Opini

Ijon dan Tengkulak : Rantai Dosa dalam Agribisnis Desa

Praktik ijon masih membelit petani, memaksa mereka menjual hasil panen dengan harga murah sebelum dipetik. Tengkulak menawarkan solusi instan

Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/HO-PRIBADI
Aventus Purnama Dep, Mahasiswa Magister Sains Agribisnis Institut Pertanian Bogor 

 

 

Praktik Ijon dan Peran Tengkulak

Ijon merupakan praktik penjualan hasil panen sebelum matang dengan harga rendah, di mana tengkulak bertindak sebagai pemberi modal. Namun keuntungan utama selalu berpihak pada tengkulak, sedangkan petani hanya menerima pembayaran jauh di bawah nilai potensial panen. Keuntungan yang tidak adil ini menjadi sumber ketimpangan.

Petani terpaksa terikat dalam praktik ijon karena keterbatasan akses terhadap pasar, modal, dan lembaga keuangan. Kondisi tersebut membuat ruang negosiasi hampir tidak ada, sehingga ketergantungan mereka pada tengkulak semakin kuat. Akhirnya, struktur sosial-ekonomi pedesaan menempatkan petani pada posisi lemah.

Meskipun sering dianggap sebagai strategi bertahan hidup, praktik ijon menimbulkan kerugian jangka panjang. Melalui ijon, petani memang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan, atau kewajiban adat. Namun, praktik ini juga memperlihatkan keterikatannya dengan budaya serta hubungan sosial yang sulit dipisahkan.

Dampak Ekonomi, Sosial, dan Moral

Dari sisi ekonomi, ijon merugikan petani karena harga jual sangat rendah, sedangkan tengkulak meraih keuntungan besar. Ketergantungan ini memperkuat posisi tawar yang timpang, menghambat peningkatan kualitas, serta memperparah kemiskinan struktural di pedesaan. Situasi ini menciptakan lingkaran ketidakadilan yang sulit diputuskan.

Secara sosial, ijon menormalisasi ketidakadilan dan membatasi peluang petani untuk mengakses pasar atau memperoleh informasi. Keterbatasan ini menempatkan petani kecil pada posisi tidak berdaya, sehingga mobilitas sosial mereka terhambat. Akhirnya, kesenjangan sosial di pedesaan semakin melebar.

Dari segi moral, praktik ijon mengeksploitasi pihak yang lebih lemah dan mencerminkan ketidaksetaraan. Ijon bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial yang mengakar dalam kehidupan desa. Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, sementara mayoritas petani terus menanggung kerugian.

Dengan demikian, ijon dapat dipandang sebagai perilaku yang merugikan secara etis. Ia menempatkan keuntungan di atas keadilan sosial, merampas hak petani atas hasil kerja mereka sendiri. Situasi ini menjadikan ijon tidak sekadar praktik ekonomi, melainkan juga sebuah dosa sosial.

Perspektif Gereja Katolik

Selain dampak ekonomi dan sosial, praktik ijon juga memiliki implikasi moral menurut ajaran Gereja Katolik. Praktik ini bertentangan dengan prinsip keadilan, solidaritas, dan subsidiaritas karena menindas petani serta merampas hak mereka. Gereja menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh hasil adil dari jerih payahnya.

Ijon juga bertentangan dengan ajaran Katolik mengenai martabat manusia dan tanggung jawab sosial. Petani diperlakukan sekadar objek transaksi, sementara hak mereka untuk hidup layak diabaikan. Kondisi ini menuntut adanya perlindungan nyata dari komunitas serta lembaga yang berwenang.

Perspektif Gereja Katolik menegaskan perlunya reformasi struktural dalam sistem perdagangan. Prinsip keadilan menuntut intervensi moral dan sosial agar petani tidak lagi menjadi korban praktik merugikan. Sebaliknya, mereka harus diposisikan sebagai subjek yang memperoleh manfaat setara.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Keserakahan Berbahasa Pejabat Publik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved