Flores Bicara

Kejari Sikka Tuntut Tinggi Pelaku Kekerasan Seksual, Predator Anak Bakal Dibui Seumur Hidup?

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sikka Henderina Malo menegaskan komitmennya untuk memberikan tuntutan pidana setinggi

Editor: Ricko Wawo
FOTO TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE TRIBUNFLORES
Kepala Kejaksaan Negeri Sikka Henderina Malo. 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sikka Henderina Malo menegaskan komitmennya untuk memberikan tuntutan pidana setinggi mungkin terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Penegasan tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam program podcast Flores Bicara bertajuk "Peran Kejaksaan Negeri Sikka dalam Menekan Maraknya Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak", yang disiarkan langsung di kanal YouTube Tribun Flores, Selasa, 22 Juli 2025.

"Sebenarnya kami aparat penegak hukum, polisi, jaksa, hakim, dan rutan, tugas kami adalah bagian penegakan hukum. Kalau kita mau fokus, kita bikin efek jera, kita penjarakan, pelakunya kita tuntut atau putus setinggi mungkin biar menjadi efek jera bagi yang lain," ujar Henderina Malo.

 

Baca juga: Sikka Darurat Kekerasan Seksual Anak, Kajari: 99 Persen Pelaku adalah Orang Terdekat

 

 

 

 

Kajari yang akrab disapa Ina Malo itu mengatakan, Kejari Sikka sendiri secara konsisten telah mengambil sikap tegas dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak, terutama jika pelakunya merupakan orang terdekat korban, seperti ayah kandung atau kakek kandung.

"Kalau saya biasanya tuntut agak tinggi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, terutama jika pelakunya adalah bapak kandung atau kakek kandung. Itu memang ada pemberatan dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Saya pribadi pun bukan asal menuntut, bukan karena unsur subjektif, tapi kita melihat faktor objektif dimana anak mengalami trauma luar biasa," jelasnya.

Menurut Henderina, langkah hukum saja tidak cukup. Upaya pencegahan juga perlu dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Karena itu, Kejari Sikka melalui bidang intelijen rutin menyelenggarakan penyuluhan hukum guna memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap anak.

Baca juga: Kelurahan Kolhua Pasang 100 Perangkap Tikus untuk Cegah Hantavirus


"Kami di Kejaksaan tidak hanya berhenti dengan memenjarakan orang, persoalan tidak berhenti di situ, tapi bagaimana kita memutus mata rantai dengan melakukan pencegahan," kata Henderina yang pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Sikka tahun 2007-2012.

"Karena bisa saja orang diam karena mereka tidak tahu datanya semengerikan ini, sehingga mereka tidak mawas bahwa ternyata anak-anak kita perlu diselamatkan," imbuhnya.

Ia melanjutkan, sejumlah program preventif yang dijalankan antara lain adalah Jaksa Masuk Sekolah, Jaksa Menyapa melalui siaran radio, dan diskusi publik seperti dalam podcast tersebut. Namun, ia mengakui jangkauan program masih terbatas dan perlu didukung oleh peran keluarga.

"Tapi itu juga hanya sebatas pada segmen tertentu, kalau orang mau mengakses, kalau orang mau menonton atau mendengar kita. Sehingga sebenarnya yang lebih penting itu adalah pencegahan melalui keluarga," tuturnya.


Henderina juga menyoroti berbagai modus kekerasan seksual yang kerap terjadi. Salah satunya adalah kelengahan orang tua yang membiarkan anak tinggal jauh di kota tanpa pengawasan yang memadai.

"Misalnya, anak yang tinggal di desa dan dia mau bersekolah di Maumere yang tersedia banyak fasilitas pendidikan. Harusnya orangtua tetap mengikuti dan mengawal anak serta mengontrol keberadaan anak di Maumere. Jangan dilepas begitu saja sehingga terjadi pergaulan bebas," paparnya.

 

Baca juga: Korban Keracunan MBG di SMPN 8 Kupang Keluhkan Makanan Basi

Ia menilai, sebagian orang tua masih menganggap anak sebagai objek yang lemah, bukan aset berharga yang harus dijaga. Dalam beberapa kasus, pelaku justru berasal dari lingkungan terdekat anak.

"Anak tidak dipandang sebagai aset yang berharga yang perlu dilindungi, anak cenderung dianggap sebagai objek yang lemah sehingga bapak dengan mudah menggauli anak, melakukan pelecehan atau kekerasan seksual, itu karena keegoisan orangtua kalau menurut saya, dan yang paling banyak karena faktor ekonomi," tegasnya.


Dampak kekerasan seksual terhadap anak, menurutnya, sangat serius dan berkepanjangan. Anak yang menjadi korban kerap mengalami trauma berat dan gangguan perkembangan psikologis.

"Trauma yang tertanam itu akan terbawa sampai besar dan bayangkan bagaimana seorang anak bertumbuh dengan trauma seksual yang luar biasa. Kemungkinan dia akan mengalami penyimpangan seksual, memilih berhubungan dengan sesama jenis karena yang lain jenis melukai dia, dia akan tumbuh dalam stigma dan labeling yang mengerikan," katanya prihatin.

Atas dasar itu, Henderina merasa terpanggil untuk mengambil langkah nyata dalam melindungi anak-anak di Kabupaten Sikka. Ia mengajak semua pihak untuk ikut ambil bagian sesuai peran masing-masing.

"Nah, inilah yang kemudian membuat saya merasa gelisah dan terpanggil untuk memperbaiki ini. Melalui kesempatan ini saya mengajak kita semua, dengan peran dan tugas kita masing-masing coba kita bergerak bersama-sama untuk selamatkan anak-anak Kabupaten Sikka ini," tutupnya.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved