Bus Tabrak Kios di Larantuka
BREAKING NEWS: Kios di Larantuka Flores Timur Ambruk Ditabrak Bus
Pengakuan beberapa saksi mata yang enggan memberikan identitas mengatakan, sang sopir berinisial E, warga Maumere, Kabupaten Sikka.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paulus Kebelen
TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA - Sebuah kios milik pedagang kaki lima di Kelurahan Waihali, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur ambruk ditabrak mobil bus, Jumat 17 Juni 2022.
Pengakuan beberapa saksi mata yang enggan memberikan identitas mengatakan, sang sopir berinisial E, warga Maumere, Kabupaten Sikka.
Ia mulanya memarkirkan bus Orakeri untuk mengganti ban mobil. Mobil bus itu bernomor polisi EB 7048.
Baca juga: Momen Kebersamaan Kapolres Ngada, Forkopimda, Warga saat Olahraga Bersama di Kota Bajawa
"Mobil hanya diganjal menggunakan sebuah batu merah kecil sehingga mobil lepas kendali," ujarnya saksi itu.
Beruntung saat insiden kecelakaan tak memakan korban jiwa. Namun, sebuah kios yang ambruk diperkirakan menelan kerugian jutaan rupiah.
Kapolres Flores Timur, AKBP I Ngurah Joni Mahardika, melalui Kasat Lantas Iptu Laurens Daton mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan tentang kecelakaan tersebut.
"Belum ada laporan yang masuk," ujarnya via sambungan telepon.
Namun, lanjut Iptu Laurens, pihaknya sudah menuju lokasi kejadian untuk mengecek insiden kecelakaan tersebut.
"Saya sudah utus anggota saya untuk cek di lokasi. Sekarang masih tunggu informasi dari mereka," jelasnya.
Baca juga: Viral, Pengendara Pakai Sendal Jepit Ditilang Polisi
BERITA LAINNYA:
JUALAN DI PINGGIR JALAN
Sementara itu, belasan bu-ibu penjual buah pinggir jalan Trans Larantuka-Maumere setia menanti datangya pembeli, Jumat 17 Juni 2022.
Wajah mereka sontak bercahaya saat pelaku perjalanan menghampiri lapak jualan berukuran 9x2 meter yang mereka bangun dari hasil swadaya.
Dibawah sejuknya rerindang pohon kopi dan pohon bayam milik PT Rerolara, sebuah perusahan perkebunan milik keuskupan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, termaktub seberkas harapan agar barang jualan ludes terjual.
Anastasya Peni Puka (52), salah satu penjual menuturkan, lapak Rumah Kalwat dihuni oleh 19 orang. Sebagian besar penjual merupakan warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.
Karena jumlahnya belasan, mereka kemudian membentuk kelompok bernama Tobo Laran. Kata Tobo Laran merupakan bahasa daerah Lamaholot yang berarti duduk bersama sambil mencari rejeki.
"Kami sekarang sudah punya Kelompok namanya Tobo Laran. Kelompok ini hasil kesepakatan kami untuk kepentingan semua anggota," ujarnya Anastasya saat diwawancarai wartawan.
Baca juga: Fakta Seorang Wanita Ditipu Suaminya yang Ternyata Perempuan, Terungkap setelah 10 Bulan Menikah
Setelah terhimpun dalam kelompok, mereka lalu menyisihkan sedikit hasil keuntungan untuk membangun lapak mini yang hanya bertahan selama empat tahun. Ketika cuaca buruk di tahun 2014, Lapak swadata itu hancur tertimpal pohon bayam.
"Kami swadaya bangun tempat jualan, tapi saat badai angin, lapak kami hancur tertimpal pohon besar," ceritanya.
Setelah itu, mereka kemudian membangun Lapak baru menggunakan uang pribadi. Lapak itu bertahan hingga sekarang dan hasil julan sukses menghantar anaknya bergelar sarjana.
"Anak saya ada tiga orang dan yany sulung sudah selesai kuliah," ungkapnya.
Elisabet Namang, rekan Anastasya menerangkan, aktivitas menjual buah dimulai pada pukul 07.00 pagi sampai 17.30 sore wita.
"Sudah belasan tahun kami jualan disini untuk bantu suami mencari nafkah. Kadang ramai, kadang sepih. Bersyukur saja dengan hasil yang ada," tutur Elisabet sambil melebarkan senyum.
Meski lapak swadaya cukup sempit, kata dia, mereka tak pernah saling cekcok. Metode penjualan yang diterapkan selalu adil tanpa menaruh unsur deengki.
"Kami semua ada 19 orang. Biar ukuran kecil, kami tetap kompak dan saling menghargai," tandasnya.
Maria Ance, penjual berikutnya memaparkan, omset jualan perhari tak menentu, tergantung jumlah pelaku perjalanan yang melintas.
Baca juga: Korban Kebakaran di Wuring dapat Bantuan Dinas Sosial Sikka
Saat pandemi covid 19 merebak, juga diberlakukan kebijakan PSBB dan PPKM, Anselina bersama semua penjual terpaksa karantina di rumah.
Enggan lama terlarut, mereka nekat menjual buah meski jumlah pelaku perjalanan bisa terhitung jemari tangan. Mereka akhirnya menanggung kerugian karena buah-buahan rawan rusak.
"Awal pandemi orang tidak beli makanya buah-buahan selalu rusak. Dapat 40 ribu per hari saja sudah syukur biar tanggung kerugian. Tapi sekarang sudah membaik kembali," beber wanita usia 43 tahun itu.
Ia mengatakan, buah-buahan seperti pisang, advokat, rambutan, salak, pepaya, jeruk, diperoleh dari petani Desa Hokeng Jaya dan sekitarnya. Jika belum musim, mereka mencari stok buah dari luar Kabupaten.