Banjir Bandang di Mauponggo

Cerita Kepala Dusun Sawu 1 Soal Banjir Bandang Mauponggo: Dengar Teriak Minta Tolong dan Lihat Kaki

"Setelah kembali ke Desa Sawu, saya langsung ajak anak-anak muda yang duduk disitu untuk bantu tapi waktu itu

|
Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/ALBERT AQUINALDO
SAKSI MATA - Wilhelmus Albertus Dheke, Kepala Dusun Sawu 1, Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo

TRIBUNFLORES.COM, MBAY - Bencana banjir bandang di Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo, yang merupakan daerah terdampak paling parah dari 18 desa di empat kecamatan di Kabupaten Nagekeo masih menyisakan trauma yang mendalam bagi warga.

Hujan yang mengguyur sejumlah wilayah di Pulau Flores sejak Minggu (7/9/2025) malam hingga Selasa (9/9/2025) pagi termasuk wilayah Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo mengakibatkan longsor hingga banjir bandang di wilayah itu.

Di Kecamatan Mauponggo sendiri, tercatat lima orang meninggal dunia, tiga orang masih dalam pencarian, satu orang dirawat di RSUD Aeramo dan beberapa warga dilaporkan luka-luka serta puluhan rumah yang berada di bantaran Kali Lowo Koke rusak berat hingga rata tanah.

Wilhelmus Albertus Dheke, Kepala Dusun Sawu 1, Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo mengisahkan, pada Senin (8/9/2025) sore sekitar pukul 16.00 WITA sudah terjadi banjir yang lumayan besar.

 

Baca juga: Banjir Bandang di Mauponggo: Rumah Warga Koke Hilang, Tinggal Puing dan Pondasi

 

 

Sekitar pukul 17.00 WITA, banjir yang melanda wilayah itu sempat surut. Namun sekitar pukul 19.00 WITA, banjir besar mulai menerjang wilayah itu.

"Waktu itu waktu kami naik kesini tepatnya di Jembatan Teodhae 2 itu, pas kami mau nyebrang, jembatan putus dan ada satu rumah yang terbawa banjir dan waktu itu kami tidak berani lewat karena banjirnya besar, lebarnya itu sekitar 30 an meter," ungkap Wilhelmus.

Pada saat itu, Ia dan beberapa warga Desa Sawu yang melihat dahsyatnya banjir tersebut sempat mengingatkan satu keluarga yang berjumlah enam orang yang berada di dalam sebuah rumah dekat bantaran Kali Lowo Koke untuk segera mengevakuasi diri.

Namun, keenam warga tersebut tidak mengindahkan anjuran tersebut

Wilhelmus dan beberapa warga lainnya sempat berkeliling memantau kondisi di beberapa lokasi lainnya di areal bantaran Kali Lowo Koke.

Tak berselang lama kemudian, Kepala Dusun 2 Desa Sawu meminta Wilhelmus mencari sensor untuk memotong beberapa pohon yang terbawa banjir karena ada seorang warga yang tertendes pohon dan berteriak minta tolong.

"Waktu itu korbannya kita belum tahu, kami tahunya baru bibi itu yang teriak minta tolong, dan setelah itu kami langsung usaha cari sensor," kata dia.

Namun, usaha mencari sensor itupun membutuhkan perjuangan ekstra karena beberapa ruas jalan yang mereka tuju untuk mencari sensor pun sedang terjadi longsor.

Sedangkan ke arah Mauwaru, air meluap di jembatan Mauwaru. Hingga ia memutuskan untuk menuju arah timur menuju Kampung Aewore. 

Namun karena sedang terjadi banjir besar, Ia dan beberapa warga yang diajak mencari sensor memutuskan berjalan kaki hingga ke rumah yang dituju yakni di Desa Keliwatulewa dan meminta sensor.

"Setelah kembali ke Desa Sawu, saya langsung ajak anak-anak muda yang duduk disitu untuk bantu tapi waktu itu banyak yang pakai parang sedangkan kayunya besar-besar," kata Wilhelmus.

Pada saat itu, ungkap Wilhelmus, mereka belum mengetahui jumlah korban lainnya yang terjebak di dalam rumah yang berada di bantaran Kali Lowo Koke.

"Yang kami tahu waktu itu hanya bibi yang terisi minta tolong, dia tertendes kayu dan teriak kesakitan jadi kami hanya dengar suaranya dia, yang tiga orang lainnya di dalam rumah ini kami belum tahu, apakah sudah meninggal atau belum kami belum tahu," tuturnya.

Dengan peralatan seadanya dan hanya mengandalkan satu buah mesin sensor, Wilhelmus dan beberapa warga lainnya berupaya menolong perempuan yang berteriak minta tolong. 

"Waktu itu kami hanya dengar suara bibi yang teriak menjerit kesakitan karena masih tertendes kayu, kami hanya bilang bibi sabar, bibi sabar kami masih potong kayu yang besar-besar ini, bibi ini ada di sebelah atas sedangkan om yang tiga orang ini kami belum tahu waktu itu bagaimana kondisinya, om sama anaknya sama bapa mertuanya," ungkap Wilhelmus.

Setelah beberapa kayu berhasil terpotong, mereka kemudian mengevakuasi ketiga korban yang sudah tidak bernyawa lagi.

"Setelah kami selesai potong kayu dan bersihkan ranting-ranting dan material lainnya, kami lihat ada muncul kaki si om ini dan disitulah kami mulai tahu bahwa om ini sudah tidak bernyawa, itu yang namanya Om Gius bersama anaknya yang ketiga dan ibu mertuanya, setelah kami bersihkan semua kayu-kayu terus kami langsung angkat ketiga korban," tutur Wilhelmus.

Evakuasi terhadap ketiga korban banjir bandang di Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo itu dilakukan pada Selasa (9/9/2025) dini hari WITA.

"Kami angkat pertama itu Om Gius ini, taruh diatas seng, kemudian angkat anaknya kemudian mertuanya, setelah kami angkat semua kami baru kami angkat bibi ini yang masih bernapas dan langsung diantar ke Puskesmas Mauponggo, sedangkan ketiga korban yang meninggal ini kami pindahkan ke sebuah batu besar tapi tidak lama hujan lagi besar, kilat, itu sekitar jam 4 pagi lewat," ungkap Wilhelmus.

Karena cuaca ekstrem berupa hujan deras disertai petir, mereka terpaksa meletakkan ketiga mayat yang telah ditemukan di sebuah batu besar dan ditutupi seng.

"Kami langsung omong dengan almarhum, om permisi, kami menghindar sedikit, kalau sudah terang baru kami datang lagi untuk pindahkan om," tutur Wilhelmus.

Pada saat itu, ungkap Wilhelmus, ada beberapa anggota Polsek Mauponggo yang juga berada di lokasi namun hanya berdiri di sebelah jalan agak jauh dari lokasi penemuan tiga jenasah tersebut.

Sedangkan bantuan dari kabupaten, ujar Wilhelmus datang pada Selasa (9/9/2025).

"Mereka datangnya nanti hari Selasa, ada yang datang pagi, siang bahkan ada yang sore, kami kewalahan waktu itu, kami agak sedikit kecewa karena dari pemerintah setempat responnya agak lamban," ujar dia.

Di hari kedua bencana, sejumlah anggota Koramil 04 Mauponggo dan Polsek Mauponggo datang ke lokasi guna membantu evakuasi para korban lainnya dan mencari beberapa korban hilang.

"Waktu itu kami tidak terlalu melihat siapa saja pemerintah yang datang di hari kedua karena kami saat itu masih urus korban untuk dimakamkan," ujar dia.

Meski demikian, Ia tetap mengaku kecewa terhadap Pemerintah Kabupaten Nagekeo yang dinilai lamban merespon bencana yang terjadi di wilayah Kecamatan Mauponggo karena banjir mulai terjadi sejak Senin (8/9/2025) sekitar pukul 16.00 WITA. 

Hingga memasuki hari keempat pasca bencana banjir bandang, ada tiga warga Kecamatan Mauponggo yang masih dalam upaya pencarian tim SAR dibantu aparat TNI dibantu warga setempat.

Salah satu korban yang masih dalam pencarian yakni Desiderius Geraldi, warga  Lajawolo, Desa Keliwatulewa yang baru berusia 14 bulan.

Selain itu, dua warga lainnya yang juga masih dalam upaya pencarian Mariano Tom Busa Jago (29) warga Desa Sawu Kecamatan Mauponggo dan Sebastiana So’o (42) warga Lajawolo, Desa Keliwatulewa, Kecamatan Mauponggo.

Sementara korban meninggal dunia berjumlah lima orang dan satu orang dalam keadaan kritis dan sedang dirawat di RSUD Aeramo.

Korban luka-luka diperkirakan sekitar tiga orang dan lebih dari 30 jiwa terpaksa mengungsi ke rumah-rumah warga dan kerabat. (Bet)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved