Ignas Kleden Meninggal Dunia

Sosok Ignas Kleden Sastrawan Asal NTT, Alumnus STFK Ledalero yang Raih Doktor di Jerman

Indonesia kehilangan sosok cendikiawan pintar dan cerdas, Ignas Kleden.Ignas Kleden merupakan seorang intelektual terkenal kelahiran Flores Timur.

Editor: Gordy Donovan
POS-KUPANG.COM
DISKUSI - Sosok Ignas Kleden (berdiri pakai selempang) saat berbicara pada forum diskusi di Kota Kupang, NTT tahun 2018 lalu. 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Indonesia kehilangan sosok satrawan pintar dan cerdas, Ignas Kleden.

Ignas Kleden diketahui telah meninggal dunia Senin, 22 Januari 2024 pukul 03.46 WIB di Rumah Sakit Suyoyo, Jakarta Selatan.

Ignas Kleden merupakan seorang intelektual terkenal kelahiran Flores Timur.

Ignas Kleden bergelar Doktor.

Mengutip wikipedia, Ignas Kleden lahir pada tanggal 19 Mei 1948 di Waibalun, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: Sosiolog Ignas Kleden Asal Flores NTT Meninggal Dunia

 

Suami dari Ninuk Probonegoro ini aktif sebagai sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra sejak awal tahun 1970-an.

Setelah tamat pendidikan dasar dan menengah, ia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Ledalero, Maumere, Flores (1972).

Ignas meraih gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman pada tahun 1982.

Pada tahun 1995, Ignas Kleden meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman.

Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores.

Ia sempat pula bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta.Tahun 2000 ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.

Saat masih di tinggal Flores, ia sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu.

Baca juga: Cerita Petani Lereng Gunung Lewotobi, Gagal Panen di Tengah Lonjakan Sembako

Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.

Setelah hijrah ke Ibu Kota Jakarta tahun 1974, Ignas makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo.

Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, harian Kompas, dan lain-lain.

Buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (Cerpen Pilihan Kompas 1997) juga memuat esainya, "Simbolis Cerita Pendek".

Kumpulan esai tentang perbukuan, Buku dalam Indonesia Baru (1999), memuat salah satu tulisannya, "Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Politik tentang Kebudayaan".[2] Buku kumpulan esainya adalah Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (1988) dan Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004).

Ia menulis kata pengantar untuk Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995).

Tahun 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie.

Ia dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam lewat esai dan kritik kebudayaannya.

Meninggal Dunia

Sebelumnya, Indonesia berduka. Dr Ignas Kleden, MA meninggal dunia.

Intelektual terkenal Indonesia asal Flores, Nusa Tenggara Timur meninggal dunia pada usia 76 tahun.

Dikutip dari www.katolikku.com, Ignas Kleden yang meninggal dunia pada hari Senin, 22 Januari 2024 pukul 03.46 WIB di Rumah Sakit Suyoyo, Jakarta Selatan.

Kabar duka kepergian Ignas Kleden juga beredar luas di grup WA. Alumni seminari tinggi Ledalero tersebut meninggal dunia dalam usia 76 tahun.

"Dukacita mendalam dan doa kami. Semoga almarhum mendapatkan kedamaian sejati di haribaan Allah Maha Kasih. Dan semoga keluarga tercinta yang ditinggalkan, mendapatkan penghiburan dari Allah sendiri," demikian ucapan duka dari seorang kerabatnya.

Dr. Ignas Kleden, MA lahir pada tanggal 19 Mei 1948 di Waibalun, Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

Suami dari Ninuk Probonegoro ini aktif sebagai sastrawan, sosiolog, cendekiawan, dan kritikus sastra sejak awal tahun 1970-an.

Setelah tamat pendidikan dasar dan menengah, ia menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Ledalero, Maumere, Flores (1972).

Baca juga: Polsek Kota Komba Temui Pedagang dan Pengusaha Minta Jaga Kamtibmas 

Ignas meraih gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman pada tahun 1982.

Pada tahun 1995, Ignas Kleden meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman.

Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores.

Ia sempat pula bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta.Tahun 2000 ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.

Saat masih di tinggal Flores, ia sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu. Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.

Setelah hijrah ke Ibu Kota Jakarta tahun 1974, Ignas makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo.

Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, harian Kompas, dan lain-lain. (*)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved