Berita Manggarai
Susteran Gembala Baik Ruteng Fokus Pemberdayaan Bagi Kaum Perempuan
Saat itu banyak sekali kaum ibu yang melakukan konseling terkait masalah-masalah keluarga di Susteran Gembala Baik.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Charles Abar
TRIBUNFLORES.COM, RUTENG - Susteran Gembala Baik Ruteng, Manggarai, Flores, NTT, terus melakukan pemberdayaan lewat pelatihan dan pendampingan bagi kaum ibu di Kabupaten Manggarai.
Suster Natalia, menceritakan saat awal mula dibukanya pembuatan ramuan herbal di Susteran gembala baik 7 tahun silam sebagai bentuk kepedulian terhadap kaum ibu dan anak.
Saat itu banyak sekali kaum ibu yang melakukan konseling terkait masalah-masalah keluarga di Susteran Gembala Baik.
Baca juga: Kejari Sikka Musnahkan Barang Bukti yang Berkekuatan Hukum Tetap
Sehingga pada kesempatan itu juga banyak ibu-ibu selain mendapatkan konseling tapi juga pendampingan untuk peningkatan kreatifitas.
"Kami juga tidak hanya memberikan konseling pendampingan,tapi juga memberikan kegiatan pelatihan yang berguna buat mereka, seperti ajarin masak, buat kue, Selain itu juga mengajak mengolah bahan-bahan baku lokal seperti jahe, temulawak, kunyit," ungkapnya.
Dari hasil olahan tersebut, ibu-ibu yang didampingi mampu menghasilkan jamu dari olahan jahe, temulawak,dan kunyit sehingga dapat hidup mandiri.
"Kegiatan ini juga hasilnya untuk kebutuhan sendiri, bahkan orang lain juga membutuhkan sehingga bisa dijual, dan hasil jualan untuk keperluan mereka sendiri,"ungkap Suster Natalia.
Selain itu, fokus utama dari susteran ini merupakan kasus human trafiking di Manggarai.
Baca juga: Dari Boganatar Sampai Mauloo, Halehebing Hingga Palue, Mgr. Edwaldus Ajak Umat Sukseskan Sinode
Untuk mencegah itu sering kali gembala baik melakukan sosialisasi di kampung-kampung untuk mendalami permasalahan yang mereka hadapi.
"Fokus kami merupakan anti human trafiking, karena banyak yang pergi keluar daerah, bahkan keluar negeri,sehingga kegiatan pendampingan, pengolahan herbal, ada kopi, kripik pisang, ada tenunan, dan itu merupakan upaya anti human trafiking," katanya.
Suster Natalia menyakini kasus human trafiking yang ada di Manggarai banyak disebabkan oleh masalah ekonomi, untuk itu pemberdayaan kehidupan keluarga memang sangat di perlukan, baik di bidang pertanian maupun kerajinan tangan lebih khusus bagi ibu-ibu.
Perberdayaan itu berupa penampungan hasil pertanian, hasil kerajinan tangan, untuk di olah di Susteran Gembala Baik Ruteng.
"Sejak 2015 kami siapkan tempat khusus untuk pengolahan bahan-bahan lokal, perberdayaan ibu-ibu dengan menjadikan sebagai pekerja di gembala baik," ujarnya.
Baca juga: Goris Tamela Tegaskan Tradisi Ule Nale Harus Tetap Dilestarikan
Selain minuman herbal, gembala baik juga menyediakan hasil olahan kopi dalam kemasan dari bahan baku hasil kopi dari petani di Manggarai dengan konsep olahan modern.
Hal itu suster Natalia dan timnya melakukan olahan kopi dalam kemasan berawal ketika harga kopi di Manggarai dibeli dengan harga yang sangat murah, padahal ketika suda diolah satu cangkir kopi bisa menjadi 25-30 Ribu.
"Maka kita mencoba untuk mengolah kopi, bagamana supaya kopi Manggarai atau Flores, bisa dijual dengan harga selayaknya," katanya.
Sementara manfaat dari obat herbal yang di produksi oleh gembala baik Ruteng untuk mengobati berbagai jenis penyakit seperti Hepatitis, Lambung, mulai dari pencegahan sampai pada penyembuhan.
Keterampilan tenun juga menjadi perhatian penuh dari gembala baik Ruteng, sehingga pemberdyaan bagi pengrajin juga merupakan pemberdayaan bagian dari upaya pencegahan Human Trafiking.
Dari tenunan yang dihasilkan oleh penenun dari Cibal maupun Todo hanya menghasilkan kain, seperti Songke dan Kemumu.
Baca juga: Stok Minyak Goreng di Perum Bulog Larantuka Kosong
Sehingga untuk mendapatkan nilai tambah dan mengikuti selera pasar Susteran Gembal Baik Ruteng membuat inovasi dari kain tersebut dengan membuat dalam bentuk dompet, topi, tas dan dalam bentuk sovenir lain seperti selendang.
"Kalau hanya dalam bentuk kain, itu Sulit sekali kami menjualnya, sehingga kami harus kreatif dan inovasi mengubah bentuk selendang, tas, topi, dompet , kami melihat ini bagus untuk wisatawan sebagai oleh-oleh," ujarnya.
"Dari situ kami mengajak ibu-ibu untuk membawa tenunan di gembala baik lalu setelah itu diolah lagi," tambah Suster Natalia.
Hingga kini jumlah ibu-ibu yang bekerja di gembala baik berjumlah 15 orang dengan masing-masing tugas di bagian olahan obat herbal, menjahit, sampai mengolah Kopi. (Cr2).