Erupsi Gunung Lewotobi Laki laki

Nestapa Warga Desa Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi di Tengah Bahaya Abu Vulkanik 

Delapan bulan sudah warga yang bermukim di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki, Flores Timur, NTT melewati hari dengan aktivitas vulkanik gunung itu.

|
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
TERDAMPAK- Suasana Desa Persiapan Padang Pasir, Desa Induk Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur yang juga terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Minggu, 17 Agustus 2024. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA- Delapan bulan sudah warga yang bermukim di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melewati hari dengan aktivitas vulkanik gunung itu.

Gunung berstatus Level III (siaga) ini masih memuntahkan material abu vulkanik sejak Desember 2023 lalu hingga Agustus 2024. Ada 18 desa yang bermukim di lereng Gunung Lewotobi Laki-laki, meliput 11 desa di Kecamatan Wulanggitang dan 7 desa di Kecamatan Ile Bura.

Mencakup puluhan ribu jiwa, sebanyak 6 desa di antaranya menjadi wilayah terdampak parah dengan kadar abu vulkanik sangat tebal. Wilayah dimaksud adalah Desa Dulipali, Desa Hokeng Jaya, Desa Klatanlo, Desa Pululera, Desa Boru, dan Desa Nawokote.

TRIBUNFLORES.COM mendatangi desa terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki pada, Sabtu, 17 Agustus 2024 dan Minggu, 18 Agustus 2024 dan melihat abu belerang tebal membuat pemukiman tak sehat.  Keadaan seperti ini sudah terjadi sejak erupsi pertama Desember 2023 hingga warga diungsikan awal Januari 2024.

 

Baca juga: 1.767 Rumah Terdampak Abu Vulkanik Gunung Lewotobi di Flores Timur NTT, Ratusan Atap Rusak

 

 

Enam desa itu masuk pada bagian barat laut, barat, dan barat daya dari Gunung Lewotobi Laki-laki. Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Lewotobi Laki-laki di Desa Pululera mencatat pergerakan abu mengikuti arah angin condong  ke Desa Dulipali, Klatanlo, Hokeng Jaya, Boru, Nawokote, dan Pululera.

Diserang Penyakit

Banyak warga termasuk anak-anak terserang diare, gatal-gatal, batuk, bahkan tak menutup kemungkinan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa). Hawa kampung yang mulanya asri nan indah kini seperti  'Kampung Belerang'.

Saban hari warga memakai masker penutup hidung dan mulut untuk mengurangi resiko penyakit dari lingkungan yang tercemar. Namun tak sedikit dari mereka masih acuh dengan protokol kesehaatan.

 

Baca juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan Pacu Produktivitas Budidaya Rumput Laut di Sabu NTT

 

Belerang di sepanjang jalan hingga halaman bahkan terbawa angin lalu masuk sampai ke dalam rumah. Meja makan, piring, gelas, dan peralatan lainnya selalu terkena abu meski sudah ditutup rapat dengan kain.

Bahaya Abu Vulkanik Khawatirkan Warga

Salah seorang ibu rumah tangga sekaligus penjual buah di Desa Hokeng Jaya, Elisabeth Kuna Namang, masih mengalami batuk keras akibat terus menghirup abu gunung.

"Entah di rumah atau saat jual, setiap saat hirup belerang. Kita pakai masker sampai dua lapis juga masih rasa, sampai sakit," katanya kepada wartawan, Senin, 19 Juli 2024.

Bahaya penyakit memang mengkhawatirkan sekaligus teror bagi warga terdampak erupsi. Mereka cemas suatu waktu timbul penyakit yang lebih serius karena saban hari terpapar belerang.

"Sekarang ini batuk-batuk, itu hari banyak sakit diare, tidak tahu beberapa bulan atau kapan saja pasti muncul banyak penyakit lain," tutur Elisabeth.

 

Berita TribunFlores.com Lainnya di Google News

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved