Gunung Lewotobi Erupsi

Hujan Lebat Pertanda Leluhur dan Alam Merestui Ritual Beri Makan ke Gunung Lowotobi

Ritual memberi makan kepada Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Lewotobi Perempuan dipercaya oleh komunitas adat Suku Puka dipercaya meredahkan amarah alam.

Penulis: Paul Kabelen | Editor: Egy Moa
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
Suku Puka di Desa Nawokote di Kecamatan Wulanggitang, pemilik Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Ritual adat 'Tuba Ile' atau memberi makan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan bakal digelar beberapa waktu ke depan.

Ritual oleh tetuah adat Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur itu menyusul ritus permulaan sebagai permohonan maaf ke gunung kembar yang dipercaya masyarakat sebagai nenek moyang.

Tuan Tanah Suku Puka sekaligus pemilik Gunung Lewotobi, Tobias Lewotobi Puka (44), mengatakan leluhur dan alam sudah merestui ritual Tuba Ile.

"Setelah kami buat ritus lalu terjadi hujan, itu dari pandangan kearifan lokal bahwa leluhur sudah menyetujui apa yang kami minta," katanya, Jumat, 5 Januari 2023.

Baca juga: Pengungsi Bertambah, Persediaan Beras Menipis di Gudang

Menurutnya, hujan lebat selama beberapa jam sejak  Kamis, 4 Januari 2023 hingga hari ini, Jumat, 5 Januari 2023 bukan sekadar tanda. Tetapi bukti bahwa adat menjadi relasi antara manusia dengan Tuhan, alam dan leluhur.

Ritual untuk Gunung Lewotobi Perempuan dan Gunung Lewotobi Laki-Laki atau bahasa adat setempat disebut 'Ile Bele' (gunung besar) itu melibatkan suku Puka, Tobi, Kwuta, Wolo, Noba, dan Tapun.

Mereka membawa anak kambing dan sesajen lain seperti, sirih, pinang, telur ayam, arak, tembakau, dan braha atau penyatuan benang dan kapas warna merah-putih.

Penyembelihan kurban untuk Ile Lake (gunung laki-laki) dan Ile Wae (gunung perempuan) itu dilakukan Suku Puka karena menjadi komando dalam ritus sakral itu.

Baca juga: Kabut Asap di Labuan Bajo Bukan Abu Vulkanik Lewotobi Laki-Laki Tapi Fenomena El Nino

Tobias mengatakan ada dua mesbah, tempa melangsungkan ritual Tuba Ile. Sesajen yang mereka bawa kemudian diletakan di bawah batu besar yang menyerupai payung.

"Ada mesbah, jarak masing-masing 10 meter. Itu batu membentuk seperti payung. Ada lubang dalam batu itu, kemudian kami letakan sesajen di bawah batu," ungkapnya.

Dalam ritual itu, tua adat melantunkan mantra adat untuk menghormati gunung, tuan tanah suku Puka dan tetuah adat Nawokote akan menancapkan besi dalam tanah.

"Itu semacam penonggak, kita paku bumi dan tahan Ile (gunung) supaya jangan tumbang," katanya.

Baca juga: Bandara Frans Seda Maumere Kembali Dibuka Setelah 5 Hari Ditutup Akibat Erupsi Gunung Lewotobi

Usai ritual, tetuah adat Nawokote langsung berlutut dan menghormati gunung, kemudian berjalan mundur dari mesbah pertama ke mesbah kedua yang berjarak 10 meter.

Sementara dari mesbah kedua hingga kembali ke Desa Nawokote, para tetuah adat maupun siapa saja yang terlibat dalam ritual itu tidak boleh mengengok ke belakang. 

Letusan Gunung Lewotobi, Senin pagi 1 Januari 2024 menurunkan abu vulkanik melanda wilayah Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura di Kabupaten Flores. Sebanyak 3.868 jiwa mengungsi dan ditampung  di berbagai tempat. Semburan abu juga berdampak penutupan penerbangan di Bandara Frans Seda di Maumere sejak Senin sampai hari ini, Jumat 5 Januari 2024. *      

Berita TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved