Berita NTT

Difabel di NTT Masih Alami Diskriminasi dan Stigma

Staf khusus Gubernur NTT bidang disabilitas,Dina Novita Noach mengatakan kaum difabel di NTT masih mengalami kesulitan mengakses fasilitas kebutuhan.

Editor: Egy Moa
ISTIMEWA
Dina Novista Noach, staf khusus (Stafsus) dan penasehat Gubernur NTT bidang disabilitas. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Berto Kalu

TRIBUNFLORES.COM,LABUAN BAJO- Dina Novista Noach, staf khusus dan penasehat Gubernur
NTT bidang disabilitas mengatakan kaum difabel di NTT masih menghadapi banyak tantangan di tengah kehidupan bermasyarakat. Salah satunya masih sulit mengakses pendidikan. 

Dina menuturkan, kesulitan mengakses pendidikan bagi kaum difabel cenderung terjadi di wilayah pedesaan yang dimana adanya stigma masyarakat bahwa kaum difabel harus bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Sementara di sisi lain hal tersebut bukan menjadi suatu kewajiban, disamping ketersediaan SLB yang masih minim. 

"Kita tahu di Kota Kupang SLB hanya ada 3 atau 4 lalu bagaiamana dengan desa-desa, sehingga kita berharap sekolah reguler bisa menjadi sekolah inklusi untuk membantu teman-teman disabilitas mendapatkan pendidikan yang layak," ungkapnya saat ditemui di Labuan Bajo, Jumat 30 Desember 2022.

Tantangan yang berikut kata Dina, kaum difabel masih mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat, dan juga minimnya indentitas diri. Ia mencontohkan, di Kota Kupang banyak kaum difabel yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk atau KTP.

Baca juga: Polda NTT Pecat 18 Personel Polri dan ASN Terlibat Asusila dan Disersi

Selain itu ada yang dihapus dari Kartu Keluarga (KK) karena dianggap tidak berguna dan bukan merupakan bagian dari keluarga. 

"Kita sering mendapat diskriminasi contohnya di bandara ketika mau naik pesawat kami dianggap sebagai orang sakit, jadi selalu di suruh untuk tanda tangan surat pernyataan yang menyatakan kami orang sakit, padahal sebenarnya kami tidak kuat jalan sehingga membutuhkan kursi roda untuk naik ke pesawat," ujarnya. 

"Bahkan tunanetra yang punya tongkat penunjuk arah jalan mau dibawa masuk ke dalam pesawat harus membayar 100 ribu, itu hal-hal kecil diskriminasi yang kami dapatkan," tambahnya. 

Ia bersyukur pada beberapa waktu lalu pihaknya telah dipertemukan dengan pihak Angkasa Pura dan PT. Pelni dan perwakilan transportasi umum lainnya untuk menyediakan sarana dan prasarana yang Aksesibel bagi difabel.

Baca juga: Cuaca Buruk, 5 Rute Kapal Fery di NTT Tidak Berlayar Jumat 30 Desember 2022

Dina juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi NTT yang telah menerbitkan Pergub No 68 tentang perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas, dan Peraturan Daerah Provinsi NTT No 6 tahun 2022 tentang pemberdayaan dan pemenuhan hak disabilitas yang telah ditandatangani Gubernur Viktor Laiskodat. 

Ia sangat berharap, seluruh lapisan masyarakat dapat mengakui keberadaan mereka dan memberikan hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya. "Karena kami juga lahir dari ciptaan Tuhan yang sama hanya kami tidak punya tangan, tidak punya kaki, tetapi bukan berarti kami tidak bisa apa-apa," tutupnya.  *

Berita NTT lainnya

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved