Berita Lembata
Anak Usia 7 Tahun di Lembata Jadi Korban Aksi Tak Senonoh, Hendak Diselesaikan dengan Uang 15 Juta
Neneknya melihat perbedaan drastis dari sikap cucunya itu. Ketika ditanya, F tak mau bicara. Dia bungkam seribu bahasa.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA - Suatu hari di bulan November 2021, F, seorang anak berusia 7 tahun sedang berada di sekolahnya Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata.
Bocah polos ini hendak pergi ke kantin yang berada persis di belakang sekolah. Kantin tersebut dikelilingi pagar sehingga F harus melintas di bagian jalan yang sepi.
Di sana, seorang anak laki-laki berusia sekitar 14 tahun mencegat F dan langsung melakukan pelecehan seksual kepada bocah perempuan yang masih duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar (SD) itu.
Sejak kejadian itu, kegembiraan F seketika direnggut. Hidupnya berubah.
Baca juga: Jimi Carvalo Bahagia, Mahasiswa Akper Lela di Maumere dapat Beasiswa Ikatan Dinas
Neneknya melihat perbedaan drastis dari sikap cucunya itu. Ketika ditanya, F tak mau bicara. Dia bungkam seribu bahasa.
Setelah hari kedua, bocah itu menangis kesakitan, tak bisa bangun dari tempat tidurnya.
Dia mengeluh kesakitan pada bagian sensitifnya. Setelah ditanya, F akhirnya mengaku dan menceritakan kejadian paling traumatis dalam hidupnya tersebut.
Seorang bibinya yang kebetulan berada di rumah lantas mengecek dan menemukan luka di bagian sensitif anak itu dan sudah infeksi serta bernanah.
Tak terima, keluarga pun melaporkan perbuatan tercela ini di Polsek Omesuri dan selanjutnya di Polres Lembata.
Baca juga: Disebut Bisa Atasi Masalah Sampah, Kompor Tanpa Minyak Tanah Dikembangkan di Ende
SA, ayah korban yang sedang merantau di Malaysia Barat menghubungi TRIBUNFLORES.COM, Jumat, 4 Februari 2022 lalu.
SA mengisahkan kisah pilu anak bungsunya itu.
Menurut SA, penderitaan F, anaknya itu ternyata belum berakhir. Di sekolah, F semakin menderita karena dibully oleh teman-teman dan anak-anak sekolah di sana.
SA kecewa berat karena sekolah tak sanggup mengatasi hal ini.
“Sekarang saya larang anak saya jangan ke sekolah lagi. Saya mau pindahkan dia ke sekolah lain yang lebih aman. Saya sangat kecewa dengan lingkungan sekolah yang seperti itu,” ujar SA.