Berita Nagekeo
Pembangunan Waduk Lambo Rp 1,4 Triliun Ditolak Warga Malapoma Nagekeo
Proyek Waduk Lambo Rp 1,4 Triliun ditolak warga Dusun Malapoma Desa Rendubotowe Kecamatan Aesesa Selatan Kabupaten Nagekeo
Laporan Reporter TRIBUN FLORES.COM, Tommy Mbenu Nulangi
TRIBUN FLORES.COM,MBAY-Warga Dusun Malapoma Desa Rendubotowe,Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo menolak lokasi pembangunan Waduk Lambo meskipun proses proyek senilai Rp 1,4 triliun tersebut sudah mulai berjalan.
Warga menolak lokasi proyek karena mengancam warisan budaya di sekitar wilayah pembangunan waduk.Selain itu lahan milik warga yang ada di sekitar lokasi pembangunan terancam terendam air.
Warga Malapoma, Matheus Bhui mengatakan perjuangan warga menolak pembangunan Waduk Lambo dilakukan sejak 2015. Saat itu tim melakukan sosialisasi terkait rencana pembangunan proyek nasional tersebut.
Perjuangan warga dilanjutkan lagi pada 2016 ketika tim teknis melakukan survei terhadap lokasi pembangunan Waduk Lambo.
Baca juga: 12 Desa Rawan Pangan di Nagekeo dapat 40,6 Ton Beras dari Pemda
"Mereka sosialisasi kami tolak, minta izin survei kami tolak. Karena beda nama Waduk Lambo tapi lokusnya sama yakni waduk Mbay yang dulu kami tolak tahun 2021. Jadi dari awal survei kami tidak izin. Karena dampak tenggelam semua kami punya lahan pertanian. Padang, ternak, kubur leluhur kami akan tenggelam," ujar Matheus kepada TRIBUN FLORES.COM di Dusun Malapoma, Jumat 24 September 2021.
Matheus mengungkapkan,kampung telah ada sejak 1993 sebelum adanya rencana pembangunan Waduk Lambo.
Mereka menawarkan kepada pemerintah supaya memindahkan lokasi pembangunan Waduk Lambo di daerah Lowo Pebho dan Malawaka. Namun usulan dari warga tidak diindahkan oleh pemerintah.
"Di tahun 2015 muncul lagi pembangunan Waduk Lambo, makanya kami tolak sampai hari ini. Saat mereka survei kami tidak izin," ungkapnya.
Baca juga: Bupati Nagekeo Serahkan Hibah Pembangunan Dua Masjid di Mauponggo
Matheus mengatakan perjuangan menolak pembangunan waduk merupakan kesepakatan bersama-sama seluruh masyarakat di Desa Rendubotowe.
Namun seiring perjuangan waktu dan adanya masukan, masyarakat di Desa Rendubotowe terpecah menjadi dua. Ada kelompok masyarakat yang pro dan ada masyarakat yang kontra terhadap pembangunan waduk.
"Mereka yang pro karena mereka tidak kena dampak. Hanya rumah. Disini mereka tidak ada kebun. Orang Ndora yang jauh disana, orang Lambo yang di jalan sana, orang Rendu di Jawakisa terima karena program pemerintah. Kami menolak karena terkenda dampak," ungkapnya.
Matheus mengungkapkan, antara warga yang menolak dan menerima pembangunan waduk masih berstatus keluarga karena masih berada dalam satu desa. Namun karena adanya pembangunan Waduk Lambo tersebut, maka dia bersama dengan salah satu tokoh masyarakat lainnya sudah tidak saling bertegur sapa.
Baca juga: Ritual ‘Poru Loru Keta Ja,’Terima Bupati Nagekeo Hadiri Pembangunan Kampung Adat Kawa
"Kalau warga yang lainnya, kehidupan mereka biasa. Saling tegur sapa biasa. Tapi kami dua hati boleh sama tapi sikap kami berbeda," tegasnya.
"Kalau soal pembangunan kami terima, hanya soal lokasi ini yang kami minta supaya pindah. Dari dulu sampai sekarang kami masih tetap tolak pembangunan waduk.Intinya kami minta pindah lokasi," ungkapnya
Matheus menambahkan, pemerintah akan mengganti rugi semua lahan yang terkena dampak pembangunan waduk.Namun keberadaan yang sebagai ganti rugi tidak dapat diwarisi kepada anak cucu, sebab tanah tersebut merupakan titipan leluhur kepada generasi penerus warga Dusun Malapoma.
"Kalau uang hari ini direalisasikan, mau habis hari ini ya habis. Tidak bisa dititipkan kepada anak cucu. Kalau titipan, tanah ini, makanya kami tetap bertahan," tegasnya.
Baca juga: 69 Mahasiswa Politeknik St Wilhelmus Boawae,Nagekeo Jalani PKKMB
Ia berharap jika pemerintah masih ingin merealisasikan pembangunan Waduk Lambo, maka harus segera memindahkan lokasi. Namun jika tidak memindahkan lokasi, maka pihaknya tetap akan menolak.
Berdasarkan pantauan TRIBUN FLORES.COM kontraktor pelaksana sudah mulai memasang papan informasi proyek di lokasi pembangunan. Proyek senilai 1,4 triliun terdiri dari dua peket pengerjaan. Paket pertama dikerjakan oleh dua perusahaan yakni Waskita Karya dan Bumi Indah serta paket kedua dikerjakan oleh PT Berantas Abiraya.
Item pengerjaan paket pertama meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan pembuatan, rehabilitasi dan relokasi jalan, pekerjaan bendungan utama, pekerjaan bangunan fasilitas penunjang dan penyengaraan SMKK.
Sedangkan item pengerjaan kedua yakni pekerjaan persiapan, pekerjaan bendungan pengelak (tunel), pekerjaan bangunan pelimpah (spillway), pekerjaan bangunan pengambilan, pekerjaan hidromekanikal dan elektrikal serta penyengaraan SMKK. Proyek multy years tersebut sudah mulai dikerjakan sejak tanggal 19 Agustus 2021.