Berita Lembata

Konflik Kades Dikesare dan BPD, Tokoh Masyarakat: Urus Kampung, Bukan Urus Perusahaan Pribadi

Hubungan Kepala Desa Dikesare Fransisko Raing dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bernama Stefanus Nuba Purek sedang tidak baik-baik saja. Ke

Editor: Ricko Wawo
TRIBUN FLORES.COM/RICKO WAWO
Komunitas Audio Lembata menggelar parade sound di pantai wisata Lewolein, Desa Dikesare, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata, Minggu 8 Mei 2022. 

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA-Hubungan Kepala Desa Dikesare Fransisko Raing dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bernama Stefanus Nuba Purek sedang tidak baik-baik saja. Keretakan hubungan mereka ini mencuat setelah Aliansi Peduli Lewotana (PELITA) Lewolein dan Anggota BPD mengadukannya ke aparat penegak hukum atas dugaan korupsi.

Seperti diberitakan Tribun Flores sebelumnya, Fransisko meminta Penjabat Bupati Lembata memecat Stefanus Nuba Purek dari posisinya di BPD dan menantang aliansi PELITA untuk membongkar dugaan korupsi dirinya sebagai kepala desa.

Konflik ini pun ditanggapi Rafael Ikun, tokoh masyarakat dan mantan kepala desa Dikesare tiga periode.

Rafael menilai komunikasi antara kepala desa saat ini dan anggota BPD memang tidak bagus dan tidak intens.

"Karena (kepala desa) tinggalnya di Lewoleba, lalu mengabdinya di Lewolein (desa Dikesare). Itu yang komunikasinya tidak efektif. Hal kecil sebenarnya yang sebenarnya bisa diselesaikan tetapi akhirnya dilaporkan. Itu dugaan saya," kata Rafael saat dihubungi, Jumat, 7 Juni 2024.

 

Baca juga: Kades Dikesare Tantang PELITA Bongkar Temuan Dugaan Korupsi Ratusan Juta

 

 

Dia juga menilai pernyataan kepala desa Fransisko di media massa untuk memecat salah satu anggota BPD Dikesare karena bergabung dengan aliansi PELITA merupakan pernyataan yang konyol dan akan memicu konflik berlanjut.

Tidak ada undang-undang yang melarang anggota BPD untuk bergabung dalam organisasi masyarakat tertentu.

"Kecuali dia bergabung dalam organisasi yang terlarang secara undang-undang," tambahnya.

Rafael mengaku bingung dengan tuduhan Fransisko Raing yang menyebutkan ada tokoh-tokoh tertentu yang menjadi provokator yang membuat pembangunan di desa tersendat.

"Pertanyaan saya, tokoh siapa yang jadi provokator? Atau masyarakat siapa? Karena bagi saya, beliau (kepala desa) urus kampung, bukan urus perusahaan pribadi. Jadi masalah itu harus diurai. Urus kampung itu beda, bukan urus perusahaan. Tidak ada yang lakukan provokasi," tegasnya.

Kalau ada masalah di kampung maka harus diuraikan. Tokoh-tokoh masyarakat dipanggil untuk duduk bersama supaya masyarakat tidak jadi korban.

Selama menjabat sebagai kepala desa tiga periode, pengelolaan dana desa di bawah kepemimpinannya dulu juga sudah diaudit oleh inspektorat. Hasilnya, tambah Rafael, ada temuan yang harus dia dan beberapa staf pertanggungjawabkan.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved