Berita Flores Timur
Secuil Rejeki Tukang Pijat Tuna Netra di Flores Timur NTT
Jemari Andreas Asanban (40) menari lincah di atas punggung pelanggannya yang berbaring tanpa baju, Selasa, 9 September 2025 malam
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Ricko Wawo
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen
TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Jemari Andreas Asanban (40) menari lincah di atas punggung pelanggannya yang berbaring tanpa baju, Selasa, 9 September 2025 malam.
Di malam yang riuh dengan suara para pekerja proyek itu, sudah ada empat pria yang datang ke tempat pijatnya, di pelataran Terminal Weri, Kelurahan Weri, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT.
Wajahnya tampak berseri. Dia gembira karena kantongnya akan terisi lembaran rupiah. Meski punya keterbatasan fisik, pria tuna netra kelahiran Agustus 1985 itu punya keahlian pijat. Jasanya dihargai Rp 50.000/pasien.
Saya dan seorang rekan jurnalis, Yurgo Purab (33), datang ke sana pukul 1930 Wita. Di sana tak mengenal nomor antrian. Pelayanan pasien berdasarkan yang datang duluan. Terdapat dua kamar tidur kecil yang dibatasi sekat tripleks.
Baca juga: Pasca Banjir Bandang, Bantuan ke Mauponggo Nagekeo Akan Didistribusikan Lewat Laut
Sudah lima tahun Andreas menekuni tukang pijat. Kemampuan ini tak datang begitu saja. Dia rupanya pernah mengikuti kelas kursus di Bali selama hampir 4 tahun, sejak akhir 2014 sampai awal 2018.
"Waktu itu ada satu LSM yang bawa kami ke sana. Kami ikut kursus dibantu Dinas Sosial Flores Timur. Nama LSM itu saya sudah lupa, tetapi jasanya saya kenang terus, jadi terima kasih banyak," ucap Andreas sambil melumuri punggung saya dengan minyak yang terasa hangat.
Tempat pijat Andreas memanfaatkan gerai tembok yang dibangun Pemerintah Daerah (Pemda) Flores Timur. Dia diberi izin tanpa dipungut biaya retribusi sejak masa Bupati, Antonius Gege Hadjon.
"Pak Bupati Anton Hadjon saat itu yang beri kami izin untuk pakai tempat ini. Sampai saat ini kami tidak ditagih (retribusi), dan semoga tempat yang menghidupkan kami ini berlaku sampai seterusnya," harap pria 40 tahun itu.
Anderas mengaku sudah banyak pasien yang memberikan kesan positif. Mereka umumnya mengeluh sakit pinggang, nyeri otot, pegal, dan demam. Dia meregangkan urat-urat yang dapat memicu nyeri.
Hampir seminggu terakhir, jumlah pasien kian berkurang. Kadang satu orang. Bahkan kadang tak ada sama sekali. Andreas berusaha untuk tak mengeluh. Dia tetap membuka tempat pijat sedari pagi hingga pukul 21.00 Wita.
Meski terlahir dengan keterbatasan mata, namun putra asal Desa Lewonara, Kecamatan Adonara Timur yang berdomisili di Kelurahan Puken Tobi Wangibao, Kecamatan Larantuka, itu tak pernah putus asah dengan keadaannya yang difabel.
"Saya juga bisa datang langsung ke rumah, sering dengan ojek, tetapi kebanyakan mereka yang datang jemput saya," katanya. (Cbl)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Pasca Banjir Bandang, Bantuan ke Mauponggo Nagekeo Akan Didistribusikan Lewat Laut |
![]() |
---|
Polres Rote Ndao Harus Hentikan Kasus Dugaan UU ITE Terhadap Aktivis Lingkungan Erasmus |
![]() |
---|
Usai Melahirkan di Tengah Jalan, Ibu Dan Anak Dirujuk Ke RSUD Tc Hillers Maumere |
![]() |
---|
Gubernur NTT Ajak Peserta Tour de EnTeTe Rayakan Keindahan Alam dan Budaya Tiga Pulau Lintasan Balap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.