Berita Kota Kupang

Keluh Kesah Sampah Warga Kota Kupang di Hari Bumi, Berbulan-Bulan Sampah Tak Diangkut

Pemgelolaan sampah di Kota Kupang semakin hari menjadi keluhan warga, karena banyak tempat pembuangan sementara yang berhari-hari tidak diangkut.

Editor: Egy Moa
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT menggelar diskusi publik membahas sampah, Jumat 19 April 2024 di Kota Kupang. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi 

POS-KUPANG.COM,KUPANG- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT menggelar diskusi publik membahas masalah sampah. Diskusi berjudul Hari Bumi 2024: Pulihkan Nusa Tenggara Timur, Dorong Pengelolaan Kebijakan Sampah yang Berkelanjutan, berlangsung Jumat 19 April 2024 secara tatap muka dan virtual. 

Diskusi dimulai dengan cerita dari warga Kota Kupang. Yumilda Kaciana Tua tentang masalah sampah di Ibukota Provinsi NTT dan pengelolaannya. 

"Banyak TPS yang bahkan berbulan pun tidak pernah diangkut sampahnya. Bahkan buat lagi kebun orang untuk TPS," kata Yumilda Tua. 

Menurut dia, banyak orang yang belum sadar secara sembarang membuang sampah. Dia meminta agar mengatasi masalah sampah harus dimulai dari diri sendiri. Di daerah Alak, biasanya mendapat sampah-sampah dari wilayah pusat kota.

Baca juga: Mahasiswi Sumba Timur Meninggal di Kamar Kos di Kota Kupang

 

"Mulai perbaiki diri, percuma kalau di tempat umum ada imbauan," katanya. 

Ia menyoroti tentang aturan yang sudah ada terkait dengan pengelolaan sampah di Kota Kupang. Tapi justru di TPA Alak pengelolaan sampah tidak dilakukan. Dampaknya bisa ke masyarakat sekitar, terutama di sekitar TPA Alak. 

Yumilda Tua menyebut etika menjaga lingkungan juga harus ada.  Pemerintah maupun pejabat tinggi harus melihat itu dengan lebih serius. Sisi lain, masyarakat juga perlu mendukung itu. 

Imbas dari sampah yang tidak pada tempatnya akan terakumulasi pada sebuah kejadian dikemudian hari seperti kebakaran hingga gangguan pernapasan. Pengelolaan sampah perlu dilakukan dari rumah hingga ke TPA. Paling penting, kata dia, adalah dimulai dari diri sendiri.

Baca juga: Milenial Kota Kupang Deklarasi Dukung Ansy Lema untuk Gubernur NTT 

Dia mengajak semua pihak agar ikut bertanggungjawab pada generasi berikutnya lewat menjaga lingkungan atau bumi di sekitarnya. 

Hendricus H Cornelis ketua Sahabat Alam NTT mengatakan, dalam temuannya ketika menyusuri sepanjang pantai di Kota Kupang, lebih dari 100 jenis sampah ditemukan. Jumlah itu paling banyak berupa kemasan makan dan minum dari pabrik. 

Penumpukan sampah membuat tanah tidak subur. Terlebih lagi sampah plastik. Bahkan menurut dia sampah hingga ke meja makan. Dia menggambarkan pencemaran lingkungan akibat sampah dan dikonsumsi manusia sebetulnya terkontaminasi dengan sampah. 

"Kita orang muda harus melibatkan diri dengan aksi nyata menyelematkan bumi kita," kata dia.

Baca juga: Frans Go Serahkan Bantuan ke Nelayan di Kota Kupang 

Staf Advokasi, Kampanye dan Pengorganisasian Rakyat WALHI NTT Grace Gracelia mengatakan, dalan kerja WALHI selama ini menemukan bahwa sampah menjadi masalah utama di NTT. Kota Kupang menjadi salah satu contoh dari semua daerah di NTT sebagai wilayah paling banyak sampah. 

Persoalan sampah menjadi yang paling dekat dengan manusia. Sampah itu didapat aktivitas keseharian. Sebetulnya ada undangan-undangan dan kebijakan nomor 18 tahun 2008. 

Tapi dari temuan WALHI, undang-undang itu tidak dijalankan secara serius. Keyakinan Grace Gracelia itu juga sama dengan orang lain tentang masalah sampah. 

"Kita tidak tahu akan bermuara dimana sampah kita," sebut Grace Gracelia.

Baca juga: BREAKING NEWS, Tiga Korban Meninggal Terdampak DBD di Kota Kupang

Menurut dia, sampah yang dihasilkan dari rumah, menang sangat berdampak. Masyarakat di TPA misalnya, mendapat dampak secara langsung. Manajemen sampah, kata dia, dari laporan WALHI tentang kebakaran sampah di TPA Alak. 

Namun, upaya itu tidak perhatikan serius. Kebakaran berulang sering terjadi di TPA Alak. Luasnya ada 9 hektar lebih lain bahkan ada pengembangan dengan konsep pengelolaan terbuka atau kumpul - angkut. 

"Artinya tidak ada pemilahan di sana," sebut dia lagi.  

Padahal dari tempat sampah saja yang tersebar di dalam kota Kupang sudah dipilah. Namun saat pengangkutan justru sampah hanya diangkut dan tercampur dalam kendaraan dan dibuang begitu saja di TPA Alak. 

Akibat dari itu, wilayah sekitar TPA Alak sudah pasti tercemar. Sisi lain, polusi atau pencemaran udara ikut terdampak hingga ke wilayah dalam kota. 

Setidaknya tiga aktor yang berperan dalam masalah sampah ini. Diri sendiri, menjadi salah satunya. Minimalisir sampah perlu dilakukan dari diri sendiri saat beraktivitas. Edukasi dilakukan dimulai dari lingkungan terdekat. 

Kemudian aktor lainnya adalah pemerintah. Bagian ini memiliki kewenangan dalam menangani masalah sampah. Kota Kupang, kata dia, punya perda yang mengatur pengelolaan sampah. Ironisnya perda itu tidak dijalankan. 

Lalu aktor berikutnya yang punya peran penting adalah perusahaan swasta. Tanggungjawab perusahan juga harus ada. Banyak orang yang tidak terlepas dari produk perusahaan. 

Menurut Grace Gracelia, tanggungjawab perusahan itu berupa pengelolaan bekas produk atau kemasan. Produk yang sudah digunakan harus diangkut kembali oleh perusahaan. 

Grace menyoroti ada pembangunan perumahan yang cukup sulit mengelola sampah. Sekalipun ada tempat sampah, angkutan sampah atau sistemnya pun terkadang tidak berjalan bagus. 

WALHI NTT juga menemukan masalah lain dari cerita. Ketika menemui warga pesisir, warga bercerita kalau sering menerima kiriman sampah dari wilayah lainnya. 

Persoalan lainnya adalah minimnya tempat sampah di wilayah Kota Kupang. Dia melihat warga kota Kupang sulit membuang sampah karena ketiadaan tempat. 

"Orang tidak punya akses untuk membuang sampah ke mana, 200 sampai 300 ton sampah per hari di TPA Alak," kata dia. 

Dalam PAD Kota Kupang tercatat 1 triliun lebih. Biaya operasional untuk pengelolaan sampah ada Rp 700 juta lebih. Namun, untuk jasa pengangkutan sampah hanya Rp 100 juta lebih. Angka ini tergolong kecil melihat kerja dan transportasi yang tersedia. 

WALHI mengajak agar adanya pengelolaan sampah berkelanjutan. Undang-undang yang ada perlu dijalankan secara serius. Pemerintah harus menindaklanjuti regulasi itu. Sisi lain, legislatif pun perlu mengambil bagian dalam mendorong gerakan itu. 

"Kami mengajak publik untuk gugatan sampah, ini kesadaran penuh untuk memulihkan lingkungan," kata dia. 

Semua kalangan harus bergerak bersama mendorong pemerintah dan DPRD untuk secara serius untuk menjalankan mandat yang sudah ada. 

Moriska Pasally dari WALHI Nasional mengatakan, sampah yang tertumpuk memang ikut berkontribusi dalam krisis iklim. Gas metan yang dihasilkan dari tumpukan sampah seperti di TPA Alak berpeluang menyumbang dampak itu. 

Pada level nasional, sampah nasional menyumbang 12 persen dalam krisis iklim secara nasional. Sampah yang timbul tahun 2023 ada 80 juta lebih dengan penurunan hanya 26 persen per tahun. 

Dalam data 2022, sampah organik menjadi urutan pertama dan sampah plastik urutan kedua. Jika ini ditumpuk maka potensi timbul gas metan dan kebakaran bisa terjadi. Lebih lanjut, pencemaran udara ikut terkena.  

"Yang harus kita lihat bahwa masalah sampah ini juga seperti masalah struktural lainnya dan terdampak ke kelompok rentan, terpinggirkan," ujar dia. 

Dia menanggapi dua aktor seperti Pemerintah dan korporasi yang terlihat masih belum menjalankan undang-undang dengan baik. Sumber sampah paling banyak dapat dari rumah tangga, pasar hingga perniagaan dan kawasan industri. 

Moriska sependapat ketika pengelolaan sampah di TPA secara nasional yang belum maksimal. Masalah infrastruktur maupun SDM menjadi tantangan. Sepanjang tahun 2023 ada lebih dari 20 TPA yang terbakar. Data itu menunjukkan pengelolaan sampah di TPA belum berjalan baik. 

Padahal jika sampah dikelola dengan baik, justru memberi efek yang positif. Prinsip keadilan lingkungan menjadi penting dalam mengendalikan sampah sebagai "momok" dikemudian hari. *

sumber: pos-kupang.com

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved