu dingin ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga Agustus 2024 nanti. Masyarakat diimbau untuk tidak panik dengan perubahan suhu ini karena suatu fenomena yang wajar terjadi saat musim kemarau.
"Kenakan pakaian yang nyaman, tetap menjaga kesehatan karena peralihan suhu dari malam hingga pagi hari yang dingin dan kurangi aktivitas di luar ruangan pada malam atau dini hari," tandasnya.
Fenomena Aphelion?
Suhu dingin yang dikaitkan dengan fenomena aphelion, ramai dibicarakan warganet di media sosial. Akun TikTok @salwXXX, misalnya, menyebutkan bahwa aphelion adalah fenomena jauhnya jarak Bumi dari Matahari. Hal ini kemudian diklaim menimbulkan dampak suhu dingin pada Bumi.
"Cuaca panas tapi terasa dingin banget ternyata ini penyebabnya. Mulai pagi jam 05.27 kita akan mengalami fenomena aphelion," tulis akun itu, Senin (15/7).
"Di mana, letak Bumi akan sangat jauh dari Matahari. Kita tidak bisa melihat fenomena tersebut, tapi kita bisa merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus," tambahnya.
Namun Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ida pramuwardhani membantah kabar bahwa suhu dingin di Indonesia belakangan akibat dari fenomena aphelion.
Menurutnya, aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.
"Sementara itu, kondisi cuaca dingin yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode Juli 2024 tidak terkait dengan fenomena aphelion," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (16/7).
Meskipun posisi Matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari Bumi ketika terjadi fenomena aphelion, hal itu tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan Bumi.
Ida menjelaskan, suhu udara dingin di Indonesia sebenarnya merupakan fenomena alami yang umum terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yakni Juli hingga September.