Berita Nasional

Mendorong Rancangan Kurikulum Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Komisi X DPR RI mendorong pemerintah merancang kurikulum nasional khusus pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Editor: Cristin Adal
Kompas.com/ Shutterstock
Ilustrasi- Kekerasan pada anak. 

TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA - Data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), ada 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2024, 42 persen di antaranya adalah kasus pencabulan. 

Dilansir dari Tribunnews, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mendorong pemerintah merancang kurikulum nasional khusus pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Dia menilai Indonesia sudah seharusnya memiliki kurikulum khusus yang menyasar pencegahan pelecehan dan pencabulan di satuan pendidikan, baik formal maupun berbasis keagamaan seperti pesantren.

"Kurikulum ini harus dirancang lintas disiplin, menginspirasi rasa hormat terhadap tubuh, mengajarkan batasan, mengenalkan hak-hak anak, serta membangun keberanian untuk berkata 'tidak' terhadap pelecehan," kata Lalu kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).

 

Baca juga: Hari Anak Nasional 2025 dan Sejarahnya

 

 

Dia mengatakan sekolah dan pesantren sejatinya adalah ruang untuk membentuk karakter anak bangsa.

Namun, menurut Politisi PKB itu, fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa lembaga pendidikan menjadi tempat terjadinya banyak kasus pelecehan. 

Dia menambahkan, tidak sedikit korbannya adalah anak-anak usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

"Ini bukan lagi soal moral individu. Ini soal sistem. Maka, negara harus hadir dengan langkah struktural," kata dia. 

Oleh karena itu, sudah saatnya negara tidak hanya fokus pada sanksi dan penindakan, tetapi juga melakukan pencegahan sistemik melalui kurikulum nasional yang menyentuh akar persoalan.

 

Baca juga: Kongres KOGI XIX Soroti Peran Kelor dalam Turunkan Stunting dan Tingkatkan Gizi Ibu Hamil

 

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sikka Henderina Malo mengungkapkan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tergolong tinggi dan memprihatinkan.

Pasalnya, dalam setahun, kasus kekerasan seksual terhadap anak menyumbang 30 hingga 40 persen dari total tindak pidana yang ditangani Kejari Sikka.

Hal tersebut disampaikan Kajari Sikka saat menjadi narasumber dalam program Flores Bicara bertema “Peran Kejaksaan Negeri Sikka Tekan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak,” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Tribun Flores dalam program Flores Bicara, Selasa, 22 Juli 2025 dari Studio Tribun Flores, Jalan Gelora, Nomor 2, Kota Maumere, Kabupaten Sikka.

Henderina menyebut, berdasarkan data yang dikantongi pihaknya yang bersumber dari Polres Sikka, rata-rata dalam setahun 30-40 persen merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak dibandingkan dengan data dari kasus-kasus yang lain.

"Misalnya di 2023-2024, rata-rata kasus yang kami terima dari penyidik sebanyak 90 kasus, dimana 30-40 persen kasus di dalamnya adalah kekerasan seksual, yang korbannya adalah anak," ujar Henderina Malo.

Kajari Sikka yang akrab disapa Ina Malo ini menjelaskan, sebagian besar pelaku kekerasan seksual terhadap anak justru berasal dari lingkungan terdekat korban.

"Yang lebih miris adalah pelakunya adalah orang yang berada dalam rumah atau orang terdekat. Ada bapak kandung, bapak tiri, kakek kandung, kakak laki-laki, paman, tetangga. Artinya, 99 persen pelaku kekerasan seksual terhadap anak itu adalah orang terdekat," ujarnya.

Sebagai bukti tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayahnya, Ina Malo memaparkan data pemusnahan barang bukti Kejari Sikka yang dilakukan belum lama ini. Dari total 66 perkara yang dimusnahkan, 21 di antaranya merupakan barang bukti dari kasus kekerasan seksual terhadap anak.

"Ini adalah salah satu indikator yang membuktikan memang kasus kekerasan seksual terhadap anak di Sikka sangat tinggi. Jadi kalau ditanya kasus apa yang paling banyak ditangani oleh Kejari Sikka, jawabannya adalah kekerasan seksual terhadap anak," tegasnya.

Menurutnya, kondisi tersebut mencerminkan situasi yang sangat mengkhawatirkan, sebab anak-anak merupakan kelompok paling rentan dan kerap tidak berdaya melawan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang yang mereka percayai dan seharusnya melindungi mereka.

"Ini kemudian menimbulkan semacam kegelisahan dalam diri saya sehingga lahirlah kepedulian, karena perlindungan anak ini bukan hanya berhenti di penegakan hukum atau mempidanakan pelaku, tetapi lebih dari itu, pemulihan korban yang penting," imbuhnya.

Sumber lain artikel Tribunnews.com, https://www.tribunnews.com/nasional/2025/07/23/komisi-x-dpr-dorong-pemerintah-rancang-kurikulum-pencegahan-kekerasan-seksual-di-sekolah-pesantren?page=all.

Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved