Berita Nasional

MK Putuskan Pemilu 2029 Tidak Serentak, Dinilai Langkah Awal Efektivitas Sistem Kepemiluan Indonesia

MK menilai pemilu serentak menimbulkan beban berat bagi penyelenggara, menurunkan kualitas tahapan, serta menyulitkan secara teknis dan logistik.

Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM / KRISTIN ADAL
BILIK SUARA- Warga binaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Maumere saat menentukan suaranya dalam Pemilu 2024 di bilik TPS 901 Rutan Maumere, Rabu 14 Februari 2024 lalu. 

TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA- Mahkama Konstitusi (MK) telah memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tidak lagi digelar secara serentak pada tahun 2029.

Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap, dengan jeda maksimal dua tahun hingga dua tahun enam bulan sejak pelantikan.

Pemilu nasional meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI. Sementara pemilu lokal mencakup pemilihan gubernur, bupati, wali kota, dan anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

MK menilai pemilu serentak menimbulkan beban berat bagi penyelenggara, menurunkan kualitas tahapan, serta menyulitkan secara teknis dan logistik.

 

Baca juga: Kisah Warga Manggarai Barat, Pertama Kali Rasakan Manfaat JKN, BPJS Kesehatan Jadi Penyelamat

 

 

Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum.

MK menyatakan beberapa pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 bila mengharuskan seluruh pemilu digelar bersamaan, dan memberikan penafsiran baru agar dilakukan dalam dua tahap.

Langkah Awal

Pakar hukum tata negara, Feri Asmari, menilai pemisahan pelaksanaan Pemilu nasional dan Pemilu daerah mulai tahun 2029 sebagaimana diputuskan MK merupakan langkah awal untuk membangun efektivitas sistem kepemiluan di Indonesia

Menurut Feri, putusan tersebut membuka ruang rekayasa politik yang memungkinkan rakyat memberikan koreksi langsung terhadap partai atau elite politik di tingkat berbeda.

 

Baca juga: Pilkada Flores Timur 2024, Penyintas Lewotobi Berdesakan saat Coblos di TPS Relokasi

 

"Pada titik tertentu ini juga membangun rekayasa politik bagi pemilih, kalau mereka merasa dibohongi pada Pemilu nasional, mereka kemudian bisa mengkritik partai atau penguasa dengan mengalahkan mereka pada Pemilu lokal," kata Feri kepada Tribunnews.com, Jumat (27/6/2025).

Menurut Feri, pemisahan ini tidak hanya soal teknis waktu, tetapi juga menyangkut rekonstruksi sistem politik nasional. 

Dia menyebut bahwa perubahan sistem ini harus dibarengi dengan kemauan politik (political will) dari partai-partai politik agar benar-benar membawa perbaikan.

"Seringkali political will itu terpaksa dibenahi karena sistemnya juga benar. Problematika besarnya adalah bagaimana memastikan sistem itu merubah kepentingan dan kehendak politik dari partai politik," tegas Feri.

Feri menegaskan bahwa sistem Pemilu yang dibenahi akan memberi ruang koreksi dua arah dari rakyat kepada penguasa, baik di level pusat maupun daerah. 

"Ini memang soal sistem dulu, nanti soal niat political will itu bisa direkayasa sebaik mungkin dengan sistem atau memang ada kehendak dan kepentingan politik yang sudah berubah di masa depan," tuturnya.


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Bangun Rekayasa Politik yang Lebih Efektif, https://www.tribunnews.com/nasional/2025/06/28/pemisahan-pemilu-nasional-dan-daerah-dinilai-bangun-rekayasa-politik-yang-lebih-efektif.


Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved