Berita Sabu Raijua

Harga Rumput Laut Anjlok, Warga Sabu Raijua Beralih Profesi

Rumput laut tidak hanya diolah menjadi sayuran, tetapi bisa juga diolah menjadi pangan lokal seperti kue dan juga minuman.

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
POS-KUPANG.COM
RUMPUT LAUT SABU RAIJUA - Petani saat memperlihatkan rumput laut di Sabu Raijua, NTT, Juli 2024. 

TRIBUNFLORES.COM, SEBA - Rumput laut sangat membantu menopang perekonomian masyarakat Sabu Raijua khususnya masyarakat pesisir pantai Koloudju, Desa Menia, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua.

Rumput laut tidak hanya diolah menjadi sayuran, tetapi bisa juga diolah menjadi pangan lokal seperti kue dan juga minuman.

Jika pedagang atau penadah dari Makassar dan Kupang masuk Pulau Sabu, mereka membeli rumput laut kering di petani dengan harga standar Rp25 ribu per kilogram tetapi saat ini sudah menyentuh Rp10 ribu per kilogram.

Agustina, warga Desa Raemedia selama 2024 telah mengumpulkan 4 karung 100 kilogram rumput laut kering di rumahnya.

Belum ada niat untuk menjual rumput lautnya kepada pengepul karena hanya dijual dengan harga Rp10 ribu per kilogram.

Baca juga: Petani di Sabu Raijua Budidayakan 60 Ton Bibit Rumput Laut

 

Saat ini Agustina telah memiliki tiga jenis rumput laut yaitu rumput laut hijau, rumput laut merah dan rumput laut merah halus. Dalam pembudidayaan ini, ia belum pernah mendapatkan bantuan pemerintah karena ia tidak tergabung dalam kelompok tani. Satu kelompok tani terdapat 10 petani.

Menurutnya, petani rumput laut juga kini semakin berkurang karena banyak petani rumput laut yang berlatih menjadi petani tambak garam.

"Lebih banyak kerja tambak garam, sawah, kerja agar repot, tidak ada harga begini. Ini tahun saja yang tidak jual karena tidak ada harga. Karena orang minta sepuluh ribu,"ujarnya saat ditemui di desa Raemedia, Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua.

Selain itu, hama juga menyerang rumput laut sehingga membuatnya semakin sulit dalam mengelola rumput laut apalagi selama ini ia belum mendapatkan bantuan pemerintah. Terus bekerja namun sudah sulit dijual. Ada pun pembeli yang menawarkan harga rumput laut Rp10 ribu per kilogram.

Mata pencaharian masyarakat di Sabu Raijua berbeda-beda tergantung kondisi desa masing-masing. Masyarakat pesisir di Koloudju, Desa Menia, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua mayoritas penduduknya bermatapencaharian petani untuk bertahan hidup.

Saat air laut surut, setiap hari Agustina bergegas ke pantai membawa karung untuk mencari rumput laut. Kalau beruntung, Agustina membawa pulang sedikit rumput laut, kalau tidak, ia akan membawa pulang karung kosong.

"Kalau ada agar yang rusak di pinggir, kita pilih. Kalau tidak ada, ya pulang kosong,"ujar Agustina, warga desa Menia kepada Pos Kupang, Senin (15/7).

Sejak adanya peraturan gubernur tentang pelarangan penjualan rumput laut ke luar daerah, petani rumput laut di Sabu Raijua merasa kesulitan untuk menjual rumput laut ini karena pembeli tidak masuk ke Sabu Raijua. Namun pada intinya mereka hanya menginginkan mereka kembali bisa menjual.

Mereka mengaku, tidak akan sulit memutar otak untuk terus bertahan hidup dengan rumput laut jika perusahaan pengolahan rumput laut yang diresmikan beberapa tahun di Sabu Raijua bisa beroperasi dengan baik. Namun hingga saat ini perusahaan ini tidak berjalan.

Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani pembudidaya rumput laut ini mengaku kesulitan menjual rumput laut seperti dulu lagi karena adanya pelarangan ini. Selama dua tahun ini memang ada pembeli yang datang ke Sabu namun menawarkan dengan harga yang sangat murah.

Baca juga: Cuaca Tak Menentu Cemaskan Petani Rumput Laut di Sabu Raijua NTT

Susah Cari Bibit

Biasanya mereka menjual rumput laut kering dengan harga standar kisaran Rp25 sampai Rp30 ribu per kilogram. Saat ini pembeli menawarkan dengan harga Rp10 ribu sampai dengan Rp15 ribu. Karena harga yang ditawarkan menurut mereka sangat murah, mereka memilih untuk menyimpan rumput laut mereka selama satu tahun ini.

Lenci, warga Menia mengaku penawaran ini terlalu rendah dibandingkan proses pengolahan rumput laut. Ia memilih rumput laut keringnya disimpan di dalam gubuk sebagai gudangnya.

Ketua RT 002 Koloudju, Anis Ipir mengatakan, untuk pembudidayaan rumput laut ini, mereka harus membentuk satu kelompok dengan SK Bupati. Kemudian mendapatkan bantuan dari Dinas KKP sebagai pendamping serta bantuan pemerintah daerah berupa bibit, tali dan sebagainya. Namun semenjak kehadiran tambak garam, banyak petani rumput laut, dan petani sawah beralih menjadi petani garam.

la menuturkan, sejak lama warganya membentuk kelompok tani budidaya rumput laut atau agar-agar (agar) lazim orang Sabu Raijua menyebutnya untuk menunjang kebutuhan hidup mereka. Hingga saat ini masyarakat pembudidaya rumput laut di Koloudju masih aktif.

Namun karakter rumput laut yang berbeda juga sangat dipengaruhi kondisi air laut dan cuaca di Sabu Raijua. Jika terlalu panas, rumput laut rentan terkena penyakit seperti ubah warna menjadi merah kemudian hancur. Jika curah hujan terlalu banyak maka bisa menyebabkan kerusakan pada rumput laut. Kualitas dan keberhasilan produksi rumput laut sangat bergantung pada kadar air.

"Kadang kondisi bagus kadang kondisinya kurang bagus. Kalau bagus itu kita panen banyak," ujar Anis yang juga menjadi anggota kelompok tani rumput laut ini.

Menurutnya, kondisi yang baik untuk pembudidayaan rumput laut biasanya periode Januari sampai Maret kemudian Desember sampai Januari. Sementara periode Mei sampai November kondisi cuaca kurang mendukung untuk pembudidayaan rumput laut. Biasanya pada periode ini, hasil rumput laut yang diperoleh para petani sangat sedikit.

Meskipun Sabu Raijua memiliki hasil rumput laut yang baik tetapi justru kesulitan mendapatkan bibit. Baru-baru ini juga mereka telah mengusulkan untuk pengadaan bibit rumput laut sebanyak 1 ton yang telah disanggupi Pemda tetapi, mencari bibit rumput laut di Sabu saat ini sangat sulit.

"Bibitnya harus dari tempat lain. Kalau dari Sabu sendiri tidak bisa. Gaya bibitnya beda. Itu juga butuh ganti bibit setiap tahun," lanjutnya.

Olah Jadi Pangan Lokal

Anis mengaku, beberapa tahun lalu ia mengikuti pelatihan pengolahan pangan bahan baku rumput laut yang didampingi Disperindagkop Sabu Raijua. Alhasil bersama kelompoknya ia bisa mengolah rumput laut menjadi pangan lokal seperti dodol, kue dan bahan makanan lainnya untuk dijual.

Tetapi sejak 2017 hingga saat ini tidak aktif karena sebagian besar dari mereka sudah beralih menjadi petani tambak garam. "Coba bangkit kembali itu, baik. Ini tidak lagi,"ungkap Anis.

Pergub NTT Menghambat

Asisten II Setda Kabupaten Sabu Raijua, Ir Mansi R. Koreh mengatakan, pemerintah Kabupaten Sabu Raijua akan menyiapkan sebanyak 60-an bibit rumput laut bagi petani di Sabu Raijua.

Bibit rumput laut tersebut untuk pemberdayaan petani rumput laut. Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua memberikan bantuan kepada petani rumput berupa patok, tali dan prasarana yang dibutuhkan.

Bantuan ini diberikan setiap tahun melihat potensi rumput laut di sejumlah kecamatan di kabupaten Sabu Raijua. Budidaya rumput laut ini sudah menunjukkan hasil bahkan mereka bisa membangun rumah dan penuhi kebutuhan hidup.

"Ada bantuan setiap tahun. Lumayan membantu sekali. Kalau dilihat dari mereka di beberapa kecamatan, desa itu sudah menikmati hasilnya, mereka bisa lebih mudah,"ungkap Mansi pada Selasa (16/7).

Dalam pemberdayaan ini tentu pemerintah mendengarkan keluhan masyarakat khususnya petani rumput laut. Salah satunya pada tahun 2024 petani rumput laut kesulitan mendapatkan bibit rumput laut yang baik apalagi semenjak dilanda badai Seroja pada 2021 silam. Sehingga untuk mendapatkan bibit yang baik, harus mendatangkan bibit dari luar Sabu Raijua.

Untuk tahun 2024 ini pemerintah menyediakan benih rumput laut. "Selama ini mereka kesulitan bibit, mungkin tidak sepenuhnya dari luar. Ini sekitar 60-an ton benih rumput laut segar,"ujarnya.

Membudidayakan rumput laut tidak membutuhkan keahlian khusus dan petani tentu mahir mengerjakannya. Namun, budidaya rumput laut juga membutuhkan biaya yang cukup mulai dari pembibitan, panen hingga pengeringan.

Kendala terbesar yang dihadapi Pemda Sabu Raijua saat ini adalah bagaimana memasarkan rumput laut ini. Sementara, kurang lebih 53 desa pesisir di Sabu Raijua yang berpotensi besar untuk pengembangan rumput laut tetapi harga rumput laut semakin anjlok. Bahkan saat ini menyentuh angka Rp12 ribu per kilogram.

Pemerintah Sabu Raijua sudah berupaya mendatangkan sejumlah pembeli dari luar Kupang dan Surabaya dengan harga yang wajar dengan mematok harga Rp30 ribu per kilogram.

Selain itu, Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2022 tentang tata niaga komoditas hasil perikanan juga dinilai menghambat pemasaran rumput laut. Tetapi, pemerintah Sabu Raijua memberikan kelonggaran aturan tersebut agar petani tetap menjual hasil rumput laut mereka ke luar.

Sementara untuk program spesifik terkait pembudidayaan rumput laut dan pemberdayaan petani rumput laut, pemerintah Sabu Raijua belum ada. Namun Sabu Raijua sudah memiliki pabrik pengolahan rumput laut yang belum beroperasi hingga hari.

Hal ini tentu membutuhkan pihak ketiga yang mau mengelola. Beberapa kali melalui Disperindag pemerintah mencoba menarik pihak ketiga tetapi belum ada yang memikat.

Peran dinas terkait penting, selain memberikan bantuan-bantuan juga bisa menghubungi para pembeli dari luar.

Kondisi ini disebabkan persaingan harga rumput laut di pasar global. Karena rumput laut bukan hanya berasal dari Sabu melainkan juga dari wilayah-wilayah penghasil rumput laut lainnya di Indonesia.

Ia berharap, pembeli tidak hanya didatangkan pemerintah, tetapi ada komunikasi internal antara petani dan pembeli sehingga tidak sia-sia mereka bekerja. "Istilahnya, pemilik rumput laut juga ada hubungan dengan para pembeli karena kita sudah pernah buka jalan, tinggal lanjutkan," ujarnya.

Gunakan Pola Anaconda

Ketua Komisi II DPRD Sabu Raijua, Yerdinas Djita mengatakan, DPRD selalu menggenjot pemerintah supaya melihat potensi rumput laut ini. Karena rumput laut sebagai salah satu icon Sabu Raijua untuk membantu masyarakat pesisir dengan pembudidayaan rumput laut.

Oleh sebab itu DPRD mengalokasi anggaran untuk seluruh petani rumput laut di sekitar pesisir laut di Pulau Raijua, Hawu Mehara, Sabu Barat, Sabu Timur dan sekitarnya.

Ia menilai, selama ini dalam pembudidayaan rumput laut, petani hanya mengikat rumput laut pada tali. Tetapi pada musim tertentu rumput laut diserang hama. Oleh karena itu, ia mengusulkan kepada pemerintah pembudidayaan rumput laut dengan sistem anaconda.

Pembudidayaan rumput laut sistem anaconda yakni pembudidayaan rumput laut dengan cara menempatkan rumput laut di dalam waring/wadah dan membiarkan berkembang sendiri sehingga bisa terhindar dari hama. Selama ini yang dilakukan petani secara tradisional dengan mengikat pada tali sehingga ketika diserang hama, rumput laut menjadi rusak.

Kepada Dinas Perikanan dan Kelautan dirinya mengatakan, untuk pembudidayaan bibit, harus menentukan salah satu tempat pembudidaya rumput laut sehingga bilamana petani terkendala bibit maka dengan sendirinya di kelompok pembudidaya bibit sudah tersedia.

"Mungkin itu yang kita harapkan selama ini yang digenjot setiap tahun dalam sidang anggaran, saya selalu ingatkan kepada dinas Perikanan dan Kelautan,"ujarnya pada Selasa (16/7).

Setengah dari desa di Sabu Raijua memiliki potensi besar untuk budidaya rumput laut. DPRD mendorong pemerintah juga dalam melihat pasar. Selama ini pasar sulit karena sangat bergantung pada panen raya. Saat panen raya, harga cenderung turun.

Tetapi bagaimana pun, karena Sabu Raijua memiliki pabrik pengolahan rumput laut tetapi tidak beroperasi hingga saat ini, DPRD juga berupaya mendorong pemerintah untuk bangkitkan kembali pabrik ini supaya rumput laut bisa diooah dan diatur harganya.

Misalnya, jika ada pembeli dari luar, pemerintah bisa memberikan patokan harga jual atau diambil dari pabrik pengolahan untuk dijual dengan harga tinggi.

Mengenai Peraturan Gubernur NTT terkait pelarangan penjualan rumput laut ke luar daerah, menurutnya, penjualan hanya kepada satu investor/pengepul akan menimbulkan monopoli. Apabila banyak pengusaha yang masuk Sabu Raijua, harga rumput laut meningkat. Tetapi apabila hanya segelintir pengusaha harga rumput laut cenderung anjlok.

Menurutnya, pemerintah tidak perlu mengeluarkan aturan yang hanya sistemnya memonopoli kecuali sudah menentukan harga dan mereka mengacu pada HET yang telah ditetapkan. Dengan harga stabil, ini akan membuat petani senang dibandingkan harga naik turun atau fluktuatif.(pos kupang.com).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved