Kanwil Kemenag NTT

Butuh Perjuangan Mempertahankan Indeks Kerukunan di NTT

Kanwil Kemenag Provinsi NTT menggelar kegiatan cegah dini konflik sosial berdimensi keagamaan merupakan kegiatan Bidang Haji dan Bimas Islam.

Editor: Egy Moa
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Foto bersama peserta kegiatan cegah dini konflik sosial konflik sosial berdimensi agama yang diselenggarakan Bilang Haji dan Bimas Islam Kanwil Kemenag NTT, Selasa 21 Mei 2024 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi 

POS-KUPANG.COM,KUPANG-Pelaksana Harian (Plh) Kepala Kanwil Kemenag NTT, Artadi Wijaya mengatakan di NTT merupakan provinsi dengan indeks kerukunan tertinggi secara nasional dengan nilai 8,3 persen dibanding provinsi lainnya. 

"Untuk mempertahankan itu tentu sangat berat. Untuk meraih itu kita butuh perjuangan tetapi untuk mempertahankan ini yang sangat berat," kata Artadi Wijaya, dalam kegiatan cegah dini konflik sosial konflik sosial berdimensi agama, Selasa 21 Mei 2024 di Kupang. Kegiatan ini merupakan agenda bersama antara Bidang Haji dan Bimas Islam Kemenag NTT, atas arahan dari Kementerian Agama RI.

Artadi Wijaya bercerita, kegiatan yang sama sudah dilaksanakan ditingkat nasional yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Kementerian Agama selama lima hari bertajuk deteksi dini konflik sosial. Secara garis besar, kata dia, dimensi konflik ada dua yakni agama dan kebangsaan. 

Dimensi konflik keagamaan, merupakan konflik antar agama, intern agama, pendirian rumah ibadah, cara beribadah beda agama dan segala dan kegiatan agama lainnya. Berdasarkan itu, dalam PMA 332 itu, kegiatan semacam ini dibuat untuk melaksanakan pencegahan.

Baca juga: Dharma Lautan Utama Terima Penghargaan Kadin NTT, Bukti Menggerakan Perekonomian

 

Dalam Diklat itu, ujar dia, juga diminta untuk melakukan analisis terhadap masalah konflik sosial yang harus diselesaikan ditingkat nasional. Harusnya masalah-masalah yang ada bisa diurai di daerah masing-masing. 

Para pemangku kepentingan di lapangan atau terdekat, kata dia, agar sedini mungkin melakukan pencegahan atau mengantisipasi. Baginya kegiatan penguatan kapasitas ini menjadi penting. Artadi Wijaya mengatakan, untuk melihat sebuah masalah, dimulai dari sumber berita atau kabar itu. 

"Banyak media yang memberitakan tapi kita perlu cek secara mendalam kejadian tersebut. Artinya informasi yang kita dapatkan itu benar-benar kita cros cek lebih awal. Kebenaran seperti apa," kata dia. 

Kemudian, dari informasi itu dilihat lagi mengenai kronologis kejadian atau peristiwa. Setelah melihat itu, dilakukan pengecekan lagi informasi itu dengan standar 5W+1H. Dia mengatakan, verifikasi informasi itu, sebaiknya ikut melibatkan pihak terkait.

Baca juga: Klien Transfer Rp 1 Miliar, Oknum Pengacara di NTT Kembalikan Cek Kosong Rp 1,5 Miliar

NTT, sekalipun tingkat kerukunan tinggi, namun peluang terjadi konflik cukup besar, baik intern maupun eksternal. Agar potensi itu tidak terjadi maka, peluang kejadian ini harus dilakukan pencegahan yang bisa berakibat pada kejadian nasional. 

"Kalau deteksi bisa kita lakukan maka akan bisa kita selesaikan masalah itu. Bapak-bapak menjadi ujung tombak bisa menyelesaikan potensi konflik itu. Menjadi orang, menjadi fasilitator mencegah konflik sosial," kata dia. 

Plh Kepala Bidang Haji dan Bimas Islam, Sanu Bajuri mengatakan, diperlukan langkah-langkah efektif untuk menghindari konflik sosial yang berakar pada perbedaan keagamaan. 

Pelaksanaan kegiatan itu ini sebagai bentuk implementasi dari PMA Nomor 332  Tahun 2023 tentang Peringatan Dini Konflik  Sosial Berdimensi Keagamaan. PMA itu menjadi landasan hukum mengidentifikasi potensi konflik sosial sekaligus upaya mitigasi.

Baca juga: Mayoritas DPC Gerindra Usung Fary Francis di Pilgub NTT 2024

"Kegiatan ini menjadi instrumen meningkatkan kapasitas dan memperkuat aktor penerangan agama Islam dalam rangka merawat kerukunan dan harmoni sosial," katanya. 

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved