Unika Santu Paulus Ruteng

Menjaga Ada Kita: Sebuah Refleksi Menyambut Tahun 2025 oleh Dosen Unika Ruteng

Satu pengalaman rohani orang-orang yang mendapat predikat “pribadi beriman”, yakni “mencintai” sebagai wujud kasih Allah secara

Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/ISTIMEWA
Dosen PBSI Unika Santu Paulus Ruteng, Bernardus Tube Beding. 

Sikap “mengasihi tanpa batas, tanpa syarat” tidak dapat kita peroleh dari buku, bangku pendidikan, program televisi, atau lokakarya dan seminar. Sikap “mengasihi” sesungguhnya kita peroleh dari orang yang memberikan kesaksian mengenai kasih Allah bagi manusia melalui kata, perbuatan, sikap, dan contoh hidup mereka. 

Kesaksian mereka mewartakan kebenaran kasih Allah dan mengundang kita untuk menjaga “ada kita” dengan hidup sesuai kebenaran kasih itu. 

Sisi lain, pemerintah Indonesia telah membentuk badan yang bertugas “menjaga ada kita” secar terpimpin, yakni Badan Bahasa. 

Namun, tugas mewujudkan pemartabatan bahasa Indonesia setidak-tidak dalam jangkauan lintas kementerian, karena mencakup seluruh keberadaan masyarakat pemakai bahasa Indonesia. 

Badan Bahasa seharusnya tidak berada di bawah sebuah kementerian. Badan ini harus diberi kedudukan atau posisi lebih. 

Ia harus berada di bawah presiden secara langsung agar memiliki kekuatan 'memaksa' menjaga ada kita dengan penggunaan bahasa Indonesia yang mantap secara bentuk dan fungsinya. 

Bukan berarti peran agama dan pemerintah itu dominasi “menggurui”. Tentu kita tidak menghendaki ada kita dijaga secara otoriter. 

Sikap menggurui hanya menghalangi kehendak bebas setiap pribadi untuk mencapai pengetahuan dalam suasana egaliter. Apalagi di era perkembangan teknologi dan informasi saat ini, sikap menggurui hanyalah sinyal kekurangan pengetahuan. 

Langkah menjaga keberadaan kita tidak dapat didikte. Kebebasan menyusun alam pikiran dan ruang hati sendirisetiap pribadi harus dihormati. 

Stakeholder agama dan pemerintah hadir sebagai pelopor kultur egaliter. Generasi baru berhak mendapat penjagaan terhadap keberadaannya dalam semangat egaliter, sehingga mereka memiliki apa yang disebut Rocky Gerung (2024:334) sebagai “free will”. Artinya, kehendak kita hanya disebut kehendak bebas bila ia tidak berada di bawah kehendak orang lain.

Kita tidak tahu berapa waktu yang tersisa untuk ada kita. Satu tahun lagi? Kurang dari itu, atau lebih dari itu? Semuanya misteri. Hal yang menjadi nyata bahwa kita manfaatkan waktu untuk menjaga ada kita dengan memberi arti padanya sebagai pribadi yang mengasihi tanpa syarat serta berbahasa baik, benar, dan santun. Mudah-mudahan. 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved