Pengungsi Gunung Lewotobi
Kisah Kakek Pengungsi Gunung Lewotobi Nekat Pulang Kampung Demi Sesuap Nasi
Kakek 70 tahun itu duduk seorang diri di pertigaan jalan di Dusun Goliriang, Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Hilarius Ninu
Meski keselamatan nyawa sangat terancam bahaya letusan, kekhawatiranya sirnah demi hidup keluarganya. Uang hasil menjual komoditi untuk membeli beras, lauk, dan biaya anak sekolah.
"Ke kebun hanya cepat-cepat, ambil pisang, kelapa, dan ubi lalu bawa ke pengungsian. Kami cari makan, pak. Bantuan sudah jarang bahkan tidak ada sama sekali," ujar Stefanus.
Setiap kali ke kampungnya, Stefanus merogoh kocek sebesar Rp 40.000 untuk ongkos taksi antar pedesaan. Jika beruntung, Stefanus diberikan tumpangan gratis dari pengendara yang melintas.
"Terima kasih banyak, pak. Kadang kala saya tunggu sampai sore," tutur Stefanus.
Baca juga: Panduan Tata Perayaan Ekaristi Minggu 22 Juni 2025, Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus
Stefanus sudah melihat ancaman Wakil Bupati Ignas Boli Uran yang berang dengan penyintas yang keras kepala karena nekat pulang ke zona bahaya erupsi. Baginya, penyintas tidak pernah melawan pemerintah. Mereka pulang bukan tanpa alasan.
"Mau tidak mau harus tabrak bahaya pak, kalau tidak kami makan apa di sana," pungkasnya.
Stefanus tak terlalu menyoalkan ancaman itu, namun ia berharap pemimpin bisa lebih teduh membangun narasi di ruang publik.
Selain Stefanus, terpantau sejumlah penyintas yang berkebun dari pagi hingga siang. Mereka memetik sayur dan membawa kayu bakar. Saat pulang ke posko pengungsian, pengungsi lebih banyak menumpang taksi dan pickup.
Gunung Lewotobi Laki-laki terus mengalami erupsi disertai sejumlah aktivitas kegempaan. Gunung strato volkano dengan ketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut itu meletus dahsyat pada Selasa, 17 Juni 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.