Liputan Khusus Pos Kupang
Mengenal Penganut Jingitiu di Sabu Raijua NTT
Penganut Jingitiu yang ada di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT, mendapat perlindungan dari Negara. Sekda minta setop diskriminasi terhadap mereka.
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
Kepada para Kepala Sekolah, ia berpesan agar sari hasil dokumentasi video dan website Jingitiu yang sudah diluncurkan yang berkaitan dengan adat istiadat, ritus yang dimiliki secara turun-temurun dari para orang tua pemangku adat bisa dimanfaatkan untuk mata pelajaran Mulok.
Apresiasi Pemkab Sabu Raijua
DIREKTUR Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) di Kemendikbudristek RI ,Sjamsul Hadi, S.H., M.M mengatakan, peluncuran Karya Dokumentasi dan Website Jingitiu di Sabu Raijua merupakan kesempatan bersama untuk berdialog dalam rangka penyusunan buku Dokumentasi dan Website Jingitiu.
Kerja sama dengan Yayasan Marungga bisa bermanfaat bagi semua pihak. Ia menyatakan, pihaknya sudah menyelenggarakan Bimtek dengan Pemda Sabu Raijua agar buku ini dijadikan tambahan untuk mata pelajaran Mulok di sekolah-sekolah di Sabu Raijua.
Kiranya Jingitiu sebagai kekayaan budaya yang ada sudah teridentifikasi dan masuk dalam pokok pikiran kepercayaan daerah Kabupaten Sabu Raijua. "Saya berharap ke depan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dengan identitas kekayaan budayanya yaitu masyarakat adat Jingitiu," ungkap Sjamsul.
Sjamsul mengapresiasi dan berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua atas perhatiannya terhadap masyarakat adat Jingitiu dengan ditetapkan SK Bupati nomor 97 tahun 2024 mengangkat Mone Ama sebanyak 50 orang.
"Ini hak prerogatif perorangan kami pemerintah tidak bisa memaksakan dan tidak boleh memaksakan gitu. Kembalikan kepada kesadaran diri masing-masing, apabila keyakinan Bapak ibu sebagai penghayatan segera berproses identitasnya supaya negara lebih pasti melindungi dan kami bersama kejaksaan negeri bekerja sama mendorong akselerasi pemenuhan hak-hak sipil sebagai kepercayaan Jingitiu," jelasnya.
Ia menegaskan, hingga saat ini masyarakat adat penghayat Jingitiu hanya memiliki enam wilayah adat yang diakui dengan harapan tidak ada penambahan jumlah lagi. Bukan berarti melarang, tetapi hal nyata yang sudah diakui. Sehingga dibutuhkan restrukturisasi kepengurusan organisasi masyarakat adat Jingitiu Sabu Raijua agar bisa ditetapkan dalam peraturan bupati Sabu Raijua.
Sekda : Perda Sabu Raijua
Sekda Sabu Raijua sekaligus Plt Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (PKKO) Sabu Raijua, Septenius Bule Logo, mengatakan, upaya untuk pelestarian penghayat Kepercayaan Jingitiu tetap hidup di Sabu Raijua, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sabu Raijua sudah kukuhkan 50 orang Dewan Mone Ama sebagai bentuk upaya pemerintah untuk melestarikan penghormatan dan pemenuhan keadaan penghayatan kepercayaan Jingitiu yang sudah berlangsung beberapa taun ini.
Sekarang sudah ada perhatian Pemerintah Pusat melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari Kemendikbudristek bersama Yayasan Marungga sudah menunjukkan bahwa ada intervensi untuk memperkuat eksistensi Jingitiu di Sabu Raijua.
"Pada prinsipnya pemerintah kabupaten Sabu Raijua tetap memberikan penghormatan dan pemenuhan terhadap hak-hak mereka supaya diperlakukan setara dengan warga masyarakat lain. Punya kedudukan yang sama, tidak merasa diskriminatif," ungkap Septenius.
Selain keputusan Bupati yang sudah ada, ke depannya, pemkab Sabu Raijua akan tingkatkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Dalam diskusi dengan Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi S.H., M.M, bahwa hal yang sama juga dilakukan di Alor.
Pemkab Sabu Raijua juga sudah memiliki Perda terkait masyarakat adat. Perda Nomor 8 tahun 2022 tentang penataan dan pemberdayaan lembaga kemasyarakatan desa, kelurahan, lembaga adat desa dan masyarakat hukum adat.
Septenius menuturkan, masyarakat adat erat kaitannya dengan penganut kepercayaan Jingitiu karena di dalam masyarakat adat itu ada yang menganut kepercayaan Jingitiu dan juga agama lainnya. Menurutnya, masalah Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah masalah hakiki dari setiap manusia sehingga pada prinsipnya pemerintah menghormati hak dasar HAM kepada masyarakat Jingitiu. Pemerintah menghormati penganut kepercayaan Jingitiu seperti penganut agama lain.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.