Unika Santu Paulus Ruteng
Prof. Dr. Mark Tallara Kupas Tradisi Ziarah Alay Lakad di Hari Kedua Konferensi Internasional Ruteng
Tradisi ini menampilkan unsur teatrikal melalui gerakan tubuh, doa, dan prosesi, sehingga menggabungkan aspek spiritual, estetis, dan budaya.
Ruang Sakral yang Tergusur dan Diperebutkan
Tallara menekankan bahwa Antipolo kini menjadi “ruang yang diperebutkan” (contested space) di mana sakral dan sekuler berinteraksi. Katedral Antipolo sendiri telah ditetapkan Vatikan sebagai situs ziarah internasional pertama di Filipina dan Asia Tenggara pada Januari 2024.
Hal ini memperkuat posisi Antipolo bukan hanya sebagai tempat devosi, tetapi juga sebagai destinasi pariwisata budaya dan religius. Dengan demikian, para peziarah dan wisatawan sama-sama terlibat dalam pengalaman spiritual yang berlapis makna.
Makna Panata dan Perjalanan Batin
Lebih jauh, studi ini mengaitkan konsep loob (diri batin) dan kalooban (diri terdalam) dalam praktik Alay Lakad. Prosesi ini menciptakan ruang liminal di mana para peziarah meninggalkan rutinitas duniawi untuk memasuki pengalaman sakral.
“Alay Lakad bukan hanya perjalanan kaki selama delapan jam dari Quiapo ke Antipolo. Ia adalah perjalanan iman, simbol peralihan dan sarana menemukan kekuatan batin,” jelas Prof. Tallara.
Konferensi sebagai Ruang Dialog Akademik
Dengan memadukan perspektif fenomenologis, etnohistoris, dan kultural, presentasi ini membuka wacana baru tentang hubungan antara ziarah, pariwisata dan identitas Katolik di Asia.
Melalui forum akademik ini, peserta konferensi di Ruteng diajak untuk melihat praktik ziarah bukan hanya sebagai tradisi religius tetapi juga sebagai praktik sosial yang membentuk dinamika budaya dan pariwisata modern.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.