Semana Santa 2023

Sejarah Semana Santa Larantuka di Flores Timur NTT, Tradisi Sejak 5 Abad Lalu

Semana Santa atau Hari Bae adalah ritual perayaan Pekan Suci Paskah yang dilakukan selama tujuh hari berturut-turut oleh umat Katolik di Larantuka.

Penulis: Gordy Donovan | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
KERJA BAKTI - Umat Paroki Katedral Larantuka percantik Kapela Tuan Ma, Kamis 23 Maret 2023. Baca Sejarah Semana Santa Larantuka di Flores Timur NTT, Tradisi Sejak 5 Abad Lalu. 

Perayaan ini menempatkan Yesus dan Bunda Maria yang berkabung menyaksikan penderitaan anaknya sebelum dan saat disalibkan sebagai pusat ritual.

Wureh, Adonara Barat, Flores Timur adalah sebuah desa yang memiliki pengaruh kuat dari budaya Portugis. Desa ini terletak di Pulau Adonara atau tepatnya di Kecamatan Adonara Barat yang dapat ditempuh dengan transportasi laut selama kurang lebih 20 menit dari kota Larantuka.

Baca juga: Semana Santa Larantuka 2023, Umat Katedral Larantuka Percantik Kapela Tuan Ma dan Tuan Ana

Sejarah Semana Santa

Pada tahun 1500-an, Larantuka sangat kuat menjalani tradisi tua kekatolikan dengan devosi Katolik kepada Bunda Maria sebagai pusat iman.

Melalui Maria, seseorang akan sampai kepada Yesus. Dalam tradisi Larantuka, serangkaian ritual rohani dan upacara keagamaan ini disebut dengan Semana Sancta (semana = seminggu/sepekan, sancta = kudus) atau dalam tradisi Gereja Katolik disebut dengan pekan suci.

Semana Santa di Larantuka tidak bisa dilepaskan dengan warisan Portugis untuk Indonesia baik secara umum dan khususnya untuk Larantuka.

Orang Katolik Larantuka masih tetap mewarisi ritual keagamaan yang ditinggalkan bangsa Portugis itu secara lengkap. Sejarah tradisi menjadi jawaban atas terjadinya hal ini.

Tradisi ini dibawa oleh Portugis yang datang untuk berdagang rempah-rempah, termasuk cendana dari Pulau Solor dan Timor pada abad ke-16 yang berpusat di Lohayong, Solor Timur, Flores Timur.

Pada awalnya, setelah menaklukkan Bandar Malaka tahun 1511, kapal-kapal dagang milik Portugis berlayar menuju Kepulauan Maluku dan Kepulauan Banda untuk mencari rempah-rempah.

Sebagian kapal-kapal Portugis itu ada yang bergerak tajam ke arah selatan ketika melewati Laut Flores atau Laut Banda. Mereka singgah di pulau-pulau yang menghasilkan kayu cendana putih yang tumbuh subur di sana.

Jenis kayu ini sudah sejak lama menjadi barang dagangan yang dicari oleh para pedagang-pedagang asal Tiongkok dan dipakai sebagai bahan pembuatan dupa, minyak wangi, dan peti mati yang berbau wangi.

Menurut Pradjoko, harga kayu cendana ini di Pelabuhan Canton bisa mencapai tiga kali lipat dibandingkan dengan harga di Pulau Timor.

Sejak saat itulah, kepulauan di wilayah Nusa Tenggara Timur mulai berinteraksi dengan bangsa Portugis, tak terkecuali wilayah di Flores Timur beserta kota-kotanya.

Pada tahun 1515, Portugis membangun kekuatannya di dua wilayah yang berada di Flores sebagai tempat singgah sebelum ke Pulau Timor, yakni Kabupaten Ende dan Larantuka.

Larantuka sendiri dipilih karena letaknya yang strategis, tidak menghadap laut lepas, dan terlindungi oleh dua pulau di depannya, yakni Pulau Solor dan Pulau Adonara, serta teluknya yang tenang dan indah.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved