Berita Flores Timur

Denyut Ekonomi Penenun di Lewokluok Flores Timur, Selembar Tembus Rp 10 Juta

Saya baru enam tahun jadi penenun, dulu sempat belajar juga karena mama saya juga penenun asli. Ini motif khas suku Hera

Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
Maria Bao Kabalen sedang menenun di rumahnya di Desa Lewokluok, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, Senin 19 Juni 2023. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA - Ketenaran Desa Lewokluok, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur sebagai kampung adat terpopuler seantero nusantara membawa angin segar bagi perempuan penenun.

Pasca menjuarai ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2021, para perempuan semakin konsen menciptakan karya tenun terbaik untuk ditawarkan kepada wisatawan.

Dampaknya tentu dirasakan Maria Bao Kabalen, salah satu penenun yang tergabung dalam kelompok 'Pati Seda', salah satu dari sepuluh kelompok tenun di Lewokluok.

Perempuan paruh baya ini tampak gembira saat merekatkan benang kombinasi warna hitam dan putih. Ia kemudian duduk dengan posisi kaki lurus di atas lantai semen kurang lebih dua jam lamanya.

Baca juga: Bocah Perempuan Penenun Desa Riangkemie Flores Timur Butuh Bantuan

 

Tangannya telaten membuat sarung tenun. Belum sampai seminggu, sarung tenun motif khas suku 'Hera' hampir rampung. Sebetulnya sudah selesai, namun ia harus membereskan pekerjaan rumah layaknya tugas seorang ibu rumah tangga umumnya.

"Saya baru enam tahun jadi penenun, dulu sempat belajar juga karena mama saya juga penenun asli. Ini motif khas suku Hera, sukunya mama," katanya kepada wartawan, Senin 19 Juni 2023.

Maria menjabat sebagai Sekretaris Kelompok Pati Seda. Sedikitnya belasan perempuan terhimpun di dalamnya, begitupun sembilan kelompok tenun lainnya. Mereka mengasah keterampilan satu minggu sekali di Rumah Tenun.

"Setiap hari Kamis kami semua berkumpul di rumah tenun masing-masing. Kami belajar bersama, dan di desa ada program PKK soal tenun," ceritanya.

Maria bersyukur lantaran karya intelektual perempuan laku hingga Rp 10 juta rupiah. Harga tersebut dinilai selaras dengan usaha dan hakikat perempuan sebagai simbol perlawanan atas kekuasaan kaum patriarki.

"Untuk laki-laki Rp 1 juta, kalau perempuan paling murah Rp 2,5 juta. Kalau yang asli sekitar Rp 6 juta, ada yang sampai Rp 10 juta kalau kami jual keluar daerah," paparnya.

Sekretaris Desa Lewokluok, Herlinda Dike Beribe, mengatakan desanya memiliki sepuluh kelompok tenun, namun dua kelompok diantaranya belum punya rumah tenun.

"Satu kelompok itu sekitar 10 sampai 30 orang perempuan. Dua kelompok ada di Dusun Koliwutun dan delapan lagi di desa induk (Lewokluok)," tuturnya.

Ia menerangkan, pemerintah desa mewajibkan semua ibu-ibu penenun untuk berbaur dalam rumah tenun agar saling berbagi ilmu guna meningkatkan kreativitasnya masing-masing.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved