Asean Summit 2023

Kepala Ombudsman NTT Harapkan KTT Asean Tuntaskan Kasus PMI Ilegal

Berbagai kasus Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dan perdagangan manusia asal Indonesia diharapkan dibicarkan tuntas dalam Asean Summit 2023.

|
Editor: Egy Moa
HO
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton menyampaikan informasi tarif pengurusan STNK 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eklesia Mei

POS-KUPANG.COM,  KUPANG- Ketua Ombudsman NTT, Darius Beda Daton mengharapkan agar momentum KTT Ke-42 ASEAN yang berlangsung di Labuan Bajo NTT menjadi ajang penuntasan permasalahan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal dan human trafficking khususnya di NTT.

"Menurut perkiraan, perdagangan manusia sekarang menjadi salah satu kejahatan terorganisir paling menguntungkan  di dunia karena menghasilkan lebih dari 150 miliar dollar AS per tahun. 25 Juta orang diantaranya berada di Asia Timur," kata Darius Beda Daton, Kamis, 11 Mei 2023

Karena itu, kata dia, momen ASEAN Summit ke-42 harus menjadi ajang pembicaraan serius terkait peran penuntasan permasalahan tersebut oleh anggota ASEAN.

"Diperlukan kesepakatan perluasan elemen perangkat hukum yang lebih tegas dan keras untuk menjamin kepastian penanganan masalah tersebut. Selain diperlukan komitmen bersama negara-negara ASEAN, tentu kita memerlukan pembenahan sistem pelayanan para calon PMI di dalam Negeri," tuturnya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Mbak Rara Pawang Hujan di MotoGP Mandalika, Beraksi di KTT ASEAN SUMMIT 2023

 

Darius menyebutkan, berdasarkan data Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) di NTT, menunjukkan pada 2022 terdapat 106 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT pulang dalam peti mati sebagai jenazah dengan berbagai sebab.

"Dengan jumlah itu, NTT setidaknya menerima satu kiriman jenazah PMI setiap empat hari. Dari jumlah itu, hanya satu yang berangkat sesuai prosedur, sedangkan sisanya ilegal. 104 orang di antaranya bekerja di Malaysia, satu orang di Singapura, dan sisanya bekerja di Gabon, Afrika," ungkapnya.

Dia merincikan, Pada tahun 2021, ada 121 PMI pulang sebagai jenazah, sementara pada 2020 ada 87 orang, 2019 ada 119 orang dan 2018 ada 105 orang. Dalam 5 tahun terakhir, sedikitnya 657 PMI asal NTT pulang dalam peti mati dan semuanya berasal dari negara ASEAN. Mereka pekerja illegal dan bisa diduga menjadi korban perdagangan orang.

"Jumlah ini belum termasuk mereka yang dimakamkan di Negara perantauan. Angka ini menempatkan NTT di peringkat lima provinsi terbesar yang menyumbang jumlah PMI dari sejumlah sektor yang meninggal dunia, menurut data BP2MI. Bayangkan, lebih dari 85 persen korban perdagangan orang dipergadangkan dalam kawasan ASEAN," jelasnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Ajak Pemimpin ASEAN Joy Sailing Nikmati Sunset di Labuan Bajo

Menjaga pintu-pintu keluar NTT, kata dia,  bukanlah pekerjaan mudah. Sebab, NTT memiliki 22 kabupaten/kota, 3.026 desa, 15 bandara dan 8 pelabuhan laut. Butuh energi dan biaya yang sangat banyak untuk menjaga semua pintu keluar.

"Sebagai orang yang sehari-hari bekerja pada lembaga pengawas pelayanan publik yang antara lain dibentuk oleh negara untuk tujuan meningkatkan mutu pelayanan pemerintah, saya merasa perlu dan berkewajiban memberi masukan kepada pemerintah, utamanya terkait jaminan pemenuhan hak pekerja migran dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja guna memberikan pelindungan sejak pendaftaran sampai pemberangkatan," pungkasnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, Pelindungan Sebelum Bekerja dimaksud adalah berupa pelindungan administratif kelengkapan dan keabsahan dokumen penempatan, penetapan kondisi dan syarat kerja.

Sedangkan perlindungan teknis, sambungnya, berupa peningkatan kualitas Calon Pekerja Migran Indonesia melalui pendidikan dan pelatihan kerja dan  pelayanan penempatan di layanan terpadu satu atap penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Beberapa saran dimaksud antara lain, optimalisasi kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Perlindungan dan pelayanan pekerja migran NTT yang saat ini telah terbentuk di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,"ungkapnya.

Baca juga: Wisatawan ke Labuan Bajo Diprediksi Naik 20 Persen Pasca KTT ASEAN

Saat ini, lanjutnya, LTSA baru ada di Maumere, Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Tambolaka. Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) ini dibentuk guna memberi kepastian dan kemudahan dalam pelayanan ketenagakerjaan, terutama pelayanan pekerja migran NTT ke luar negeri.

"LTSA  melayani urusan TKI secara terpadu dari Kemenaker, Dinas Kesehatan Dukcapil meliputi berbagai pengurusan izin seperti yang berkaitan dengan KTP, Ditjen Imigrasi, Kepolisian, BNP3TKI, BPJS Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja," sebutnya.

Dia menjelaskan, LTSA adalah bentuk komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada pekerja migran  secara optimal. Keberadaan LTSA akan membuat pelayanan pengurusan dokumen pekerja migran  menjadi murah, mudah, cepat, dan mencegah adanya pekerja migran  yang unprosedural, illegal, dan trafficking.

"Pembentukan LTSA adalah amanat Undang-undang (UU) nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PMI) yang merupakan revisi terhadap UU nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia," tuturnya.

Baca juga: Owner Luna Foundation Dukung Pelaksanaan KTT ASEAN SUMMIT 2023 di Labuan Bajo

Selain optimalisasi kantor LTSA, kata dia, juga memaksa seluruh Perusahaan Penempatan Pekerja  Migran Indonesia untuk membuka atau bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN) yang berada di di NTT untuk melakukan pendidikan dan pelatihan calon pekerja migran.

"Bagi yang menolak, ijin usahanya bisa dicabut karena kewenangan memberi ijin kantor cabang perusahaan penempatan pekerja migran ada pada gubernur. Hal ini penting guna memudahkan pengawasan selama pendidikan dan pelatihan berlangsung," ujarnya.

Darius menambahkan, Saat ini, NTT baru memiliki beberapa Balai Latihan Kerja (BLK) swasta dan pemerintah yang siap menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi calon pekerja migran NTT yang ingin ke luar negeri namun masih terpusat di Kupang dan belum menyebar ke pulau lain yang menjadi kantong tenaga kerja.

"BLK yang ada perlu dimonitor lagi agar benar-benar memenuhi syarat sebagai BLK sebagaimana diatur Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: 8 Tahun 2017 tentang Standar Balai Latihan Kerja," tutupnya. *

BERITA TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved