TRIBUNFLORES. COM, BAJAWA- Puncak Bukit Wolobobo di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, NTT dikenal akan keindahan panorama negeri di atas awan juga menyuguhkan pesona hutan ampupu dan vegetasi lainnya.
Puncak Wolobobo salah satu destinasi wisata alam unggulan Kabupaten Ngada. Namanya mulai tekenal luas hingga ke dunia luar.
Potensi ini dikembangkan dan ditata oleh pemerintah setempat.
Sejarah Kawasan Hutan Wolobobo
Wolobobo tak sekadar destinasi wisata tetapi memiliki sejarah yang penting untuk diketahui.
Baca juga: Hanya 30 Menit, Produk Tenun Ikat Raup Puluhan Juta saat Live Instagram di Festival Wolobobo Ngada
Kawasan hutan Wolobobo yaitu sejak zaman pemerintahan Belanda, kawasan hutan Wolobobo sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan negara berdasarkan Zelbestur van Ngadha presiden van Timor Besluit Bosreserve 129/LK/21.
Yang ditandai dengan tugu batu/ tumpukan batu atau sering disebut PAL Belanda dan lebih dikenal oleh masyarakat pda saat itu dengan Istilah “keke” dan “rate laja “.
Penetapan kawasan hutan Wolobobo sebagai kawasan hutan negara juga dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1998, melalui SK. Menhut No.579/KPTS/UB/2/1998 dengan total luasan 1.056,53 ha. Dengan Kode Register Tanah Kehutanan (RTK) No.30 yang secara fisik di lapangan ditandai dengan PAL atau Pilat Beton.
Kondisi Awal dari penampakan kawasan hutan Wolobobo masih didominasi oleh padang savanna dan sebagian kecil hutan alam di bagian selatan dan timur. Sejak tahun 1973 sampai dengan tahun 1987 Pemerintah Kabupaten Ngada mulai melakukan penanaman tanaman kehutanan yang didatangkan dari luar NTT dengan jenis Ampupu (Eucalyptus urophylla ) melalui kegiatan reboisasi. Yang merupakan tanaman tahan api dan cepat tumbuh.
Pada tahun 1995, terdapat 83 Kepala Keluarga (KK) dari Desa Rakateda II melakukan perambahan ke dalam kawasan hutan Wolobobo untuk penenaman kopi karena kondisi geografisnya mendukung dalam pengembangan kopi.
Perambahan ini disebabkan karena terbatasnya lahan usaha di luar kawasan hutan. Kondisi ini dimungkinkan karena dibukanya akses Jalan menuju Lokasi Perijinan Penggunaan kawasan oleh PT TELKOM.
Perambahan ini menimbulkan konflik kepentingan antara Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada tentang fungsi perlindungan kawasan Hutan dengan Masyarakat yang lebih mengutamakan pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan untuk menanam tanaman semusim.pada tahun 1997, masyarakat dari lima desa sekitar kawasan hutan Wolobobo yaitu Desa Beja, Bomari, Tiwuriwu, Rakateda I dan Rakateda II melakukan perambahan besar-besaran dalam kawasan Hutan Wolobobo.
Pada tahun 2009 Dinas Kehutanan dan LSM Serbio Nusra Ngada melalui Bupati Ngada mengusulkan kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia agar 32 KTH mendapatkan ijin/legalitas Hutan Kemasyarakatan.
Baca juga: Dampak Festival Wolobobo Ngada, Kunjungan Wisatawan Setiap Tahun Meningkat
Pada tanggal 23 November 2010 Menteri Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan ijin Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Ngada provinsi Nusa Tenggara Timur seluas ± 652 Ha. Selanjutnya Bupati Ngada menetapkan kelompok pelaksana Hutan Kemasyarakatan (HKm) kabupaten Ngada dengan SK Nomor 95/KEP/DISHUT/2010.