Berita NTT

Pandangan Dosen Faperta Undana soal Progam TJPS di NTT, Petani Tidak Maju hingga Harga Jagung Rendah

Dia mengakui, lokasi lahan yang terpencar atau tidak fokus di satu titik. Ini yang menimbulkan meningkatkannya biaya operasional petani.

Editor: Gordy Donovan
POS KUPANG.COM/ADRIANUS DINI
BAGI PANEN - Pemdes Saenam TTS bagi hasil panen jagung kepada 48 KK kurang mampu di Kantor desa setempat pada Rabu 29 Maret 2023. Pandangan Dosen Faperta Undana soal Progam TJPS di NTT, Petani Tidak Maju hingga Harga Jagung Rendah 

"Kita dukung. Tetapi sekarang ini persoalan di lapangan, bukan dilevel perencanaan atau level pemerintah. Sisi lain, petani kita juga punya luas lahan yang sedikit. Rata-rata petani di NTT punya lahan maksimal 0,5 hektar. Dalam luas area begitu, secara ekonomis tidak menguntungkan petani," katanya.

Dia mengakui, lokasi lahan yang terpencar atau tidak fokus di satu titik. Ini yang menimbulkan meningkatkannya biaya operasional petani.

Jadi, niat baik pemerintah itu, bagaimana dilakukan juga dengan pembinaan petani maupun kelembagaan petani.

Menurut Leta, kelompok tani di NTT sangat banyak, namun kelompok tani yang benar-benar fungsinya sebagai hal belajar kemudian kerjasamanya dan media produksi, itu yang masih lemah.

"Kemudian, sumberdaya petani kita yang belum berorientasi pada bisnis atau lebih ke sub-sistem. Tapi kalau ada gerakan untuk mengarah mereka kepada bisnis maka cara yang paling bagus adalah bagaimana menggerakkan petani milenial. Dari situ maka bisa menyambung ke program peningkatan kapasitas petani, khususnya orientasi bisnis. Kalau petani yang sekarang di usia 50 tahun ke atas, saya pikir agak berat,"ujarnya.

Baca juga: Transformasi Sisi Layanan Pelanggan, PLN Sukses Turunkan Gangguan Listrik Lebih dari 25 Persen

Jadi, ketika Pemerintah mempunya niat baik merubah orientasi petani dari sub-sistem ke komersil, maka SDM petani harus dibenahi, dengan regenerasi petani dari tua ke muda. Menjadi pertanyaan, berapa banyak petani milenial yang sudah dibina oleh pemerintah selama ini, atau dalam program TJPS ini berapa banyak kelompok petani milenial. Semua itu diharapkan terus eksis ke depan karena orientasi mereka bisnis.

"Untuk mengukur efektivitas, kita lihat data TJPS. Kita hitung pengeluaran keuangan untuk TJPS selama ini berapa banyak, kemudian berapa banyak sapi yang sudah dimiliki petani. Jadi dari situ kita bisa lihat efektivitas program ini. Lalu, kita petani yang sekarang dibina oleh pemerintah, apakah sudah memiliki lahan sendiri. Karena itu akan tidak berkelanjutan program tersebut. Pada prinsipnya kita mendukung arah Pemerintah merubah mindset petani dari sub-sistem ke komersil," ujarnya.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved