Berita Lembata

Kematian Bayi, Warga Kolontobo Minta DPRD Lembata Jangan Matikan Pelantang Suara

Salah satu warga Desa Kolontobo, Philipus Payong meminta DPRD Lembata agar jangan mematikan pelantang suara (mikrofon) pada kasus kematian bayi di

Editor: Cristin Adal
ISTIMEWA
Ilustrasi Bayi 

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA- Salah satu warga Desa Kolontobo, Philipus Payong meminta DPRD Lembata agar jangan mematikan pelantang suara (mikrofon) pada kasus kematian bayi di Lembata. 

Hal ini diungkapkan oleh Philipus saat dijumpai di kediamannya di Desa Kolontobo, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata pada Senin, 24 April 2024.

Untuk diketahui, seorang bayi telah meninggal dunia pada Minggu, 23 Juni 2024 di RSUD Lembata. Sebelumnya, Ibu hamil yang berasal dari Desa Kolontobo ini telah dirawat di Puskesmas Waipukang.

Keluarga menginginkan agar Ibu Hamil ini dirujuk ke RSUD namun atas permintaan dokter, Ibu Hamil tersebut dirujuk ke RS yang lain pada Kamis, 20 Juni 2024. 

Alasannya karena harus dioperasi bersama dua Ibu Hamil lainnya yang sudah berada di RS tersebut. 

Baca juga: Kapolres Ende Bakal Bantu Keperluan Bayi Berusia 20 Hari yang Ditinggalkan Sendirian di Kapela 

 

 

Usai dioperasi, bayi itu dirujuk lagi RSUD dan meninggal di RSUD pada Minggu, 22 Juni 2023 sekitar pukul 07.00 Wita. Sedangkan Ibunya tetap berada di RS yang dimaksud. 

“Kasus kematian Ibu dan bayi di Lembata ini sudah terjadi berulang kali. Sudah cukup sudah, DPR jangan kasi mati mic,” ungkap Philipus. 

Philipus menyayangkan kejadian ini. Sebab, keinginan keluarga sejak awal melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) namun diarahkan ke RS yang lain. 

“Apa memang aturannya seperti itu kalau pasien rawatnya di Puskesmas Waipukang lalu dirujuk ke RS yang lain. Memangnya di Rumah Sakit Umum itu tidak ada dokter, tidak ada peralatan ?” gugat Philipus. 

Philipus kepada wartawan meminta agar DPRD Kabupaten Lembata memanggil Pemerintah Kabupaten Lembata untuk menjelaskan peristiwa di balik kematian bayi ini. 

“DPRD segera panggil Penjabat Bupati, Kadis Kesehatan, Camat Ile Ape, Kepala UPTD Puskesmas Waipukang, Kepada Desa dan Bidan Kolontobo untuk diminta penjelasan terkait kasus ini,” tegas Philipus. 

Sebab, Philipus menduga ada permainan bisnis yang selama ini sedang dimainkan oleh oknum-oknum tertentu. 

“Ketika rujukan ini saya heran. Setiap rujukan ada konsultasi dokter dengan dokter, kira-kira faskes mana yang bisa melayani pasien ini karena dia tau rekam medik ada,” ujar Philipus. 

“Jangan karena ada pasien ibu hamil semua di RS yang lain jadi semua bawa ke sana. Setiap ibu hamil punya rekam medik yang berbeda. Rekam medik pasien dari Kolontobo itu bisa atau tidak ? Kan bayi itu akhirnya pake inkubator di Rumah Sakit Umum. Artinya RS yang lain itu tidak punya faskes yang lengkap untuk dua pasien ini,” sambungnya. 

Philipus berujar setelah selesai operasi anaknya dibawa ke RSUD. Kenapa tidak dari awal dibawa ke RSUD. Di RSUD sudah akreditasi Paripurna jadi seharusnya dari awal dibawa langsung ke RSUD. 

Menurut Philipus, hal ini tidak bisa dibiarkan seperti ini. Jangan ada lagi anak Lembata yang dikorbankan karena dugaan bisnis oknum-oknum tertentu.


Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved