Tak Punya Benih dan Biaya Mengolah Lahan, Petani Sawah Mbay Hadapi Musim Tanam 2024

Bila mengerjakan dua Ha sawah, Yohanes butuh uang Rp 20 juta. Namun dari mana sumber uang itu, Yohanes mengaku bingung memperolehnya.

“Terburuk pinjaman ke koperasi harian atau rentenir. Kalau kita tidak pegang uang berarti kita tidak bisa kerja sawah. Di Mbay ini, banyak rentenir yang  bungakan uang. Tingginya bunganya, tapi orang tetap minat karena tidak bertele-tele,” ujar Yohanes di rumahnya di Aeramo.

Bila kalkulasi ongkos kerja sawah dengan padi yang dipanen dan kemudian diuangkan lagi, diakui Yohanes mendekati seimbang dengan biaya yang dikeluarkan. Namun untuk persediaan makanan dan kebutuhan mendesak lain bisa teratasi dengan padi.

Baca juga: Gempa Magnitudo 4.9 SR Guncang Mbay, Kabupaten Nagekeo Dirasakan, Warga Borong Teriak Ruha Lale

Diberitakan sebelumnya, rehabilitasi saluran Bendungan Sutami di Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Provinsi NTT berdampak besar terhadap persediaan padi (beras). Saat ini tidak ada lagi persediaan padi disimpan di rumah-rumah warga.

Persawahan Mbay dikenal sabagai sentra penghasil beras mensuplai kebutuhan beras masyarakat Nagekeo dan kabupaten tetangga, Ende, Sikka sampai Flores Timur. Namun kondisi saat ini, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga setempat, rumah-rumah tangga petani membeli beras di pasar berkisar Rp 15.000 sampai Rp 16.000 perkilogram.

Rehabilitasi saluran primer dan sekunder Bendungan Sutami berlangsung sejak bulan Juni 2023. Proyek tersebut belum rampung 100 persen, sehingga belum menyuplai air ke sawah.

Keluhan tak punya stok padi disampaikan Ozias Ou, dan Yohanes Lewa warga Dusun 1 Desa Aeramo, serta Muhamad Hasan (58) warga Desa Tunggu Ramba, Kecamatan Aesesa, kepada Pos-Kupang.com, dan TribunFlores.com, Rabu siang 20 Desember di Aeramo. *

Berita TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News