Berita NTT
Kepolisian Tangkap Perjudian, DPRD NTT Ingatkan Jangan Tumpul Ke Atas Tajam ke Bawah
Penangkapan berbagai kasus perjudian marak dilakukan semua jajaran kepolisian di NTT jangan hanya berbagairah karena momentum, tapi berkelanjutan.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Irfan Hoi
TRIBUNFLORES.COM,KUPANG-Anggota DPRD NTT turut menyuarakan tindakan kepolisian yang akhir-akhir gencar melakukan pemberantasan perjudian. Sikap kepolisian itu, diharapkan tidak bergairah pada momentum tertentu.
Sisi lain, Dewan juga mengapresiasi kerja kepolisian dalam penanganan kasus-kasus ini. Setidaknya, dengan begini citra kepolisian bisa dipulihkan, terutama dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Dengan demikian, kepercayaan masyarakat kembali pulih oleh masyarakat. Selama ini, pergerakan yang dilakukan kepolisian telah mencoreng korps.
"Saya kira itu poin tersendiri bagi kepolisian dan apresiasi bagi itu," sebut, Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Ana Waha Kolin, Kamis 25 Agustus 2022.
Baca juga: Kepala Ombudsman NTT, Judi Online Telah Pengaruhi Anak-Anak
Ia juga menegaskan, kepolisian telah menunjukkan sikap adil kepada masyarakat, yang mungkin selama ini dirasa meresahkan masyarakat akibat dari perbuatan itu berujung pada kekecewaan masyarakat.
Sehingga, dengan adanya pemberantasan perjudian besar-besaran ini, tentu sangat didukung. Paling penting adalah sikap kepolisian itu tidak hanya pada momentum. Artinya, ketika tidak kasus besar menimpa kepolisian ataupun instruksi khusus, giat semacam ini harus diintensifkan.
"Artinya tidak boleh stagnan pada kasus tertentu dan kemudian mereka kendor lagi. Tidak boleh," tegasnya.
Tindakan yang dilakukan kepolisian ini, menjadi star awal yang bagus kepada masyarakat. Sehingga, kepercayaan masyarakat tentang ketidakadilan yang disinyalir dalam tubuh kepolisian, bisa ditepis dengan tindakan-tindakan seperti ini.
Baca juga: Kanwil Kemenkumham NTT Raih 4 Penghargaan dari Kanwil DJPb, Marciana: Saya Harap Sinergitas
Sementara terkait dengan belum tersentuhnya bandar-bandar judi, Ana Kolin, menyebut, tindakan kepolisian agar menghindari 'pesanan sponsor' atau termotivasi hal tertentu. Untuk itu, kepolisian harus lebih jernih menelisik persoalan ini, hingga menangkap para bandar besar, selain penjudi yang dikalangan masyarakat kecil.
Dia mendorong agar kepolisian turut mendapat informasi dari masyarakat, selain kepolisian tentang aktivitas perjudian ini. Tujuannya, pemberantasan kasus ini bisa terselesaikan.
"Apa yang dikatakan masyarakat tentang tebang pilih itu tidak boleh terjadi. Tidak boleh apa yang kita sebut tajam kebawa tumpul keatas. Itu tidak boleh," jelas politisi PKB ini.
Jikapun ada sikap tebang pilih yang ditampilkan, Ana menilai itu merupakan sebuah kemunduran dalam kepolisian dan itu sangat merugikan Polri.
Baca juga: Wisata Flores, Berkunjung ke Museum Bikon Blewut, Museum Terbesar di Flores NTT
Ana Kolin, mengingatkan agar persoalan seperti ini tidak bisa dianggap sepele. Kerja sama dengan semua stakeholder lainnya sangat dibutuhkan dalam pemberantasan kasus semacam ini.
Penjara 6 Tahun Denda Rp 1 Miliar
Dosen Hukum Unwira Kupang, Mikhael Feka menyampaikan perjudian dikenakan Pasal 303 KUHP dan 303. Sementara perjudian online menurut Mikhael diatur dalam pasal 27 Ayat 2 UU ITE. Dia menjelaskan untuk kategori perjudian ada yang bertugas menyiapkan, turut menyiapkan, bermain dan menanyakan tentang taruhan ia mengatakan hal tersebut termaksuda dalam kategori perjudian.
“Intinya dalam pertaruhan dia tidak termaksud dalam pertandingan, perlombaan tetapi di belakang dia menaruh taruhan besaran dan seterusnya ada arenanya itu masuk dalam kategori tindak pidana perjudian,” katanya.
Dalam definisi Pasal 303 yang mengatur soal perjudian dikatakan Dosen Hukum Unwira itu, ada untung-untungan dari sebuah taruhan. Menurut dia banyak jenis perjudian salah satunya perjudian online yang diatur dalam Pasal 27 Ayat 2 UU ITE.
Baca juga: GALERI FOTO : Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Maumere Flores NTT
Beberapa kategori yang mendistibusikan perjudian tersebut masuk ke dalam perjudian online perbuatan yang pertama itu mendistribusikan, mentransmisikan dan membuat atau diaksesnya konten yang berisi atau bermuatan perjudian
“Dari definisi itu dalam konteks Pasal 27 Ayat 2 yang dimana sanksi pidananya ada di Pasal 45 Ayat 2 adalah 6 Tahun maka disitu yang bermain judi itu tidak termasuk kedalam Pasal 27 Ayat 2 karena yang di beri sanksi adalah 3 kualifikasi perbuatan yang tadi sedangkan yang bermain atau yang akses ini belum termasuk secara baik dalam UU ITE,” jelasnya.
Jika dilihat dari konteks konvensional 303 dan 303 bis pasal tersebut sudah cukup baik dan tinggal menunggu tindakan dari aparat hukum untuk melakukan pembernatasan perjudian sampai ke akarnya.
Ia juga menjelaskan filosofi dari UU ITE bahwa ketika orang yang mendistribusikan, membuat dan mentransmisikan muatan akses perjudian di berantas maka secara keseluruhan perjudian online tidak ada sebab perjudian online dimulai dari 3 kegiatan tersebut.
Baca juga: Ombudsman NTT Diskusi dengan Pemasok Telur di Pulau Timor, Bahas Layanan di Pelabuhan
Ia meminta kepada pihak kepolisian untuk tidak saja memfokuskan pemberantasan judi kepada orang yang melakukan perbuatan perjudian tetapi juga orang yang mendistribusikan, transmisikan dan membuat dapat diaksesnya situs-situs sehingga dapat memutuskan mata rantai perjudian online.
Beberapa peraturan yang mengatur soal perjudian di Indonesia diantaranya ada Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP, kemudian hukum judi online secara spesifik diatur dalam pasal 27 ayat (2) UU ITE dan perubahannya.
Didalam pasal 303 ayat (1) diancam paling lama 10 Tahun penjara dengan denda paling banyak 25 Juta Rupiah dan dalam pasal 303 bis ayat (1) hukuman penjara paling lama 4 Tahun atau denda Rp 10.000.000.
Sementara hukum judi online yang diatur dalam pasal 45 ayat (2) UU 19/2016 melakukan pendistribusian, mentransmikan dan diaksesnya informasi elektronik dipidana penjara 6 tahun dan denda Rp 1 Miliar.