Berita NTT

Angka Kemiskinan Ekstrem di NTT Masih Tinggi, Dosen Undana Ungkap Penyebabnya

"Banyak program sudah dijalankan, tapi hasilnya tidak signifikan. Ada program, tapi tidak mengena

Editor: Nofri Fuka
POS-KUPANG.COM/NOFRY LAKA
Lahan sawah petani di Desa Kletek Kecamatan Malaka Tengah mengalami kekeringan. Dan tanaman padi tersebut dijadikan makanan ternak sapi, Sabtu 7 Oktober 2023 lalu. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

POSKUPANG.COM, KUPANG - Angka kemiskinan ekstrem di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun ini masih bertahan di kisaran 19 persen. 

Jumlah tersebut jauh di atas rata-rata nasional dan menempatkan NTT sebagai salah satu daerah dengan beban kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Dosen Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana (Undana), Ricky Ekaputra Foeh, MM, menilai tingginya angka kemiskinan ekstrem di NTT mencerminkan lemahnya manajemen pembangunan.

"Banyak program sudah dijalankan, tapi hasilnya tidak signifikan. Ada program, tapi tidak mengena," kata Ricky, Rabu 1 Oktober 2025.

 

Baca juga: Gunung Lewotolok NTT 60 Kali Gempa Letusan 42 Kali Gempa Hembusan

 

 

Menurutnya, ada lima faktor utama yang menyebabkan kemiskinan ekstrem sulit ditekan di NTT. 

Pertama, perencanaan dan implementasi program belum adaptif. 

Ricky mencontohkan proyek PAMSIMAS di Desa Persiapan Daefadin, Kabupaten Rote Ndao, yang gagal memberi akses air bersih karena tidak sesuai dengan kondisi geografis dan sumber daya lokal.

Kedua, koordinasi lintas sektor yang masih lemah. Ia menyebut, dana Program Indonesia Pintar (PIP) senilai Rp36 miliar di NTT justru dikembalikan ke kas negara karena tidak dimanfaatkan sekolah-sekolah, mencerminkan lemahnya komunikasi dan supervisi antar-lembaga.

Ketiga, ketergantungan pada bantuan sosial yang membuat masyarakat hanya terolong sementara tanpa kemandirian.

Keempat, kerentanan sektor pertanian subsisten yang masih menjadi tumpuan mayoritas masyarakat miskin di NTT.  Ricky mencontohkan 37 keluarga di Desa Wewo, Manggarai, yang kehilangan panen akibat serangan hama wereng batang coklat.

Kelima, kesenjangan antarwilayah yang membuat beberapa kabupaten menjadi kantong kemiskinan ekstrem. 

Sumba Tengah misalnya, kata Ricky tercatat tingkat kemiskinan 31,78 persen dengan 19,11 persen di antaranya tergolong ekstrem.

Meski demikian, Ricky optimistis penghapusan kemiskinan ekstrem di NTT bukan hal mustahil. 

Ia menekankan perlunya penguatan kapasitas aparatur daerah, desain program yang responsif terhadap kondisi lokal, transformasi bantuan sosial menjadi program pemberdayaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi dan pelatihan kerja, serta akuntabilitas anggaran yang diawasi secara terbuka.

"Selama administrasi publik masih terjebak pada pola karitatif dan seremonial, angka 19 persen akan sulit diturunkan. NTT butuh kepemimpinan daerah yang berani melakukan terobosan dan birokrasi yang adaptif," tegas Ricky.

Ia menambahkan, keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap pembangunan menjadi kunci agar kemiskinan ekstrem benar-benar bisa dihapuskan dari NTT.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved